Pemilihan Umum di Palestina
27 Januari 2006Sebagai kekuatan mayoritas di parlemen Palestina, Hamas harus berubah menjadi sebuah partai pemerintah, yang dapat melakukan dialog, demikian komentar harian Austria Kurier yang terbit di Wina.
"Situasinya mengingatkan kembali pada tahun 70-an, dimana dalam waktu lama tidak ada yang mau berdialog dengan Gerakan Fatah, yang dicap sebagai kelompok teroris. Sekarang semua menyadari, politik riil memerlukan dialog. Jadi, seperti dulu Gerakan Fatah, Hamas juga harus berubah. Terutama jika kelompok ini nanti harus menjadi pemegang tanggung jawab di parlemen. Pertanyaannya kini, apakah Hamas akan menghentikan aksi serangannya, dan mengintegrasikan kelompok bersenjatanya ke dalam polisi Palestina? Jika langkah ini tidak dilakukan, berarti Palestina memilih isolasinya sendiri. Bahkan kemungkinan terburukpun tidak tertutup, yaitu pecahnya perang saudara antara Hamas melawan Fatah."
Harian Perancis Presse de la Manche yang terbit di Cherbourg menulis, Hamas harus mengubah strategi, dari terorisme menjadi diplomasi.
"Hamas harus mengubah diri menjadi partai pemerintah, yang dapat melakukan perundingan dengan Israel. Hal itu berarti, pada momentum tertentu, Hamas harus mengakui dan menerima keberadaan sebuah negara Israel. Hal semacam itu telah dilakukan sebelumnya oleh Gerakan Fatah dari Yasser Arafat. Inilah persyaratan bagi pengakuan eksistensi Hamas sendiri, di dalam sebuah negara Palestina di masa depan."
Sementara harian Jerman Rheinische Post yang terbit di Düsseldorf berkomentar, pemilu parlemen di Palestina mengubah situasi keseluruhan di Timur Tengah.
"Monopoli politik Gerakan Fatah berhasil dipatahkan. Di Parlemen mendatang, Presiden Mahmud Abbas harus dapat menerima kehadiran sebuah fraksi kuat, yang semboyannya adalah perang bersenjata melawan Israel. Kelompok Hamas menjadi semakin kuat dengan dukungan pemilih. Sekarang, Hamas harus dapat mengenali situasi dan mempertimbangkan untuk meninggalkan ideologi lama dan menanamkan pengaruhnya sebagai faktor politik. Tapi, Hamas juga telah mengumumkan, tidak akan meletakan senjata. Hal ini menunjukan, betapa sulitnya melakukan perubahan internal dalam organisasi, menuju sebuah jalan baru yang konstruktif."
Tema lainnya yang menjadi ulasan dan topik komentar adalah sensor yang dilakukan perusahaan internet Google di Cina. Dengan membatasi kemungkinan pencarian kata kunci tertentu pada mesin pencari Google di Cina. Perusahaan internet ini ibaratnya menjual diri sekaligus menjual kebebasan berpendapat. Demikian komentar Harian Swedia Svenska Dagbladet yang terbit di Stockholm.
"Sekarang Google juga bergabung dengan perusahaan lainnya, yang tunduk kepada sensor di Cina, untuk mengeduk keuntungan berlimpah. Namun apa yang terjadi sekarang, juga berarti bahwa perusahaan internet itu harus memperhitungkan kerugian, karena mereka menjual habis kepercayaannya. Adalah keliru, jika Google atau Yahoo yang ibaratnya mercusuar kebebasan, berubah menjadi kepanjangan tangan rezim, yang hendak menekan kebebasan di jaringan internet. Perusahaan yang menjual filter kepada sebuah rezim, untuk menyaring pendapat yang berbeda dengan pendapat rezim, artinya juga telah menjual kebebasan berpendapat."
Sementara Harian Inggris The Independent yang terbit di London berkomentar, diktatur tidak akan dapat menghambat internet.
"Kita mengetahui, kebebasan dalam jaringan internet tidak disenangi oleh para diktatur di dunia ini. Tapi teknologi akan dapat menemukan celah, dalam benteng kuat kelompok represif. Dalam upayanya menekan kebebasan berpendapat, mungkin saja pemerintah Cina dapat memojokan Google membuat kompromi yang memalukan. Akan tetapi mereka tidak akan mampu terus menerus menahan banjir informasi."