Meski Bersikap Kritis, Jerman Tetap Setia pada Israel
6 Juni 2025Kunjungan Menteri Luar Negeri Israel Gideon Sa'ar ke Berlin, Jerman, pada Kamis (6/6) ini berlangsung dalam suasana yang berbeda. Karena kedatangannya tidak cuma disambut demonstrasi kelompok pro-Palestina yang memang langganan di ibu kota Jerman, suara protes juga datang juga dari organisasi-organisasi hak asasi manusia internasional seperti Amnesty International.
Di depan Kementerian Luar Negeri Jerman, para demonstran mengangkat spanduk bertuliskan "Garis Merah: Hukum Humaniter Internasional”, "Tidak Ada Dukungan untuk Kejahatan Perang di Gaza”, serta "Hentikan Pengiriman Senjata”.
Kritik dari sekutu terdekat
Keraguan ihwal perang melawan Hamas mendominasi agenda pertemuan antara Jerman dan Israel saat ini. Apakah tindakan militer Israel di Jalur Gaza masih bisa dibenarkan menurut hukum internasional?
Selama bertahun-tahun, pemerintahan Jerman secara konsisten mengakui hak Israel untuk membela diri. Namun belakangan, nada di Berlin mulai berubah.
Kanselir baru Jerman, Friedrich Merz dari CDU, secara terbuka menyatakan kritik terhadap arah kebijakan Israel. Menurut Merz, tindakan keras yang menyasar pula warga sipil di Gaza sudah melampaui hak Israel untuk melindungi diri dari teror kelompok Hamas. Kritik dari dalam negeri pun bermunculan. Beberapa politisi dari mitra koalisi CDU, yaitu SPD, bahkan menyerukan penghentian pengiriman senjata ke Israel.
Menteri Luar Negeri Jerman, Johann Wadephul, juga mengisyaratkan evaluasi atas semua jenis senjata yang mungkin digunakan di Gaza, meskipun tetap menjamin pengiriman perlengkapan militer yang bisa digunakan untuk menghadapi ancaman lain, seperti serangan dari kelompok Houthi di Yaman yang didukung Iran.
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Ujian bagi ikatan sejarah
Dengan dilatari ketegangan tersebut, Gideon Sa'ar bertemu dengan Wadephul di Berlin. Keduanya mengawali pertemuan dengan kunjungan ke Monumen Holocaust, pengingat abadi atas pembantaian enam juta orang Yahudi Eropa oleh Nazi, yang hingga kini menjadi dasar moral dalam hubungan Jerman dan Israel.
Di sana, Sa'ar menyampaikan kekhawatirannya: "Dengan hati yang berat, saya katakan bahwa pelajaran dari sejarah tampaknya mulai dilupakan.” Dia merujuk pada statistik terbaru yang mencatat munculnya insiden antisemitisme di Jerman rata-rata satu kali setiap jam.
Kekhawatiran yang sama diungkapkan Wadephul. Tapi dia juga menyadari bahwa opini publik Jerman terhadap kebijakan Israel terhadap Palestina semakin kritis. Survei terbaru dari lembaga Infratest dimap menunjukkan hanya 16 persen warga Jerman yang masih menyatakan kepercayaan terhadap Israel. Angka ini turun tajam dari 27 persen pada Oktober 2024. Selain itu, hampir dua pertiga warga menilai operasi militer Israel di Gaza terlalu berlebihan.
Tekanan kemanusiaan
Dari berbagai sumber di pemerintahan, diketahui bahwa Jerman kini mendesak Israel melalui berbagai saluran diplomatik agar memperbesar volume bantuan kemanusiaan ke Gaza. Penyaluran bantuan sempat dihentikan selama berbulan-bulan dan baru belakangan ini kembali diizinkan, meski dalam jumlah terbatas.
Dalam pernyataan kepada media usai bertemu Sa'ar, Wadephul menegaskan posisi Jerman yang tetap mendukung Israel, namun menuntut peningkatan distribusi bantuan. Meski beberapa negara Uni Eropa mempertimbangkan untuk meninjau ulang atau bahkan membatalkan perjanjian asosiasi dengan Israel, Jerman menolak mengikuti langkah tersebut.
Namun Wadephul tak ragu mengutarakan keprihatinannya atas penderitaan warga Gaza. "Saya khawatir melihat orang-orang yang harus berjalan jauh hanya untuk tiba di titik distribusi bantuan—dan pulang dengan tangan kosong. Dalam banyak kasus, mereka bahkan tidak kembali karena kehilangan nyawa dalam perjalanan itu.” Dia juga menyatakan penolakan tegas terhadap rencana Israel membangun 22 permukiman baru di Tepi Barat.
Ketegangan antarsahabat
Sa'ar menegaskan bahwa Israel tetap menjunjung hukum internasional. Dia mencoba meredakan kekhawatiran tentang potensi keretakan hubungan dengan Jerman: "Mungkin ada yang berpikir hubungan kami sedang menjauh, bahkan berharap demikian. Tapi saya tidak percaya itu yang terjadi.”
Namun, pernyataan Sa'ar ini datang hanya berselang beberapa hari setelah Kanselir Merz secara terbuka meragukan apakah operasi Israel di Gaza masih sesuai dengan hukum internasional. Singkatnya, hubungan Jerman-Israel saat ini berada di persimpangan yang rumit—atau dalam kata-kata Wadephul yang menggambarkan suasana diplomatik saat ini, "zaman ini memang bukan masa yang mudah.
Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
Diadaptasi oleh: Rizki Nugraha
Editor: Hendra Pasuhuk