Sri Mulyani soal Perang Dagang Memperburuk Ekonomi Dunia
21 Mei 2025Persaingan ekonomi, perang dagang, hingga perang militer antar negara membuat dunia menghadapi banyak ketidakpastian.
"Dunia akan terus dibayangi ketidakpastian akibat persaingan dan perang ekonomi, perang dagang, perang keuangan, dan bahkan perang militer antar negara," kata Sri Mulyani dalam rapat paripurna DPR RI ke-18 Masa Persidangan III, Selasa (20/05).
Sri Mulyani menyebut perang dagang yang eskalatif dan ketidakpastian arah kebijakan ekonomi dunia ke depan telah memperburuk situasi perekonomian dunia yang sudah rapuh sejak awal tahun. Jika dibandingkan dengan data di triwulan yang sama tahun lalu, beberapa negara sudah mulai mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi di triwulan I tahun ini.
"Korea Selatan mengalami kontraksi 0,1% year on year, ini adalah pertama kali sejak COVID-19 tahun 2020 terjadi. Malaysia yang pada triwulan IV-2024 sempat tumbuh 4,9%, pada triwulan I-2025 hanya tumbuh 4,4%. Singapura yang menjadi hub dari perdagangan dan investasi global mengalami penurunan pertumbuhan yang signifikan dari triwulan sebelumnya tumbuh 5% menjadi hanya 3,8% year on year," beber Sri Mulyani.
Lebih lanjut, globalisasi dan semangat kerja sama antar negara dinilai telah berubah menjadi fragmentasi dan persaingan sengit di semua segi. Blok kesepakatan perdagangan dan investasi yang dibangun antar negara disebut telah ditinggalkan dan tidak lagi dihormati.
"Proteksionisme dan orientasi inward looking serta prinsip my country first telah mengancam dan menghancurkan kerja sama bilateral dan multilateral yang merupakan tatanan global sejak pasca Perang Dunia II yang dibangun dan dominasi oleh negara-negara Barat dalam hal ini Amerika Serikat," tutur Sri Mulyani.
Pada akhirnya situasi ini menciptakan gangguan rantai pasok global yang menjadi andalan dan fondasi bagi sistem ekonomi. Volatilitas dan ketidakpastian global ini turut melemahkan kegiatan ekspor-impor, serta mendorong aliran modal keluar (capital outflow) yang pada gilirannya mengancam stabilitas nilai tukar, meningkatkan tekanan inflasi dan menyebabkan suku bunga global tetap tinggi.
Terkait kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, mengingatkan Sri Mulyani pada kondisi 125 tahun lalu. Dalam kondisi ini, peran Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang diciptakan sebagai tempat negosiasi dispute/persengketaan dagang antar negara secara de facto disebut tidak berjalan.
"Kebijakan pengenaan tarif resiprokal oleh AS kepada 145 negara mitra dagangnya yang diumumkan Presiden Trump pada 2 April 2025, dapat dibandingkan atau setara dengan tingkat tarif ekstrem tinggi yang dilakukan AS 125 tahun lalu. Jarum sejarah dunia seakan berputar balik mundur satu abad ke belakang di AS, atau bahkan mundur ke abad 16-18 sewaktu kebijakan Merkantilisme mendominasi dunia. Situasi ini memicu berbagai perubahan tatanan sosial, politik dan ekonomi di berbagai negara," ungkap Sri Mulyani.
Efisiensi anggaran berlanjut di 2026
Sri Mulyani Indrawati memastikan efisiensi anggaran akan berlanjut dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026. Dalam penyusunannya dipastikan akan melihat hasil evaluasi tahun ini.
"Ini kan masih sekitar dua bulan lagi ya, jadi kinerja dari kementerian/lembaga dan langkah-langkah efisiensi mereka tentu akan masuk di dalam pertimbangan untuk penyusunan pagu dari anggaran APBN," kata Sri Mulyani kepada wartawan di Gedung DPR RI, Selasa (20/05).
"Pasti dilakukan, itu tadi. Jadi kalau mau disampaikan jawaban saya, tegas iya dilakukan (efisiensi)," tambahnya.
Sri Mulyani menyebut efisiensi dilakukan untuk penguatan kualitas belanja agar lebih produktif dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Melalui penguatan kualitas belanja tersebut, belanja negara akan dialokasikan di kisaran 14,19% hingga 14,75% PDB di 2026.
"Pemerintah memperbaiki sinergi dan harmonisasi kebijakan pusat dan daerah untuk peningkatan kualitas belanja daerah agar lebih produktif, perbaikan kualitas layanan publik dan penguatan kemandirian daerah. Melalui penguatan kualitas belanja tersebut, belanja negara dialokasikan di kisaran 14,19% hingga 14,75% PDB," lanjut Sri Mulyani.
Dalam rangka memperkuat kemandirian ekonomi dan sosial untuk mewujudkan Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera, strategi jangka menengah difokuskan pada delapan strategi yang mendukung agenda pembangunan yakni (i) ketahanan pangan; (ii) ketahanan energi; (iii) Makan Bergizi Gratis (MBG); (iv) program pendidikan; (v) program kesehatan; (vi) pembangunan desa, koperasi dan UMKM; (vii) pertahanan semesta; serta (viii) akselerasi investasi dan perdagangan global.
Baca artikel Detik News
Selengkapnya di Sri Mulyani Sampaikan Ada Kabar Buruk buat RI
Efisiensi Anggaran Berlanjut di 2026