Usulan Referendum di Palestina
8 Juni 2006Abbas kelihatannya membuat taruhan politik cukup riskan, untuk membuka ruang gerak perundingan, yang macet setelah Hamas memegang pemerintahan. Harian Inggris The Times yang terbit di London berkomentar:
"Abbas menawarkan jalan keluar dari Krisis. Lebih lanjut harian ini menulis : seruan referendum merupakan cara yang cerdik, untuk mengikat pimpinan Hamas, yang hingga kini tetap menolak pengakuan atas Israel. Selain itu, hendak ditepis dugaan, diberikan dukungan lebih lanjut bagi perlawanan bersenjata. Mayoritas warga Palestina memilih Hamas, karena mereka sudah muak dengan pemerintahan Fatah yang korup. Jadi, bukan karena mereka hendak mendukung para pelaku serangan bunuh diri. Kini Abbas menawarkan sebuah jalan dari keputusasaan. Dan hendaknya warga Palestina memanfaatkannya."
Sementara harian Swiss Basler Zeitung yang terbit di Basel menilai:
"Presiden Mahmud Abbas amat yakin akan menang. Jika ia berhasil dengan referendum, yang ibaratnya dokumen perujukan bagi haluan bersama warga Palestina, artinya ia sukses mencapai beberapa sasaran sekaligus. Yakni, keluar dari krisis politik dalam negeri serta isolasi politik luar negeri, sekaligus menunjukan kepada Israel dan negara-negara barat, bahwa di Palestina masih terdapat mitra perundingan. Selain itu, langkah tersebut akan melemahkan pemerintahan Hamas. Dokumen tersebut ibaratnya jembatan emas, yang memiliki legitimasi moral tinggi, karena disusun oleh para tahanan politik penting."
Harian konservativ Austria Die Presse yang terbit di Wina menulis:
"Mahmud Abbas tetap tokoh yang selalu ragu-ragu. Hal itu terbukti, dengan diperpanjangnya ultimatum terhadap Hamas, untuk menerima rencana perdamaiannya, dan secara tidak langsung mengakui eksistensi negara Israel. Sangat diragukan, dengan referendum itu Hamas akan segera mengubah sikapnya, sebagai musuh Zionisme. Mahmud Abbas masih takut menggelar konfrontasi langsung dengan Hamas. Juga tudingan aktivis Hamas, bahwa rencana referendum itu merupakan upaya kudeta, secara de facto memang benar."
Harian Perancis Le Figaro yang terbit di Paris berkomentar:
"Mahmud Abbas bertekad memainkan kartunya hingga akhir permainan. Karena hanya sebuah referendum yang dapat menolong Abbas, mengembalikan legitimasinya di mata warga Palestina, yang kini menganggapnya sebagai boneka barat. Lebih jauh lagi, Hamas menilai referendum itu sebagai tindakan ilegal, dan merupakan upaya kudeta institusional, untuk merebut kembali kemenangan pemilu Hamas dari bulan Januari lalu. Kini terdapat ancaman bahaya, bentrokan bersenjata diantara kedua kubu akan kembali meningkat. Prakarsa dari Mahmud Abbas ini, merupakan jalan keluar yang paling kecil risikonya, untuk keluar dari kebuntuan politik."
Harian Jerman Frankfurter Allgemeine Zeitung yang terbit di Frankfurt am Main menulis:
"Hubungan yang sudah tegang diantara kedua kubu terpenting Palestina ini, semakin terbebani dengan masalah infrastruktur. Kemenangan Hamas dalam pemilu demokratis, dihukum oleh Israel yang dudukung barat, dengan isolasi diplomatik dan keuangan. Hal ini memperburuk situasi yang sudah kacau balau di kawasan Palestina yang diduduki Israel. Sekaligus semakin memojokan presiden Abbas yang posisinya memang sudah lemah."