Perang Gaza Hampir Berakhir?
12 Januari 2009Harian Jerman Frankfurter Allgemeine Zeitung menulis:
Gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza tergantung dari dua faktor. Yang pertama, tujuan serangan militer Israel. Yaitu menghentikan ancaman terhadap rakyat Israel dari tembakan roket dan penyaluran senjata dari Mesir lewat terowongan bawah tanah. Setelah serangan udara lebih dari dua minggu dan serangan darat lebih dari delapan hari kelihatannya tujuan ini hampir tercapai. Faktor kedua adalah tekanan publik, yang dipengaruhi gambar-gambar. Pemerintah Israel sampai saat ini tidak peduli dengan itu. Sikap Hamas juga memudahkan Israel melakukan hal itu. Tapi sekarang, konflik tersebut mulai mengundang aksi jalanan di Barat. Terutama di Eropa, di kota-kota yang punya banyak penduduk muslim, muncul kekhawatiran, aksi protes bisa berubah jadi aksi kekerasan.
Harian tageszeitung yang terbit di Berlin berkomentar:
Jika sekitar 40 persen korban tewas dalam sebuah perang, yang resminya dilancarkan terhadap organisasi teroristis, adalah anak-anak dan wanita, maka saatnya untuk berbalik dan melakukan sesuatu. Standar ganda, itulah yang membuat Amerika Serikat dan Eropa sangat sulit dipahami di Dunia Arab. Apakah kebohongan dan pemelintiran fakta yang dilakukan Israel jadi lebih benar daripada yang dilakukan pihak Arab? Apakah kita sudah lupa, kebohongan yang menjadi alasan dimulainya perang Irak?
Harian Jerman lain, Süddeutsche Zeitung menilai:
Kesia-siaan Perang Gaza, yang di seluruh dunia meningkatkan sentimen anti Israel, terlihat dengan berlanjutnya serangan roket terhadap Israel oleh para teroris Hamas. Adalah naif untuk percaya, Israel bisa menghancurkan Hamas. Para pejuangnya tidak takut tentara Israel, karena kematian bagi mereka adalah tindakan martir. Perang Israel justru bermanfaat bagi Hamas. Senjata terpenting menghadapi Hamas masih belum digunakan Israel: perundingan, diplomasi, pembukaan perbatasan. Cepat atau lambat, perundingan harus dilakukan.
Harian Perancis Liberation menulis:
Sehubungan dengan tujuan operasi militer ini, tentu saja tentara Israel bisa memenangkan perang dan memulihkan pamornya sebagai pasukan yang tak terkalahkan. Hamas yang sudah terpukul berhasil dilemahkan secara politis dan militer. Lalu setelah itu? Setiap warga sipil yang mati menyulut kebencian dan keinginan balas dendam mereka yang masih hidup. Ini sumber yang subur untuk kaderisasi baru. Untuk mengakhiri perang yang sudah berlangsung selama 60 tahun ini, Israel mau tidak mau harus mencari mitra bicara. Kemenangan tanpa perspektif hanya akan jadi sketsa masa depan yang berdarah.
Harian Perancis lainya, La Croix berkomentar:
Tokoh-tokoh politik israel untuk pertama kalinya mengisyaratkan berakhirnya serangan ke Gaza. Meluasnya aksi protes anti Israel di seluruh dunia atau seruan gencatan senjata dari Dewan Keamanan PBB hanya punya peran kecil dalam perubahan sikap ini. Serangan lanjutan ke Gaza akan berartipertempuran jalanan, yang akan menelan lebih banyak korban, warga Palestina maupun Israel. Sedangkan di Israel tanggal 10 Februari akan dilaksanakan pemilihan umum. Sedangkan di Amerika Serikat, tanggal 20 Januari akan dilantik presiden yang baru. Ini argumen untuk mengakhiri operasi militer secepat mungkin. (hp)