Serdadu Jermanpun Banyak Yang Mengidap PTSD
12 Februari 2009Ia menuturkan pengalamannya: ketika itu bersama rekan-rekanya serdadu Jerman lain dengan gembira mereka duduk dalam sebuah bus militer, karena penugasannya telah selesai. Mereka akan pulang ke Jerman. Tapi mereka tidak melihat sebuah taxi yang melaju ke arah bus. Sebuah serangan bunuh diri. Plodowski hanya mendengar ledakan. Ia terlempar ke lantai bus.
“Kami mula-mula mengangkut dua atau tiga rekan keluar bus. Lalu saya masuk lagi untuk mengangkut rekan keempat. Seorang rekan berkata, kamu berdarah-darah. Saya melihat badan saya, barulah terlihat akibat terpotongnya urat nadi di kedua tangan, darah memancur keluar dari luka.“
Plodowski dioperasi selama lima jam. Ia selamat tapi tidak pernah sembuh. Seusai tugas di kawasan perang di Afghanistan, di tanah airnya di Jerman, Plodowski memulai lagi perang baru. Perang melawan sindroma pasca trauma. Enam tahun setelah peristiwanya lewat, ia masih tetap belum mampu mengolah pengalaman traumatisnya. Yang paling buruk adalah apa yang disebut gejala flasback atau kilas balik. Dalam sehari, Plodowski mengalaminya 15 sampai 20 kali. Tidak jelas apa pemicunya. Bisa sebuah berita di radio atau televisi, sebuah letusan atau kadang-kadang juga tanpa faktor pemicu apapun.
Plodowski menyebutkan gejalanya: “Saya merasakan jantung berdebar-debar, berkeringat dingin, gemetar seluruh tubuh. Saya tidak mampu lagi berfikir jernih. Saya tidak dapat mengendalikannya, semua terjadi begitu saja.“
Semakin banyak serdadu Jerman yang sebelumnya bertugas di Afghanistan, mengidap sindroma stress pasca trauma. Pada tahun 2007 tercatat 149 kasus, sementara pada tahun 2008 lalu sebanyak 245 serdadu mengalami gejala stress ini. Bagi para serdadu bersangkutan, perang terus berkecamuk, dalam kepalanya, dan itu berlangsung setiap hari. Gejala khasnya adalah pengalaman mengerikan yang terus berulang, depresi, mudah tersinggung, gangguan tidur, ketakutan tidak beralasan, masalah kecanduan dan mengisolir diri dari lingkungan sosial.
Walaupun Menteri Pertahanan Jerman Franz-Josef Jung sudah menegaskan, para serdadu yang mengalami masalah, diharap segera mengubungi dokter, namun tidak banyak yang mengikuti imbauan ini. Penyebabnya diungkapkan pimpinan rumah sakit militer di Hamburg, Karl-Heinz Biesold.
“Serdadu meyoritasnya laki-laki. Dan bagi laki-laki amat berat, menunjukkan perasaannya secara terbuka. Selain itu, laki-laki bekerja di bidang penuh risiko dan menganggap dirinya tangguh. Jadi jika mereka mengalami masalah, dampaknya lebih buruk lagi.“
Karena itu, jumlah sebenarnya serdadu yang mengidap sidroma pasca trauma tetap tidak diketahui. Namun dipastikan, jumlahnya jauh lebih banyak dari yang melaporkan mengalami gejala gangguan psikologis tersebut. (as)