Pemerintahan Baru Israel Dikukuhkan, Akhir Proses Perdamaian Timur Tengah?
1 April 2009Sebagai kubu oposisi dan ketua fraksi partai mayoritas di parlemen, Tzipi Livni, menyatakan kekhawatirannya terhadap pemerintahan Benyamin Netanyahu yang baru saja dikukuhkan. Bukan apa-apa, tapi pemerintahan baru Netanyahu itu terdiri atas 30 menteri. Beberapa di antaranya memiliki kantor, punya kursi kulit empuk di parlemen, tapi tidak punya bidang tugas.
"Tidak ada sistem pemerintahan yang memaksa orang untuk menerima jabatan sebagai menteri yang tidak memiliki tugas nyata dan membiayainya dengan anggaran negara di masa sulit seperti ini," tukas Livni di depan anggota parlemen Knesset.
"Tidak ada sistem di mana seorang pemimpin atau politisi dipaksa membeli pemerintahannya dengan harga yang murah," tambahnya.
Ucapan Livni di parlemen selalu dipotong dengan sorakan dan teriakan para anggota parlemen. Ketua parlemen Reuven Rivlin kemudian meminta para anggota parlemen untuk bersikap tenang.
Upacara Sumpah Jabatan Tegang Tapi Lancar
Pengambilan sumpah jabatan para anggota parlemen Knesset diwarnai ketegangan. Namun pemungutan suara mengenai kabinet berlangsung sangat lancar. 69 dari 120 anggota parlemen mendukung pemerintahan koalisi Partai Likud, Partai Buruh, partai nasionalis "Israel Beitenu" atau "Israel Rumah Kami", Partai Shas dan partai pendukung pemukim "Rumah Yahudi". Sementara lima anggota parlemen dari Partai Buruh menyatakan abstain. Mereka memprotes keputusan ketua partainya, Menteri Pertahanan Ehud Barak, yang memutuskan bergabung dengan pemerintahan koalisi berhaluan kanan tersebut.
Netanyahu menyatakan bahwa upacara pengambilan sumpah jabatan pemerintahan baru Israel sebagai hari istimewa dan momen emosional bagi dirinya serta keluarganya. Ini bukan pertama kalinya Netanyahu dikukuhkan sebagai perdana menteri. Netanyahu pernah menjadi perdana menteri Israel pada periode 1996-1999.
Politik Internasional Netanyahu
Sebelum pemungutan suara, politisi konservatif Israel Netanyahu menyatakan arah politiknya, yaitu mengutamakan pertahanan Israel, terutama menyinggung program atom Iran. Selain itu, menurut Netanyahu, pemerintah akan melakukan tindakan mengatasi resesi.
Lebih lanjut Netanyahu menyinggung politik internasional, yang juga sangat ditunggu-tunggu masyarakat dunia, yaitu kebijakan terhadap konflik dengan Palestina.
"Kami ingin mengadakan perundingan dengan pemerintah otonomi Palestina, dengan tujuan penyelesaian akhir. Kami tidak ingin menguasai bangsa lain. Kami tidak ingin menguasai bangsa Palestina. Semua upaya untuk memangkas proses perundingan justru memicu teror dan pertumpahan darah. Kami akan menjalani proses dengan mata terbuka, dengan semangat positif dan pandangan yang jujur untuk mengakhiri konflik antara kami dan negara tetangga," janji Netanyahu di hadapan parlemen Knesset.
Apakah Netanyahu akan Memenuhi Janjinya?
Di hari pertamanya sebagai menteri luar negeri Israel, politisi berhaluan ultra nasionalis Avigdor Liebermann mementahkan keputusan rancangan perdamaian Annapolis. Rancangan perdamaian tersebut, menurut Liebermann, mengikat Israel. Peta rancangan perdamaian merupakan bagian dari proses perundingan damai gagasan Kuartet Timur Tengah, yang terdiri atas Amerika Serikat, Rusia, Uni Eropa, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa di tahun 2002.
"Ada dokumen yang mengikat kami, tapi itu bukanlah keputusan konferensi Annapolis. Hasil di Annapolis tidak punya kekuatan apa-apa. Sewaktu saya di Knesset, saya juga menentang peta perdamaian. Tapi dokumen itu satu-satunya dokumen yang diratifikasi pemerintah dan PBB, yang memandang Resolusi 1505 sebagai mengikat, juga bagi pemerintah ini. Oleh sebab itu, kami menolak rancangan peta perdamaian."
Bagaimana Kelanjutan Rancangan Perdamaian Annapolis?
Lima tahun setelah diputuskannya "peta perdamaian" atau pada November 2007, Presiden AS waktu itu George W. Bush, Israel, pemerintah otonomi Palestina dan sejumlah negara tetangga bertemu dalam konferensi perdamaian gagasan Amerika Serikat di Annapolis, Maryland. Di akhir konferensi tersebut, Israel dan Palestina membuka kembali perundingan damai. Dalam perundingan tersebut dibicarakan inti masalah konflik Timur Tengah, yaitu perbatasan negara Palestina di masa depan, status kota Yerusalem dan kembalinya pengungsi Palestina ke tanah airnya. Kendati, para delegasi perundingan Annapolis tidak mencapai hasil nyata.
Ketua Partai Kadima dan menteri luar negeri Israel periode sebelumnya, Tzipi Livni, menolak bergabung dengan pemerintahan Netanyahu dan memilih menjadi oposisi. Livni pada dasarnya ingin melanjutkan proses perdamaian Annapolis. Dalam deklarasi penutup konferensi Annapolis, para delegasi konferensi berjanji untuk mencapai penyelesaian dua negara dalam mengatasi konflik Timur Tengah. Penyelesaian dua negara merupakan tujuan jangka panjang dan juga bagian dari peta perdamaian, yang dikaitkan dengan sejumlah persyaratan.
Palestina dan Sebagian Warga Israel Bersikap Skeptis
Juru bicara pemerintah otonomi Palestina, Nail Abu Rudeina, menyebut pernyataan pemerintah baru Israel sangat membingungkan. Netanyahu sama sekali tidak menyinggung pengakuan terhadap negara Palestina dan dihentikannya pembangunan pemukiman warga Yahudi di Tepi Barat Yordan.
Sementara itu, menurut jajak pendapat yang diadakan harian Israel "Ha'aretz", kurang dari 30 persen warga Israel yang puas terhadap pemerintahan koalisi baru Israel. 54 persen responden mengatakan bahwa mereka tidak puas dengan koalisi berhaluan kanan tersebut. Hanya 25 persen responden yang mendukung penunjukkan politisi ultra nasionalis Avigdor Liebermannm sebagai menteri luar negeri.(ls)