Diaspora Iran di Jerman Cemaskan Keluarga di Tanah Air
27 Juni 2025Konflik antara Israel dan Iran ikut berdampak besar pada komunitas diaspora Iran di Jerman. Mereka yang berbicara dengan DW mengungkapkan perasaan tidak berdaya, menyaksikan perang misil selama 12 hari itu dengan rasa cemas dan takut.
Lebih dari 970 orang di Iran tewas dan sekitar 3.400 orang terluka akibat serangan Israel sejak 13 Juni, menurut kelompok Aktivis Hak Asasi Manusia yang berpusat di Washington. Serangan Iran terhadap Israel menewaskan sedikitnya 24 orang dan melukai lebih dari 1.000 orang.
Saat konflik berlangsung, kehidupan sehari-hari di Iran sangat sulit. Pihak berwenang di Iran memutus konektivitas internet, yang mempersulit keluarga untuk tetap berhubungan, sekaligus membatasi informasi tentang apa yang terjadi di negara itu.
Beberapa warga Iran di Jerman mengatakan mereka merasa bersalah, karena hidup dalam situasi aman di Jerman, sementara negara mereka dilanda kekacauan. Jerman adalah rumah bagi salah satu komunitas diaspora Iran terbesar di Eropa.
Di München, Köln, Berlin dan Stuttgart, ribuan kilometer jauhnya dari kekacauan perang, mereka bergulat dengan ketidakberdayaan. Para narasumber tidak menyebutkan nama lengkap mereka karena alasan keamanan.
'Rasa bersalah yang tak tertahankan'
Sahar, 35 tahun, sudah tinggal di kota München selama delapan tahun. Dia mengatakan tidak pernah membayangkan terbangun dan mendengar berita perang di Iran. "Selama bertahun-tahun, rezim mengatakan kepada kami: ya, ada sanksi diberlakukan terhadap kami, ya, kebebasan dibatasi, tetapi setidaknya ada keamanan," katanya. "Di mana keamanan itu sekarang?"
Sahar mengatakan sulit untuk membicarakan perasaannya tentang konflik dengan Israel bersama teman-teman dan koleganya di Jerman. "Bagaimana Anda menggambarkan perasaan mengetahui orang di Iran menderita siang dan malam, lalu tiba-tiba sebuah rudal menghantam rumah mereka di tengah malam?"
Sahar mengatakan, dia sempat mempertimbangkan untuk kembali ke Iran. "Jika perang ini terus berlanjut, aku ingin bersama keluargaku. Rasa bersalah ini tak tertahankan. Setidaknya jika sesuatu terjadi, aku akan berada di sana bersama mereka."
Di kota Köln, Omid mengatakan dia khawatir tentang ibunya yang berusia 86 tahun, yang tinggal sendirian di Teheran. Pengasuhnya meninggalkan kota karena ketakutan dua hari lalu. "Saya berencana mengunjunginya bulan depan," kata Omid.
"Sekarang, saya bahkan tidak bisa menghubunginya. Internet mati. Telefon rumah tidak berfungsi. Saya tidak pernah merasa tidak berdaya seperti ini. Pendengaran ibu saya lemah. Mungkin dia tidak bisa mendengar ledakan itu," katanya.
Omid telah mencoba menghubungi tetangga, meminta mereka untuk memeriksa keadaannya. Namun komunikasi terputus. Kadang terasa seperti berteriak ke dalam kehampaan, katanya.
Pemutusan komunikasi
Banyak warga Iran di luar negeri yang bergantung pada hubungan telefon dan internet untuk berkomunikasi dengan keluarganya. Begitu seseorang menemukan saluran telefon atau akses internet yang berfungsi, mereka akan segera memberi tahu orang lain. Di Berlin, Payam dan beberapa lainnya telah membuat grup WhatsApp. Setiap kali seseorang di Iran bisa online, kelompok itu meminta mereka untuk memeriksa beberapa keluarga.
"Tekanan psikologis akibat pemutusan jaringan internet lebih buruk daripada perang itu sendiri. Tidak mengetahui apa pun tentang keluarga saya adalah bagian yang paling menakutkan," kata Payam. "Jika pemerintah benar-benar yakin bahwa pemutusan internet akan membuat segalanya lebih aman, saya bisa menerimanya. Namun, jika pemadaman listrik ini berlarut-larut dan perang berlarut-larut, itu akan menjadi mimpi buruk," tambahnya.
Solmaz, yang datang ke Jerman sebagai pengungsi beberapa tahun lalu, tidak kembali ke Iran selama lebih dari dua dekade. "Apakah saya akan mendengar suara mereka lagi?" katanya, bertanya-tanya tentang teman-teman dan keluarganya yang masih berada di Iran.
Dia kehilangan ibunya tiga tahun lalu, dan tahun lalu, dia bertemu dengan saudara-saudaranya di Turki untuk reuni langka. "Itulah pertama kalinya aku melihat keponakanku," katanya. "Meskipun aku belum pernah bertemu mereka sebelumnya, aku menyadari betapa aku mencintai mereka."
Artikel ini pertama kali rilis dalam bahasa Farsi
Diadaptasi oleh: Hendra Pasuhuk
Editor: Rizki Nugraha