Pemilu Jerman: Pertarungan Panas antara Iklim dan Ekonomi
12 Februari 2025Menjelang pemilihan umum pada 23 Februari, partai-partai politik di Jerman fokus pada pekerjaan, pendapatan, dan ekonomi yang lesu, sambil mempertimbangkan langkah-langkah perlindungan iklim.
Friedrich Merz, Ketua Persatuan Demokratik Kristen (CDU) yang berhaluan kanan-tengah dan diperkirakan akan menjadi kanselir berikutnya, menyatakan bahwa ia hanya akan menutup pembangkit listrik tenaga batu bara dan gas jika tidak merugikan industri Jerman.
Partai-partai yang peduli dengan isu iklim kurang vokal dibandingkan pada pemilihan umum tahun 2021. Hal ini membuat beberapa pakar khawatir bahwa ekonomi lebih diutamakan daripada iklim, meskipun penelitian dari Climate Alliance menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk ingin melihat lebih banyak aksi iklim.
"Jelas bahwa menjelang pemilihan federal, iklim dan ekonomi kembali menjadi perdebatan," kata Claudia Kemfert, ekonom dan pakar energi di Institut Riset Ekonomi Jerman (DIW).
Isu energi jadi prahara di Jerman
Untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade, ekonomi Jerman, yang terbesar di Eropa, telah menyusut selama dua tahun berturut-turut.
Ekonomi industri yang berorientasi ekspor telah terpukul oleh harga energi yang tinggi, permintaan domestik yang lesu, dan perdagangan global yang lemah. Pada saat yang sama, industri mobil, yang merupakan tulang punggung ekonomi Jerman, telah mengumumkan PHK massal serta penurunan penjualan dan laba.
Menurut Gunnar Luderer, seorang ilmuwan di Institut Potsdam untuk Penelitian Dampak Iklim, kebijakan mitigasi perubahan iklim tidak menyebabkan kemerosotan ekonomi ini. "Masalah ekonomi Jerman bersifat struktural dan lebih dalam," katanya.
Ia menjelaskan bahwa masalah utama adalah ketergantungan Jerman pada gas dari Rusia, yang mahal untuk dialihkan setelah invasi Moskow ke Kyiv. Harga energi yang tinggi telah memengaruhi ekonomi dengan menaikkan biaya produksi untuk industri yang membutuhkan banyak energi, seperti baja dan bahan kimia, serta menaikkan tagihan untuk rumah tangga.
Model ekonomi Jerman juga rentan terhadap persaingan internasional dan tekanan dari ekspansi Cina ke pasar baru, seperti mobilitas elektronik. "Produsen mobil Jerman cukup lambat dan terlambat mengikuti tren baru ini," tambah Luderer.
Sementara itu, penjualan kendaraan listrik di Eropa dan Amerika Serikat menurun, tetapi di Cina, penjualan kendaraan listrik meningkat pesat, mencakup hampir 50% dari semua mobil yang terjual.
Ekonom: tak ada pertentangan antara isu iklim dan ekonomi
"Klaim bahwa langkah-langkah perlindungan iklim di Jerman berdampak negatif pada ekonomi tidaklah benar," kata Kemfert. Ia berpendapat bahwa langkah-langkah perlindungan iklim yang cerdas sebenarnya menciptakan keuntungan ekonomi yang besar, yang sering kali diremehkan.
Menurut Kemfert, memperluas energi terbarukan, elektromobilitas, renovasi hemat energi, dan efisiensi energi di sektor industri adalah langkah-langkah yang membutuhkan investasi dan menciptakan "nilai dan pekerjaan."
Ia menyoroti bahwa sektor energi terbarukan telah menciptakan hampir 400.000 pekerjaan di Jerman. Pekerjaan di sektor ini meningkat hampir 15% antara tahun 2021 dan 2022, dengan sektor surya dan pompa panas yang berkembang paling cepat.
"Jika Jerman mengutamakan ekonomi di atas iklim, ada risiko kehilangan pekerjaan, hilangnya daya saing, dan biaya bahan bakar fosil yang tinggi," kata Kemfert.
Mengingat kekuatan ekonomi Jerman dalam sektor manufaktur, permesinan, dan otomotif, ada banyak peluang untuk menjadi pemain utama dalam teknologi hijau seperti tenaga angin, pompa panas, mobilitas elektronik, atau teknologi kendali pintar untuk meningkatkan fleksibilitas permintaan energi, kata Luderer.
Federasi Industri Jerman (BDI), yang terdiri dari perusahaan kimia, teknik, dan listrik, mendukung kebijakan iklim karena teknologi hijau akan menjadi penting bagi keberhasilan industri Jerman di masa depan.
Diskursus partai politik pada tarik ulur kebijakan
Beberapa partai politik telah menyatakan bahwa mereka akan membatalkan undang-undang energi bangunan Jerman yang kontroversial, yang bertujuan menghapus sistem pemanas berbahan bakar fosil dan mulai berlaku awal tahun lalu. Mereka juga menantang larangan mobil bermesin pembakaran baru di Uni Eropa pada 2035.
Menurut Stefanie Langkamp, Direktur Eksekutif Politik di Climate Alliance, ketidakpastian politik ini menghambat keamanan perencanaan bagi bisnis. "Setiap kali Anda berbicara dengan industri atau serikat pekerja, mereka mengatakan bahwa ini adalah salah satu hal terpenting bagi mereka untuk menentukan jalan menuju masa depan."
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Ia menyoroti bahwa industri pompa panas telah merekrut dan melatih pengrajin terampil baru serta memperoleh sumber daya untuk meningkatkan kapasitasnya.
"Jika Anda tidak berinvestasi dalam aksi iklim hari ini, maka Anda akan menghadapi konsekuensi besar, baik terkait ekonomi maupun biaya perubahan iklim," kata Langkamp.
Kerusakan ekonomi global akibat perubahan iklim diperkirakan enam kali lebih besar daripada biaya yang dibutuhkan untuk mengurangi emisi dan menjaga pemanasan global di bawah 2°C, menurut studi di jurnal Nature. Di Jerman, cuaca ekstrem seperti badai dan banjir diperkirakan menyebabkan kerugian €7 miliar (Rp118 triliun) pada 2024.
Dunia sedang bergerak menuju ekonomi netral-iklim dalam beberapa dekade mendatang, dengan banyak kemajuan dalam energi terbarukan, pompa panas, dan kendaraan listrik, kata Langkamp.
"Mungkin ada kecepatan yang berbeda di beberapa negara atau industri, tetapi ini adalah gerakan global yang tidak akan berhenti. Jadi, jika Anda tidak berinvestasi dalam aksi iklim sekarang, Anda akan menghadapi masalah daya saing di kemudian hari."
"Satu-satunya pilihan bagi ekonomi Jerman adalah secara proaktif merangkul tantangan dan peluang transisi hijau," kata Luderer. "Tidak ada jalan kembali. Risiko terbesar bagi ekonomi Jerman adalah memperlambat transisi atau terlalu bergantung pada model bisnis lama yang tidak lagi layak."
Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris