Mengapa Turki Melarang Operasi Caesar?
1 Mei 2025"Operasi caesar terencana tidak boleh lagi dilakukan di lembaga-lembaga kesehatan." Ini adalah kutipan dari dekrit yang dirilis dalam lembaran resmi negara Turki pada 19 April 2025.
Kementerian Kesehatan dengan jelas memutuskan: klinik-klinik kecil swasta tidak diizinkan untuk menawarkan operasi caesar terencana yang tidak diperlukan secara medis. Ke depannya, fasilitas kesehatan yang tidak memiliki ruang operasi sendiri juga akan dilarang untuk mendirikan unit persalinan.
Peraturan baru ini juga menetapkan dokumentasi digital data pasien dan mewajibkan fasilitas kesehatan memenuhi standar modern keamanan dan transparansi data. Inspeksi rutin akan dilakukan untuk memastikan bahwa perawatan medis sesuai dengan pedoman ilmiah.
Operasi caesar adalah hal yang umum
Intervensi dalam bidang kebidanan, yang telah diperketat oleh Kementerian Kesehatan, telah menjadi bahan perdebatan kontroversial di Turki selama berhari-hari. Mereka yang mendukung pemerintah berargumen bahwa angka operasi caesar terus menurun, meskipun argumen ini tidak didukung oleh angka-angka.
Faktanya, angka operasi caesar di Turki jauh lebih tinggi daripada rata-rata operasi tersebut di Eropa dan negara-negara yang tergabung dalam Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Pada tahun 2017, Turki ‘memimpin' dalam statistik global. Menurut data OECD, angka tersebut adalah 51,9 persen pada tahun 2018 dan sudah mencapai 57,2 persen pada tahun 2022.
Di Eropa, tren operasi caesar jauh lebih moderat. Di negara-negara seperti Swedia, Belanda, dan Prancis, presentasenya hanya meningkat sedikit.
Pada prinsipnya di Eropa operasi caesar hanya boleh dilakukan jika hal tersebut disarankan secara medis dan harus melalui konsultasi antara dokter dan perempuan yang akan melahirkan. Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa juga menyerukan standar yang ketat ketika membatasi pilihan perempuan untuk melahirkan, ini untuk melindungi hak atas integritas tubuh.
"Setidaknya tiga anak” dengan persalinan normal?
Sementara banyak negara kian mendukung perempuan atas integritas tubuhnya, Turki justru mengambil pendekatan yang berlawanan. Pemerintah konservatif-Islam di bawah pimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan dengan inisiatif barunya telah memancing reaksi keras masyarakat. Selama lebih dari 23 tahun, pemerintah telah menerapkan kebijakan yang "ramah keluarga”, kebijakan pelarangan caesar ini dikritik oleh banyak aktivis hak-hak perempuan sebagai kebijakan yang misogini.
Pada tahun 2008, Erdogan menyerukan kepada para perempuan-perempuan di Turki untuk "memiliki setidaknya tiga anak”. Ini banyak menimbulkan perdebatan hingga kini. Menurut Erdogan, tujuannya adalah untuk mencegah perubahan demografis dimana populasi yang ada kian menua.
Tujuan ini belum tercapai. Sejak kemenangan partai Erdogan, AKP, dalam pemilihan parlemen tahun 2002, angka kelahiran per perempuan telah turun dari 2,4 menjadi 1,5 anak, menurut otoritas statistik Turki, Türkstat.
Untuk meningkatkan angka kelahiran, pemerintah telah mencanangkan tahun 2025 sebagai "Tahun Keluarga”. Kampanye Ankara yang mendukung "kelahiran normal” juga merupakan bagian dari konteks ini.
Secara medis terbukti bahwa perempuan dapat hamil lagi lebih cepat setelah melahirkan secara normal dibandingkan dengan operasi caesar. Ini berarti mereka dapat melahirkan lebih banyak anak dengan lebih cepat.
Namun, setelah operasi caesar, bekas luka sayatan harus sembuh. Kehamilan baru dianjurkan paling cepat setelah 12 hingga 18 bulan. Dalam kelahiran normal, masa tenggang untuk kehamilan berikutnya secara medis berkisar 6 hingga 12 bulan.
"Tinggalkan kamar tidur kami!”
Organisasi-organisasi yang membela hak-hak perempuan mengkritik keras pembatasan terbaru ini. "Perdebatan tentang operasi caesar dilakukan dengan wacana misogini dan dengan langkah-langkah yang bertujuan untuk menyalahkan perempuan dan mengerahkan kontrol atas tubuh mereka. Pendekatan yang memaksa perempuan untuk melahirkan dan berusaha mendikte bagaimana perempuan harus bertindak sebagai ibu merupakan serangan terhadap hak mereka untuk membuat keputusannya sendiri tentang tubuh mereka, kesuburan mereka, dan kehidupan mereka. Peran negara bukan untuk mendikte bagaimana perempuan harus melahirkan," kata organisasi hak-hak perempuan ”Lila Dach" kepada DW.
Canan Güllü, ketua Federasi Asosiasi Perempuan Turki (TKDF), berpendapat bahwa peraturan tersebut jelas-jelas merupakan pelanggaran terhadap Konstitusi Turki, perjanjian internasional, dan hak asasi manusia.
"Konstitusi menjamin hak setiap manusia untuk hidup dengan perlindungan dan hak untuk mengembangkan integritas fisik serta mental mereka,” tulis Güllü dalam pernyataan persnya.
Mencampuri keputusan perempuan tentang metode kelahiran adalah serangan langsung terhadap otonomi tubuh perempuan dan hak atas kesehatan mereka. "Menjadi ibu secara paksa, kelahiran paksa, larangan operasi caesar - semua ini sangat mengganggu hak perempuan untuk menentukan nasib sendiri. Kami akan membela hak perempuan atas integritas tubuhnya."
Melalui kritiknya, Güllü menyatukan lebih banyak lagi suara dari masyarakat sipil dan gerakan perempuan yang melihat kebijakan kesehatan pemerintah sebagai intervensi yang bermotif ideologis. Negara memandang perempuan sebagai "mesin kelahiran," katanya seraya mengecam: "Cukup! Keluar dari kamar tidur kami!"
Kritik tajam dari pihak oposisi
Partai oposisi CHP juga membunyikan ‘alarm'. Aylin Nazlıaka, wakil pemimpin partai CHP yang bertanggung jawab atas kebijakan keluarga dan sosial, memperingatkan konsekuensi pembatasan tersebut bagi perempuan di wilayah pedesaan: "Di banyak distrik dan desa, pusat kesehatan adalah satu-satunya akses ke layanan kesehatan dasar. Jika operasi caesar terencana tidak lagi dimungkinkan di sana, ini akan menjadi kemunduran besar bagi keselamatan ibu hamil."
Peringatannya jelas: "Keputusan ini tidak hanya membahayakan kebebasan, tetapi juga nyawa. Bbagaimana perempuan melahirkan diputuskan oleh perempuan bersama dengan dokternya. Jangan campur tangan dalam urusan tubuh perempuan!”
Artikel ini pertama kali diterbitkan dalam bahasa Jerman
Diadaptasi oleh Sorta Caroline
Editor: Yuniman Farid