210109 Palästina Gaza
22 Januari 2009Rumah bertingkat milik Umm Yassar penuh degan pecahan kaca dan sampah. Lihat, kata anak lelakinya, sisa-sisa makanan tentara Israel bergeletakan. Kaleng dengan tulisan Ibrani, kemasan jus buah, potongan roti yang telah kering.
Setelah penyerbuan ke Gaza City, tentara Israel menjadikan rumah Umm Yassar sebagai tempat bermalam.
Ia mengatakan, "Sebelumnya mereka menyebarkan selebaran yang menyuruh kami semua menyingkir pergi. Jadi kami pergi ke sekolah yang dikelola PBB."
Tak lama setelah gencatan senjata diumumkan, Umm Yassar kembali ke rumahnya dan mendapati timbunan puing. Dinding rumah itu masih tegak berdiri, tapi bagian dalamnya rusak semua.
Umm Yassar menerangkan, "Ini kamar tidur putra saya yang baru saja menikah. Tentara Israel menghancurkan semua perabotan di dalamnya. Rumah kami ini baru dibangun tujuh tahun lalu. "
Sebelum pergi, tentara Israel menghancurkan seluruh bagian dalam rumah. Bahkan sampai ke tangki air di atas atap. Keluarga dengan 10 anggota itu mulai berbenah. Mereka tidak ingin pindah, tapi kuatir jika rentetan tembakan yang menembus salah satu dinding, membuat rumah itu tidak stabil.
Sementara ini 20 ribu pengungsi kembali ke rumah mereka, kata organisasi bantuan PBB UNWRA. Puluhan ribu lainnya masih bertahan di tempat penampungan darurat, terutama di sekolah-sekolah.
Abu Ahmad, pria kurus berusia 60 tahun menuturkan, "Sedikitnya 1000 orang berlindung di gedung sekolah. Saya tidur di ruang kelas berukuran 5 kali 8 meter, ada 44 orang di dalamnya."
Menurut keterangan PBB, 100 ribu orang kehilangan tempat tingal. Abu Ahmad tinggal di Tauwwam, bagian Gaza City. Roda panser menggilas seluruh pemukiman di sana, lebih dari 50 rumah, rata dengan tanah.
Segera setelah militer Israel pergi, warga kembali, kata tetangga Abu Ahmad, Muhammad Wadi.
"Saya menggali reruntuhan, sisa-sisa rumah kami. Putra saya menyusun batu-batu dan meletakkan atap seng diatasnya. Kami duduk di sini sepanjang hari."
Istrinya menyambung, "Untuk tidur tidak bisa, tapi siang hari kami tinggal di sini, ini tanah milik kami."
Komisi HAM PBB mengkuatirkan, pembangunan kembali Jalur Gaza akan memakan biaya ratusan juta dolar. Bukan hanya bangunan yang hancur tapi juga jaringan listrik.
400 ribu orang tidak punya akses terhadap air bersih. Di Beit Hanoun, instalasi penyaringan air ditembaki. Setiap jamnya, 30 meter kubik air kotor mengaliri jalan-jalan di Gaza City.
Di atas segalanya, kata Abu Ahmad, warga mengharapkan bantuan segera.
"Pemerintah bertanggungjawab terhadap kami. Mereka yang membawa kami pada situasi ini, sekarang mereka harus menolong kami. Saya butuh rumah, agar anak-anak saya terlindung dari hujan dan dingin. Saya tidak keberatan tinggal di tenda, tapi di tempat yang saya miliki, bukan di gedung sekolah", tandas Abu Ahmad.
Arab Saudi akan menyediakan satu miliar dolar untuk pembangunan kembali. UE juga menawarkan bantuan, tapi tidak selama Hamas memerintah Jalur Gaza.
Solusi politik juga punya prioritas tinggi, karena pembangunan kembali bisa dilakukan hanya jika perbatasan dibuka. Satu-satunya pabrik semen di Gaza tinggal puing-puing belaka. (rp)