Pakistan Proteste
17 Maret 2009Keputusan pemerintah Pakistan merupakan kemenangan bagi masyarakat sipil di Pakistan. Chaudhry merupakan simbol perlawanan terhadap kekuasaan militer di bawah Jendral Pervez Musharraf sejak tahun 1999, yang baru berakhir tahun 2008. Demikian pula bagi ribuan pengacara yang turun ke jalan memperjuangkan sistem peradilan yang independen, berakhirnya sengketa dengan sang presiden merupakan kemenangan bersejarah. Tanpa Chaudhry yang membela konstitusi sedemikian rupa, kembalinya Pakistan ke demokrasi tidaklah tuntas.
Bila Presiden Zardari kalah, artinya pemimpin oposisi Nawaz Sharif lah yang menang. Dia membubarkan koalisi dengan Partai Rakyat Pakistan, karena Zardari, duda Benazir Bhutto, tidak bersedia mengangkat kembali Chaudhry. Dalam bulan-bulan terakhir pemerintah di Islamabad melakukan intimidasi terhadap Nawaz Sharif, bahkan hari Minggu lalu dia dikenakan tahanan rumah. Kini posisinya menguat dan mendemonstrasikan otoritasnya. Dia membatalkan protes-protes selanjutnya termasuk long march pihak oposisi dari seluruh penjuru Pakistan menuju Islamabad.
Tentunya boleh dipertanyakan mengapa Zardari melakukan adu kekuatan serupa itu untuk kemudian keluar sebagai pihak yang kalah. Yang pasti, dia salah kalkulasi. Awalnya, kemenangan pemilu bulan Februari 2008 dengan mayoritas besar di parlemen membuatnya silau. Dia yakin akan dapat mengikat Nawaz Sharif dengan mengikutkannya dalam pemerintahan baru. Zardari rupanya menyepelekan kemarahan rakyat, yang ingin menguatkan kembali masyarakat sipil. Salah satunya adalah dengan memperkuat lembaga peradilan sebagai langkah pertama untuk kembali ke demokrasi.
Selain itu banyak pula yang melihat masa lalu Zardari sebagai alasan dari sikapnya. Di tahun 90-an Zardari sendiri sudah digugat karena kasus korupsi. Dan pada masa kekuasaan istrinya, Benazir Bhutto sebagai perdana menteri, dia diejek sebagai 'Mister ten percent'. Tuduhan itu memang selalu dibantahnya. Tetapi tetap ada dugaan, bahwa hakim agung akan menggulir kembali kasus tersebut, bila dia kembali memangku jabatannya. Chaudhry sendiri tidak pernah memberikan jawaban.
Alasan terpenting bagi perubahan sikap itu mungkin ada di Washington. Pemerintahan Presiden Obama dan Kongres Amerika, yang akan menentukan bantuan keuangan bagi Pakistan dalam jumlah miliaran, meresahkan perpecahan di negara nuklir itu. Washington menginginkan Pakistan bertindak mengatasi milisi Taliban di barat laut Pakistan. Sejumlah utusan pemerintahan Obama dan negara-negara Barat lainnya telah menegaskan kepada Presiden Zardari bahwa upaya menumpas kelompok radikal Islam harus diprioritaskan. Mereka tidak bersedia menenggang persengketaan politik dalam negeri dengan kelompok-kelompok demokrasi di Pakistan.
Rakyat Pakistan kini merayakan kemenangan. Tetapi kemenangan itu harus dibayar mahal. Zardari, presiden yang terpilih secara demokratis menjadi lemah di segi politik. Tetapi karena memiliki mayoritas dalam parlemen, dia masih dapat bertahan. Pertanyaannya kini, apakah Nawaz Sharif, yang unggul dalam politik dalam negeri, akan bergabung dengan pemerintahan Zardari untuk mewujudkan kesatuan nasional, atau justru lebih ingin memperlemah lawannya, Zardari. Orang menginginkan kemungkinan pertama, tetapi menguatirkan kemungkinan kedua lah yang akan terjadi. (dgl)