Menhan Israel: Perang Tak Kenal Ampun
29 Desember 2008Sementara gelombang protes keras di dunia Arab mengecam serangan udara Israel di Jalur Gaza yang merupakan serangan terbesar Israel di wilayah Palestina sejak Perang Enam Hari tahun 1967.
Seorang ayah mengangkat jenazah putrinya yang berusia dua tahun sambil berseru "Allahu Akbar". Ini hanyalah salah satu gambaran dari sekian banyaknya arak-arakan pemakaman korban serangan Israel di Jalur Gaza hari Senin (29/12). Menurut informasi PBB, sedikitnya 51 warga sipil Palestina tewas sejak awal serangan udara Israel hari Sabtu (27/12). Di antara korban tewas juga terdapat anak-anak dan perempuan.
Israel bertekad bidik targetnya
Hari Senin (29/12) angkatan udara Israel meneruskan serangannya. Lima pejuang Jihad Islam tewas di kota Khan Yunis di selatan Jalur Gaza akibat serangan roket Israel. Bersamaan dengan itu, kelompok militan Palestina menembakkan sedikitnya 60 roket ke wilayah Israel dan menewaskan seorang warga Israel.
Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak menyatakan kepada pemerintahan Hamas di Jalur Gaza, Israel akan melaksanakan perang yang tak kenal ampun dan tidak berperang melawan warga sipil, melainkan Hamas. Pada sebuah rapat khusus di parlemen 'Knesset' di Yerusalem, Ehud Barak mengatakan:
"Ini tidak akan mudah. Komplikasi juga akan muncul. Tapi saya berjanji bahwa persiapan dilakukan menurut pertimbangan yang tepat dan tanggung jawab yang besar. Operasi ini akan diperbesar dan diperluas jika diperlukan. Kami tahu targetnya dan kami membidiknya dengan tekad yang bulat."
Panser dan tentara cadangan dikerahkan
Menteri Pertahanan Barak tidak berbicara secara langsung tentang rencana serangan darat. Namun pengerahan pasukan Israel ke Gaza semakin nyata. Panser-panser sudah ditempatkan pada perbatasan Jalur Gaza. 6700 tentara cadangan sudah dipanggil. Sebuah zona seluas tiga kilometer di sepanjang perbatasan ditutup dan dinyatakan sebagai wilayah militer.
Dengan segala sarana yang ada Israel ingin menghentikan tembakan roket dari Gaza dan hendak menggulingkan pemerintah Hamas. Namun upaya ini belum juga berhasil. Mushir al-Masri, anggota legislatif Hamas di parlemen Palestina mengatakan kepada sebuah pemancar radio Israel:
"Kami menguasai situasi. Hamas masih tetap memimpin. Serangan-serangan belakangan ini hanyalah gangguan kecil bagi kami, tidak lebih dari itu. Kami akan kembali membangun markas besar yang dihancurkan dan dalam beberapa hari semuanya akan kembali berfungsi penuh."
Sedangkan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas hanya dapat mengamati peristiwa di Gaza dan tidak berdaya untuk melakukan sesuatu. Ia mengecam keras agresi Israel terhadap rakyat Palestina dan mengimbau komunitas internasional serta negara-negara Arab untuk menghentikan agresi itu:
"Kami mengundang semua kelompok Palestina untuk berunding, juga Hamas dan Jihad Islam. Kita perlu kesepakatan dan kita punya satu tujuan, yaitu mengakhiri agresi terhadap rakyat kita. Kita tidak ingin menyalahkan pihak mana pun juga."
Juru bicara Hamas, Fawzi Barhoum menolak tawaran Presiden Palestina itu dan mengatakan, Abbas harus berhenti membenarkan serangan Israel.
Gelombang aksi unjuk rasa
Sementara itu gelombang kemarahan atas serangan udara Israel memicu demonstrasi di berbagai negara di dunia. Di Indonesia mahasiwa turun ke jalan memprotes aksi militer Israel tersebut. Di ibukota Mesir, Kairo hari Senin (29/12) sekitar 7. 000 orang turun ke jalan dan menyerukan agar Mesir membuka perbatasan di Rafah yang menghubungkan Sinai dan Jalur Gaza. Para demonstran menuduh pemerintah Mesir dan negara Arab lainnya hanya berpangku tangan.
Menlu Mesir Ahmed Abul Gheit menyatakan hari Senin (29/12) bahwa pemimpin negara Arab akan melakukan pertemuan darurat di Qatar hari Jumat (02/01) untuk merembukan gencatan senjata antara Israel dan Hamas. (cs)