'Rita' Dorong Naiknya Harga Minyak
23 September 2005Harga minyak ternyata tidak hanya dipengaruhi tiga faktor yang selama ini dikenal, yakni permintaan global, situasi politik dan spekulasi. Sekarang, faktor cuaca ternyata juga memainkan peranan penting. Harian Perancis DNA menulis, ‘Katrina’ dan ‘Rita’ mendorong naiknya harga minyak. Lebih lanjut harian ini mengomentari :
“Selama ini, faktor cuaca tidak memainkan peranan penting dalam gejolak harga minyak. Akan tetapi pandangan klasik itu berubah, bersamaan dengan serangan angin topan ‘Katrina’. Harga minyak naik 20 persen, akibat rusaknya hampir separuh dari instalasi minyak di Teluk Mexico. Belum lagi harga minyak turun secara signifikan, kini angin topan ‘Rita’ mengancam Texas. Padahal di negara bagian itu terdapat lebih dari 25 persen kilang pengolahan minyak Amerika Serikat. Dalam waktu bersamaan, instalasi pengeboran dan pengolahan minyak di lepas pantai di Teluk Mexico, yang baru pulih separuh dari kapasitas produksinya, juga kembali terancam serangan topan ‘Rita’.”
Harian Perancis Liberation berkomentar, Rita kini semakin memojokan pemerintahan Bush.
“Setelah ’Katrina’, sekarang ‘Rita’ yang semakin memojokan Gedung Putih. Karena angin topan itu melanda kawasan pusat indutsri minyak Amerika Serikat, harga bensin terpaksa dinaikan. Padahal itulah elemen mendasar dari gaya hidup Amerika. Di lain pihak, presiden Bush terus berusaha membohongi rakyatnya, dengan mengatakan bahwa serangan badai beruntun tidak ada kaitannya dengan perubahan iklim global.”
Sementara harian Denmark Jylland Posten berkomentar, manusia dapat menanggulangi angin topan dan badai politik.
“Ternyata, dalam struktur yang rumit dan ancaman runtuhnya seluruh pemasokan logistik, pengungsian sekitar satu juta orang untuk menghindarkan bencana angin topan tetap dapat dilakukan. Akan tetapi, bencana alam dan badai politik di Gedung Putih tetap akan datang.”
Tema lainnya yang tetap menjadi sorotan adalah perjuangan sulit bagi pembentukan koalisi pemerintahan di Jerman. Harian Swiss Neue Zürcher Zeitung mempertanyakan, apakah akan tercipta Jerman baru di Eropa?
“Bagaimana bentuk koalisi pemerintahan di Berlin, tetap belum diketahui. Tapi yang jelas, Eropa kini sudah terbiasa untuk tidak lagi tergantung pada lokomotiv ekonomi Jerman. Berlin juga bukan lagi pencetus gagasan politik dan pemberi rangsangan bagi penyatuan Eropa. Pelajaran yang patut ditarik oleh Eropa dari situasi aktual di Jerman adalah jangan bermain-main dengan konstitusi. Seruan untuk digelarnya pemilu baru, seperti pengalaman sebelumnya, adalah semacam rekayasa yang menjebak kelompok opisisi, agar terlena dengan jajak pendapat yang muluk-muluk.”
Sedangkan harian Inggris The Guardian menulis, tanpa kehadiran Joschka Fischer, politik Eropa menjadi kurang menarik.
“Perundingan koalisi pemerintahan Jerman mungkin akan berlarut-larut. Yang sudah pasti adalah mundurnya Joschka Fischer, menteri luar negeri di pemerintahan saat ini. Mantan demonstran yang berkembang menjadi diplomat itu terkenal sangat intuitif, karismatis dan merupakan sumber inspirasi bagi Eropa. Adalah sesuatu yang luar biasa, seorang tokoh politik Jerman mendapat kepercayaan dari kedua pihak yang bertikai dalam konflik Timur Tengah. Dalam waktu dekat ini Eropa mungkin akan kehilangan seorang figurnya. Tanpa Fischer Eropa mungkin menjadi kurang menarik.”