Thailand dan Kamboja Akan Gelar Perundingan Damai
28 Juli 2025Para pemimpin Thailand dan Kamboja akan bertemu di Malaysia, pada Senin (28/07), untuk melakukan perundingan akhir guna mengakhiri bentrokan mematikan yang terjadi selama empat hari di perbatasan. Informasi ini telah dikonfirmasi pada Minggu (27/07).
Pertemuan antara pejabat Perdana Menteri Thailand Phumtham Wechayachai dan Perdana Menteri Kamboja Hun Manet di Kuala Lumpur, akan dimediasi oleh Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim dalam kapasitasnya sebagai Ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
"Mereka meminta saya untuk mencoba merundingkan penyelesaian damai," kata Anwar pada Minggu (27/07). "Saya sedang membahas parameternya, syarat-syaratnya, tetapi yang terpenting adalah gencatan senjata segera."
Juru bicara pemerintah Thailand mengonfirmasi partisipasi Phumtham dalam pertemuan tersebut untuk "membahas upaya perdamaian di kawasan."
Hun Manet mengatakan sebelumnya, pada Minggu (27/07), bahwa negaranya telah sepakat untuk melakukan “gencatan senjata segera dan tanpa syarat.”
Setidaknya 34 orang telah tewas dan sekitar 200.000 orang mengungsi akibat pertempuran antara kedua negara Asia Tenggara tersebut selama seminggu terakhir. Konflik ini berkaitan dengan sengketa kuil perbatasan, dan baku tembak artileri masih berlanjut pada Minggu (27/07).
Trump dorong perundingan damai dan ancam akan memberi tarif
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengklaim telah berperan dalam rencana perundingan damai tersebut. Ia mengatakan pada Minggu (27/07), menjelang pertemuannya dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen di Turnberry, Skotlandia:
“Saya berbicara dengan kedua perdana menteri dan saya pikir, ketika saya menutup telepon, mereka tampaknya ingin menyelesaikannya sekarang.”
Sebelumnya, Trump telah mengancam akan mengenakan tarif terhadap kedua negara tersebut jika mereka gagal menghentikan pertempuran dan menyetujui kesepakatan dagang.
“Setelah berbicara dengan kedua pihak, Gencatan Senjata, Perdamaian, dan Kemakmuran tampaknya menjadi hal yang alami,” tulisnya di media sosial pada hari Sabtu (26/07), setelah berbicara dengan kedua kepala pemerintahan. “Kami... tidak ingin membuat kesepakatan apa pun dengan kedua negara jika mereka masih berperang. Saya sedang mencoba menyederhanakan situasi yang kompleks!”
Bentrokan Thailand-Kamboja berlanjut hingga Minggu
Kedua pihak masih saling menembakkan artileri pada Minggu (27/07), dengan juru bicara Kementerian Pertahanan Kamboja mengatakan pasukan Thailand mulai menyerang wilayah sekitar desa Samraong pada pukul 04.50 waktu setempat, yang kemudian diikuti oleh “serangan berskala besar” yang melibatkan tank dan pasukan darat di beberapa wilayah.
“Tindakan semacam itu merusak semua upaya menuju penyelesaian damai dan menunjukkan niat jelas Thailand untuk memperburuk konflik, bukan meredakannya,” katanya.
Namun, juru bicara militer Thailand mengatakan bahwa pasukan Kamboja mulai menembakkan artileri sekitar pukul 04.00 dan menuduh mereka menembakkan peluru ke rumah-rumah warga sipil di Provinsi Surin, Thailand bagian timur.
“Gencatan senjata tak mungkin tercapai selama Kamboja terus menunjukkan kurangnya itikad baik dan berulang kali melanggar prinsip dasar hak asasi manusia serta hukum kemanusiaan,” kata Kementerian Luar Negeri Thailand, seraya mengonfirmasi kematian seorang tentara Thailand.
“Kami buru-buru meninggalkan rumah pagi ini,” kata seorang warga perbatasan Thailand berusia 61 tahun kepada kantor berita AFP saat menunggu menaiki truk evakuasi. “Semua tetangga saya sudah pergi dan kami tidak merasa aman untuk tinggal di sini lebih lama.”
Dengan konflik yang memicu sentimen nasionalis, pemerintah Thailand juga mengeluarkan peringatan kepada warganya agar “menghindari segala bentuk kekerasan, baik secara lisan maupun tindakan” terhadap warga Kamboja yang tinggal di Thailand.
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Adelia Dinda Sani
Editor: Prita Kusumaputri