Membuat Rumah Tetap Sejuk di Tengah Planet yang Kian Memanas
27 Maret 2025Di banyak tempat, tetap sejuk saat suhu meningkat bukan soal kenyamanan semata, suhu panas terik memengaruhi kesehatan, produktivitas, ekonomi, dan bahkan kelangsungan hidup kita.
Peningkatan 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri dapat membuat 2,3 miliar orang terancam risiko gelombang panas yang ektrem. Para ilmuwan mengatakan bahwa kenaikan suhu tersebut dapat terjadi di awal tahun 2030-an jika kita tidak mengurangi emisi karbon.
Cuaca panas telah menyebabkan sekitar 12.000 kematian setiap tahunnya. Pada tahun 2030, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi secara konservatif akan ada 38.000 kematian tambahan setiap tahunnya akibat pengaruh panas pada orang lanjut usia.
Membeli AC mungkin merupakan solusi yang cepat dan mudah, tetapi peralatan yang boros energi ini hanya akan menambah masalah. Tidak hanya itu, pendingin ruangan dapat membocorkan senyawa kimia yang merusak unit pendingin dan turut berkontribusi terhadap pemanasan global.
"Kita harus keluar dari siklus ini,” kata Lily Riahi dari Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kepada DW. "Cara kita mendinginkan rumah dan tempat kerja saat ini berkontribusi besar pada perubahan iklim.”
Teka-teki pendingin udara
Pada tahun 2024 yang tercatat tahun terpanas, permintaan listrik melonjak hampir dua kali lipat dari tingkat pertumbuhan dalam satu dekade terakhir, menurut data terbaru yang dirilis International Energy Agency (IEA) atau Badan Energi Internasional. Namun, kabar baiknya: energi terbarukan menyumbang angka cukup besar pada tingkat pertumbuhan satu dekade terakhir, yakni sebesar 38 persen.
Namun, sebagian besar listrik masih dipasok oleh bahan bakar fosil. IEA mengatakan bahwa dua pertiga dari listrik dunia disediakan oleh batu bara pada tahun 2024, dengan pembangkit berbahan dasar batu bara tumbuh hampir satu persen. Kontributor utama dari peningkatan permintaan listrik ini adalah pendingin ruangan (AC).
Temuan tersebut juga dikonfirmasi dalam sebuah analisis lembaga Think Tank Ember terhadap tiga pasar listrik terbesar di dunia, yakni India, Cina, dan Amerika Serikat. "Panas yang ekstrem mendorong penggunaan AC ke rekor tertinggi, meningkatkan permintaan listrik dan memberikan tekanan pada jaringan listrik,” kata laporan tersebut, yang dirilis pada awal Maret 2025.
Seiring dengan meningkatnya suhu global, populasi dan pendapatan di negara-negara seperti India dan Cina, jumlah unit AC yang beroperasi di seluruh dunia dapat melonjak dari 2,4 miliar saat ini menjadi 5,6 miliar pada tahun 2050, menurut IEA.
Badan ini juga memperkirakan bahwa, tanpa didukung peningkatan efisiensi energi, permintaan energi untuk AC dapat meningkat tiga kali lipat pada pertengahan abad ini, mengonsumsi listrik sebanyak konsumsi Cina dan India saat ini.
Riahi, yang juga merupakan koordinator global untuk Cool Coalition Network bekerja untuk meningkatkan pendinginan berkelanjutan, mengatakan bahwa skenario yang ada akan menambah tekanan besar pada jaringan listrik dan pada akhirnya menghambat upaya untuk memenuhi target iklim.
"Pada tahun 2050, diperkirakan bahwa pendinginan ruangan saja akan menyumbang 30% hingga 50% dari beban puncak listrik di banyak negara. Saat ini rata-rata adalah 15%,” kata Riahi. "Jadi, Anda akan mengalami kegagalan jaringan listrik.”
Apa yang bisa dilakukan untuk mengatasinya?
Pendingin ruangan memainkan peran penting dalam kemakmuran dan pembangunan ekonomi dengan memungkinkan orang-orang di negara-negara panas untuk hidup dan bekerja dengan nyaman. Namun, jika AC menjadi jauh lebih ramah iklim, proyeksi ledakan jumlahnya akan tertahan.
Riahi mengatakan bahwa ada kurangnya kesadaran seputar alternatif pendinginan, serta hambatan finansial yang mencegah orang membeli AC hemat energi dengan senyawa kimia yang rendah emisi.
