Merz Mendadak ke Paris untuk Bertemu Macron
27 Februari 2025Calon kanselir Jerman berikutnya, Friedrich Merz, melakukan kunjungan mendadak ke Paris untuk bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron hari Rabu (26/2).
Kunjungan ini dilakukan hanya beberapa hari setelah blok konservatif Partai Uni Kristen Demokrat (CDU)/Uni Kristen Sosial (CSU) muncul sebagai partai terbesar dalam perolehan kursi di parlemen Bundestag setelah digelarnya pemilu Jerman.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Apa yang dibicarakan Merz dan Macron?
Dalam kunjungan ini, Merz dan Macron dilaporkan berdiskusi soal pergeseran kebijakan AS baru-baru ini, terkait perang di Ukraina serta isu-isu keamanan Eropa.
Merz mengunggah foto dirinya dan Macron di media sosial pada hari Rabu (26/2) malam, dan berterima kasih kepada Presiden Prancis itu atas "persahabatan” dan "kepercayaannya dalam hubungan Jerman-Prancis.”
"Bersama-sama negara kita dapat mencapai hal-hal besar untuk Eropa," tulis Merz di Instagram.
Ini menandai perjalanan pertama Merz ke luar Jerman, sejak aliansi sayap kanan-tengahnya - yang terdiri dari CDU dan CSU di negara bagian Bayern - menjadi peraih suara terbanyak dalam pemilihan umum pada Minggu (23/2) dengan perolehan 28,5% suara, dan dengan itu menguasai 208 kursi di Parlemen Jerman, Bundestag.
Namun dengan total 630 kursi di Bundestag, berarti kelompok konservatif dengan 208 mandat tidak berhasil memenuhi kuota yang dibutuhkan untuk membentuk pemerintahan sendirian. Partai terbesar berikutnya adalah AfD, yang memperoleh 152 kursi . Tetapi blok konservatif pimpinan Merz sudah menyatakan tidak akan menjalin koalisi dengan partai sayap kanan, kemungkinan besar CDU/CSU akan membentuk koalisi dengan Partai Sosial Demokrat (SPD) yang dipimpin oleh Kanselir Olaf Scholz, yang meraih sekitar 16,4 % suara.
Pembicaraan koalisi tersebut yang masih jauh dari kepastian bakal berhasil, akan dimulai pada saat yang kritis bagi Eropa, di mana para pemimpin khawatir bahwa Presiden AS Donald Trump dapat membuat kesepakatan damai dengan Rusia tanpa keterlibatan Eropa.
Awal pekan ini, Washington dua kali berpihak pada Moskow dalam pemungutan suara di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pemungutan suara di PBB itu dilakukan ketika Macron mengunjungi Gedung Putih, dan bersikeras bahwa tidak ada kesepakatan damai yang dapat dicapai tanpa persetujuan Ukraina.
Masih belum jelas apakah Macron dan Trump memiliki pendapat yang sama, meskipun mereka terlihat hangat ketika duduk dan berbicara dengan media.
Apa yang akan terjadi selanjutnya di Jerman setelah pemilu?
Sementara itu, Merz diperkirakan tidak akan menemani Scholz ke pertemuan puncak Uni Eropa, yang dijadwalkan berlangsung di Brussels bulan depan.
"Kandidat kanselir dari partai CDU/CSU tidak memerlukan magang di pemerintahan atau "jabat tangan, sebelum mengambil alih kekuasaan," kata juru bicara Scholz, Steffen Hebestreit, pada Rabu (26/2).
Juru bicara pemerintah mengatakan, Scholz tidak akan membawa Merz ke pertemuan pada 6 Maret mendatang, di mana para pemimpin Uni Eropa diperkirakan akan membicarakan pergeseran sikap Washington baru-baru ini terhadap Ukraina.
Ada spekulasi bahwa Merz akan bergabung dengan Scholz untuk menghadiri pertemuan tersebut, seperti halnya Scholz menemani Angela Merkel ke pertemuan G20 di Roma pada akhir tahun 2021, tak lama setelah memenangkan pemilu Jerman.
Namun, Hebestreit menepis perbandingan tersebut dan mengatakan, Scholz telah bertindak dalam kapasitas sebelumnya sebagai menteri keuangan di pemerintahan Merkel.
SPD yang berhaluan kiri-tengah, partai tertua di Jerman, mencatatkan hasil terburuknya dalam pemilu federal selama kurun waktu lebih dari satu abad, dan kehilangan suara paling besar dibanding pada pemilu-pemilu sebelumnya. Scholz telah mengumumkan, ia tidak akan memangku jabatan di pemerintahan berikutnya.
Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris