Palestina: Apa yang Membuat Suatu Negara Menjadi Negara?
12 Agustus 2025Semakin banyak sekutu tradisional Israel yang mengakui atau bersiap mengakui Palestina sebagai sebuah negara.
Wilayah Palestina saat ini menjadi pusat konflik saat ini antara Israel dan Hamas.
Langkah negara-negara seperti Australia, Prancis, Kanada, dan mungkin Inggris, bergabung dengan sekitar 150 negara lain, untuk mengakui negara Palestina belum tentu akan mengakhiri perang atau menetapkan batas wilayah yang jelas.
Hal ini karena, seperti banyak sengketa soal status negara lain, pengakuan negara bukanlah proses yang sederhana.
Apa itu negara?
Negara ada dalam berbagai bentuk, ukuran, dan struktur; saat ini ada 193 negara anggota penuh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Namun, tidak menjadi anggota penuh PBB tidak menghalangi negara tersebut untuk ikut dalam fungsi organisasi, bergabung dengan badan internasional, atau bahkan memiliki misi diplomatik.
Bahkan, menjadi anggota PBB bukan syarat wajib untuk disebut negara.
Salah satu panduan paling sederhana soal status negara ada dalam Konvensi Montevideo tahun 1933 yang mengatur hak dan kewajiban negara. Konvensi ini menyebutkan empat kriteria negara: batas wilayah yang jelas, penduduk tetap, pemerintah yang mewakili rakyatnya, dan kemampuan membuat perjanjian internasional.
Kadang dikatakan sebuah negara dianggap ada, jika sudah diakui oleh cukup banyak masyarakat di luar wilayahnya. Meskipun pengakuan ini bukan bagian resmi dari konvensi internasional, menurut Gezim Visoka, ahli studi perdamaian dan negara dari Dublin City University Irlandia, pengakuan ini penting bagi keberadaan negara secara efektif.
"Pengakuan sangat penting agar negara bisa berfungsi, eksis di dunia internasional, membuat perjanjian, mendapat perlindungan dari aneksasi, pendudukan, dan campur tangan sewenang-wenang dari pihak luar,” kata Visoka. "Mereka berada dalam posisi yang lebih baik dibanding jika tidak diakui."
Bagaimana sebuah negara menjadi anggota PBB?
Namun, pengakuan negara atau memenuhi kriteria Montevideo tidak otomatis membuat suatu negara jadi anggota PBB. Prosesnya melibatkan beberapa langkah: mengirim surat ke Sekretaris Jenderal PBB, deklarasi resmi menerima kewajiban keanggotaan PBB, dan mendapat dukungan Sekjen PBB.
Setelah itu, negara calon anggota harus mendapat dukungan Dewan Keamanan PBB, yang berarti minimal 9 dari 15 anggota harus setuju, termasuk semua 5 anggota tetap: Cina, Prancis, Rusia, Inggris, dan AS. Syarat ini sering menjadi penghalang besar, bahkan untuk sebuah negara yang sudah diakui secara luas.
Palestina, Kosovo, dan Sahara Barat adalah contoh negara yang sudah banyak diakui tapi belum menjadi anggota penuh PBB.
"Ketika Montenegro dan Kroasia bergabung dengan PBB, pengakuan pada mereka kurang dari 70 negara,” kata Visoka. "Sedangkan Palestina sudah hampir 150 negara, Kosovo sekitar 118-119 pengakuan, Sahara Barat lebih dari 50.”
Jika lolos syarat tersebut, calon anggota hanya perlu mendapat suara dua pertiga mayoritas anggota di dalam Sidang Majelis Umum PBB.
Status keanggotaan di PBB: Keuntungan dan kekurangan
Selain 193 anggota penuh, ada dua pengamat permanen PBB: Tahta Suci dan Palestina. Mereka bisa mengakses sebagian besar pertemuan dan dokumen PBB serta punya perwakilan di markas PBB.
Tidak menjadi anggota penuh tidak menghalangi negara tersebut ikut badan internasional lain. Misalnya, Palestina terdaftar sebagai negara yang berhak tampil di Mahkamah Internasional.
Beberapa yang sudah lama diakui juga sempat lama jadi pengamat sebelum akhirnya jadi anggota penuh, seperti Swiss yang menjadi pengamat 56 tahun sebelum resmi bergabung tahun 2002.
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Menjadi anggota PBB punya keuntungan yang jelas. Status itu memberikan pengakuan de facto, menjaga kedaulatan jika dihadapkan pada pencabutan pengakuan dari negara lain, dan menjamin kesetaraan tanpa memandang besar-kecilnya negara.
Meski demikian, menurut Visoka, "tidak menjadi anggota itu sulit. Anda tidak dapat akses yang sama ke badan dan program internasional, berisiko diperlakukan tidak adil, isolasi, dan hubungan perdagangan yang tidak setara.”
Risiko kehilangan wilayah juga nyata, seperti yang terjadi pada Sahara Barat dan Nagorno-Karabakh.
Suatu negara bisa saja diakui oleh negara lain, tapi tetap menghadapi tantangan. Misalnya, Wilayah Palestina dan Kosovo yang sudah banyak diakui tapi masih menghadapi masalah.
Visoka menegaskan, belum jadi anggota penuh PBB "tidak membuat mereka kurang menjadi negara dibanding negara lain.”
Namun, proses pengakuan negara itu fleksibel dan berubah-ubah.
"Sayangnya, pengakuan tetap menjadi bagian terlemah dari hukum internasional. Tidak ada perjanjian, tidak ada aturan soal siapa yang dianggap negara, siapa yang berhak mengakui negara lain, dan entitas mana yang menjadi kandidat pengakuan dan status kenegaraan," kata Visoka.
"Pengakuan sangat bergantung pada kasus per kasus. Negara-negara tidak punya kebijakan pengakuan yang seragam, mereka berimprovisasi, menyesuaikan, dan berubah.”
Hal ini bisa menyebabkan kekerasan dan konflik, karena negara-negara berjuang untuk mendapatkan pengakuan dan legitimasi di mata negara lain. Contoh terbaru adalah kemunculan Kosovo dan Sudan Selatan yang lahir dari konflik.
Artikel diadaptasi dari Bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Tezar Aditya
Editor: Rahka Susanto dan Agus Setiawan