"AC tidak harus berarti pendingin ruangan termurah di pasaran,” katanya. "Ini seharusnya tentang bagaimana kita dapat mendesain kota dan bangunan kita untuk mengurangi permintaan pendinginan sedari awal. Dan itu juga berarti menemukan cara menciptakan insentif untuk menghadirkan teknologi yang paling efisien ke pasar.”
Atap pendingin di pemukiman informal
Bertahan dari suhu yang lebih tinggi sekaligus mengurangi emisi butuh lebih dari sekadar peningkatkan efisiensi AC. Melapisi bangunan dengan peneduh eksterior, atap hijau, atau mengaplikasikan cat pemantul sinar matahari, misalnya, juga dapat membatasi panas yang diserap. Memperluas ruang hijau, area dengan koridor air dan angin di kota-kota juga dapat membantu.
Di India, Mahila Housing Trust bekerja sama dengan masyarakat di permukiman kumuh yang tidak mampu membeli AC untuk membantu membuat rumah mereka tetap sejuk. Organisasi ini berfokus pada langkah-langkah berbiaya rendah seperti mengecat atap seng yang memerangkap panas dengan warna putih, menanam pohon di dekat rumah untuk memberi keteduhan atau memasang atap yang terbuat dari tikar bambu yang dipadatkan, yang lebih sedikit menyerap panas.
Direktur Trust, Bijal Brahmbhatt, mengatakan bahwa hanya dengan melapisi atap dengan cat pemantul cahaya matahari dapat membuat suhu dalam ruangan turun hingga 6 derajat Celsius, perubahan yang menurut para penghuninya hampir sama seperti memiliki AC.
"Tingkat kesejahteraan telah meningkat cukup banyak,” katanya. "Produktivitas ekonomi meningkat 1 1/2 hingga 2 jam setelah suhu berkurang.” Orang-orang juga dapat memangkas tagihan listrik mereka karena mereka tidak lagi harus menggunakan kipas angin, tambahnya.
Pelajaran dari padang pasir
Proyek lain, kali ini dari gurun Mesir di mana suhu musim panas dapat mencapai hampir 50 derajat Celsius, juga mengatasi panas hanya dengan desain bangunan yang cerdas.
Arsitek Sarah El-Battouty, pendiri perusahaan bangunan hijau ECOnsult, mengatakan bahwa mereka telah berhasil mengurangi suhu bangunan sekitar 10 derajat Celsius tanpa solusi mekanis.
Perusahaannya telah bekerja sama dengan pemerintah Mesir untuk meningkatkan 4.000 desa terpencil yang dihuni oleh sekitar 58 juta orang sehingga mereka dapat mengatasi panas yang ekstrem dengan lebih baik. Namun, alih-alih membawa solusi berteknologi tinggi, El-Battouty mengatakan bahwa banyak dari perubahan ramah lingkungan tersebut terinspirasi dari pengetahuan penduduk asli setempat.
"Desa-desa ini telah berhasil bertahan. Ini karena pengetahuan yang didapat dari adaptasi terhadap kondisi ekstrem telah ada sejak ribuan tahun yang lalu,” ujarnya. "Kami melihat solusi mana yang dapat diterapkan dan mengintegrasikannya [...] Kami tidak perlu membuang waktu untuk penemuan baru.”
Hal ini berarti menggunakan material yang tersedia secara lokal seperti batu kapur berpori dan batu pasir yang memungkinkan udara mengalir melalui dinding. Mereka juga mengangkat bangunan sedikit dari tanah untuk mencegah panas diserap dari bawah, menambahkan pintu masuk yang gelap, memasang atap reflektif dan memanfaatkan jendela bersudut dan tirai yang dapat diatur untuk memblokir panas sembari membiarkan cahaya masuk.
"Pendinginan adalah garda terdepan berikutnya”
El-Battouty mengatakan bahwa perlu ada pengkajian ulang sektor arsitektur sehingga bangunan dapat dirancang sejuk sejak awal.
"Semakin panas, semakin lama musim panas, semakin banyak orang yang akan mencari solusi seperti pendingin ruangan,” katanya. "Kita harus mempertanyakan sektor perumahan itu sendiri. Apakah perumahan itu dibangun untuk mengurangi panas atau tidak?”
Peran perumahan dalam mengatasi panas juga harus memiliki fokus yang lebih besar pada acara-acara seperti konferensi perubahan iklim tahunan PBB, tambah El-Battouty.
"Kita harus melihat pendinginan sebagai sesuatu yang sangat penting, sama pentingnya dengan energi terbarukan dan energi bersih. Pendinginan adalah garda terdepan berikutnya.”
Artikel ini diadaptasi dari artikel DW Bahasa Inggris