Referendum Konstitusi Eropa di Perancis; Hubungan China-Jepang
13 April 2005Iklan
Kemungkian bahwa mayoritas rakyat Perancis, akan menolak konstitusi Eropa dalam referendum di bulan Mei mendatang, mencemaskan banyak pihak. Jika itu terjadi, posisi Perancis sebagai pendiri Uni Eropa dan sekaligus perancang Konstitusi Eropa, akan menjadi amat sulit. Harian Perancis, Le Monde menulis komentar menyangkut peringatan menteri luar negeri Jerman, Joschka Fischer, terhadap kemungkinan penolakan rakyat Perancis dalam referendum sbb :
Peringatan dari menteri luar negeri Jerman, Joschka Fischer merupakan jawaban, kepada mereka yang menganggap, bahwa penolakan Perancis terhadap konstitusi Uni Eropa, tidak memiliki dampak besar terhadap kerjasama Jerman-Perancis. Padahal dinamika kerjasama inilah, yang sebelumnya merupakan motor penggerak perundingan bagi konstitusi Eropa. Kerjasama ini pula, yang memungkinkan Perancis dapat menentang AS dalam konflik invasi militernya ke Irak. Juga jika kini kemitraan Jerman-Perancis di Eropa terbelah gara-gara krisis Irak, akan tetapi hal ini merupakan kontribusi, untuk memberikan dorongan, bagi sebuah politik pertahanan dan luar negeri bersama di Eropa. Inilah inti dari konstitusi Eropa. Harian Hongaria Nepzabadsag mengomentari kemungkinan penolakan warga Perancis terhadap konstitusi Eropa sbb : Pasaran bersama, masyarakat bersama Eropa serta kemudian menjadi Uni Eropa, dalam banyak hal harus diakui, merupakan semangat dan produk politik Perancis. Sekaligus merupakan pertanda paling jelas, dari satu-satunya wilayah adi daya Perancis yang masih tersisa. Menyusul kemudian, keanggotaan Inggris serta penyatuan kembali Jerman dan perluasan Uni Eropa, secara bertahap mengikis peranan kepemimpinan Perancis dalam Uni Eropa. Amat mengerikan, jika memikirkan, Perancis sebagai negara pendiri Uni Eropa, kini harus mencari posisi baru dalam perhimpunan yang didirikannya. Akan tetapi, jika mayoritas warga Perancis menolak konstitusi, artinya konstitusi itu sudah mati sebelum dilahirkan. Memang hal itu bukan berarti berakhirnya Uni Eropa. Mengembangkan Uni Eropa sudah sulit, membubarkannya jauh lebih sulit lagi. Kita beralih tema, dengan mengalihkan pandangan ke Asia. Ketegangan diplomatik terbaru antara China dan Jepang, juga disproti tajam harian-harian Eropa dan Jerman. Harian Spanyol El Pais mengomentari aksi protes anti Jepang di China sbb : Jepang memiliki masalah dengan masa lalunya. Masalah ini sedemikian besar, sehingga dalam buku pelajaran sekolah, kekejaman Jepang pada saat invasi dan pendudukan China antara tahun 1931 sampai 1945 selalu dipertanyakan. Selain itu, dalam masyarakat Jepang masakini, terlihat kecenderungan yang mencemaskan, berupa meningkatnya sikap anti orang asing. Namun konflik antara China dan Jepang saat ini, tidak hanya menyangkut tema buku pelajaran, melainkan juga masadepan kedua negara, yang di Asia memainkan peranan kunci. Kedua negara mencapai kemakmuran dan kekuasaan sedemikian besar, sehingga memicu persaingan memperebutkan dominasi di kawasan tsb. Sementara harian Jerman Frankfurter Allgemeine Zeitung menulis sbb : Jadwal waktu dilancarkannya demonstrasi anti Jepang, memang tidak secara kebetulan bersamaan dengan dimulainya debat reformasi PBB. Kali ini, China juga memainkan kartunya, untuk menentang keanggotaan tetap Jepang di Dewan Keamanan PBB. Melalui jalan memutar, dengan alasan tidak dicantumkannya kekejaman Jepang selama masa penjajahan, serta tidak adanya ganti rugi bagi rakyat, China kini menjalin blok dengan India, dengan menjanjikan dukungan bagi permohonan India menjadi anggota tetap di dewan keamanan.Iklan