Tajuk: Israel Berlebih-Lebihan dan Swedia Keras Kepala
25 Agustus 2009Pemerintah dalam sebuah negara demokrasi, di mana kebebasan pers berlaku tidak dapat ikut campur dalam laporan yang diberikan pers. Pemerintah juga tidak bertanggungjawab atas isi laporan pers. Oleh sebab itu pemerintah tidak dapat mengambil alih tanggungjawab dan tidak dapat meminta maaf bagi pers.
Prinsip ini juga berlaku dalam sengketa aktual antara pemerintah Israel dan Swedia, tentang artikel di koran Swedia "Aftonbladet“, di mana dikatakan bahwa tahun 1992 lalu militer Israel mengambil organ dari tubuh warga Palestina yang tewas.
Terlalu Picik
Tuduhan Perdana Menteri Israel dan Menlunya yang berhaluan ekstrem kanan, bahwa pemerintah Swedia melindungi artikel koran yang berbau anti semit, tidak masuk akal. Tuduhan hanya dibuat-buat, bahwa antisemitisme menjadi latar belakangnya, jika tindakan militer Israel dilaporkan.
Menolak pemberian ijin kerja bagi wartawan Swedia atau mengorganisir boykot terhadap toko mebel Swedia adalah hasil pemikiran yang picik, dan bahkan reaksi berbahaya, yang hanya bertujuan untuk memperuncing sengketa yang tidak menyenangkan ini.
Swedia Dapat Mengritik
Jika militer Israel menganggap tuduhan jahat itu salah, maka mereka bisa mengambil tindakan lewat jalan hukum. Baik di Swedia maupun di Israel ada jalan untuk memberikan argumen dan penggambaran yang berlawanan, serta mengajukan tuntutan terhadap fitnah. Menurut harian "Aftonbladet“, artikel koran itu hanya berdasar pada keterangan anggota keluarga Palestina. Harian itu tidak dapat menunjukkan bukti-bukti jelas seperti hasil autopsi.
Pemerintah Swedia tentu bertindak dengan tepat, jika mereka tidak mau mengambil alih tanggungjawab atas berita koran yang dibuat dengan sembrono. Namun Menteri Luar Negeri Swedia Carl Bildt sebenarnya juga dapat melontarkan kritik terhadap artikel bermasalah tersebut. Tetapi Bildt lebih memilih untuk berkeraskepala, dan ini tambah memprovokasi pihak Israel. (Duta Besar Swedia di Israel mengutuk artikel tersebut, tetapi tak lama kemudian komentarnya menghilang dari situs internet Kedutaan Besar.)
Konflik Lebih Dalam
Artikel tentang perdagangan organ tubuh tersebut tampaknya membuka konflik yang sebenarnya lebih dalam. Pemerintah Israel telah lama menganggap Uni Eropa, dan terutama Swedia, terlalu mendukung Palestina. Karena Swedia sekarang menjadi Ketua Uni Eropa dan Carl Bildt sudah lama merencanakan kunjungan ke Israel, maka dari sudut pandang pemerintah Israel, sekarang adalah saat yang tepat untuk mengambil tindakan.
Dengan kritik terhadap Swedia ini, pemerintahan Netanjahu yang konservatif juga dapat mengambil hati rakyat Israel. Penentang dari luar negeri selalu bersatu. Selain itu, kemarahan yang dibuat-buat itu dapat mengalihkan perhatian dari kritik Eropa terhadap politik pemukiman yang dijalankan Israel.
Jika Netanjahu benar-benar mengusahakan pemberantasan antisemitisme, menurut logikanya sendiri, ia harus segera menghentikan hubungan dengan AS. Karena AS menjadi asal berbagai situs internet yang penuh dengan propaganda berbau rasisme dan anti Yahudi.
Kebebasan Pers Bernilai Tinggi
Seperti halnya dalam sengketa soal karikatur Nabi Muhammad antara pemerintah Denmark dan dunia Arab tiga tahun lalu, dalam hal ini berlaku prinsip yang sama. Yakni, kebebasan pers adalah nilai yang sangat tinggi yang harus dipertahankan. Perasaan agama yang katanya terluka, atau dalam masalah yang aktual sekarang, antisemitisme yang dibuat-buat, tidak boleh menjadi alat untuk membatasi kebebasan pers. Artikel koran yang buruk tidak dapat membenarkan sengketa antara pemerintah dan negara.
Sekarang Uni Eropa harus mendukung pemerintah Swedia, seperti halnya dulu pemerintah Denmark. Namun ada perbedaan yang jelas. Dulu rejim-rejim Arab dan ulama menghasut demonstran untuk mengadakan kekerasan. Itu tidak boleh dan tidak akan terjadi di Israel.
Kedua belah pihak harus mengusahakan peredaan ketegangan. Hubungan baik antara Uni Eropa dan Israel serta antara Uni Eropa dengan Palestina terlalu penting bagi perdamaian di Timur Tengah. Dan tidak boleh dipertaruhkan hanya karena sebuah artikel koran.
Bernd Riegert
Editor: Marjory Linardy