Perdagangan Serangga IIegal: 5.300 Semut dan Masalah Global
15 Mei 2025Di Kenya, minggu lalu empat pemuda dinyatakan bersalah karena mencoba menyelundupkan semut. Dalam dua insiden terpisah, para terdakwa - dua orang warga Belgia, seorang warga Vietnam dan seorang warga Kenya - diberi pilihan untuk membayar denda sebesar $7.700 (sekitar 125 juta rupiah) atau satu tahun penjara atas kesalahan mereka.
Para tersangka asal Belgia mengakui mereka memiliki semut-semut tersebut, tetapi juga mengatakan mereka mengumpulkannya sebagai hobi. Salah satu dari terdakwa adalah penggemar semut sejak lama dan tergabung dalam sebuah grup Facebook yang disebut "Geng Semut." Namun hakim di Kenya tidak mempercayai mereka.
Kedua pria Belgia berusia 19 itu, ditemukan memiliki 5.000 semut hidup, dikemas dalam 2.244 tabung plastik kecil yang diisi kapas, di sebuah wisma dekat taman nasional. Pria warga Vietnam dan warga Kenya disebutkan bertemu di bandara dan pergi membeli semut bersama-sama. Mereka ditemukan dengan 300 semut di dalam sekitar 140 tabung. Hakim dalam kasus ini menggambarkan pria Vietnam itu hanya sebagai "kurir".
Spesies semut yang berharga
Sejumlah semut yang dimiliki kedua pria itu adalah semut pemanen raksasa Afrika (Messor cephalotes) yang dihargai antara 100 hingga 220 dolar AS per ekor. Seandainya para penyelundup semut itu berhasil, mereka akan meraup banyak uang.
Kenya Wildlife Service, atau KWS, mengatakan, keputusan pengadilan terhadap para tersangka penyelundup semut merupakan "bukti sikap Kenya yang tidak menoleransi perdagangan satwa liar."
"Penyelundupan semut juga dapat dilihat sebagai biopiracy atau pembajakan hayati," kata KWC. Karena hal ini merupakan pelanggaran terhadap apa yang disebut "Protokol Nagoya", yakni sebuah perjanjian internasional yang bertujuan untuk membagi keuntungan yang tercipta dari pemanfaatan sumber daya genetik dengan cara yang adil dan merata.
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Biopiracy merupakan masalah yang terus berkembang di Kenya. Kamus Webster-Merriam mendefinisikannya sebagai "perampasan atau eksploitasi komersial secara tidak etis atau melanggar hukum atas bahan biologis (seperti ekstrak tanaman obat) yang berasal dari suatu negara atau wilayah tertentu tanpa memberikan kompensasi finansial yang adil kepada rakyat atau pemerintah negara atau wilayah tersebut.”
Menurut KWS, insiden terbaru di negara mereka menunjukkan, bagaimana perdagangan satwa liar ilegal berpotensi berubah, beralih dari "mamalia besar yang ikonik ke spesies yang kurang dikenal namun secara ekologis sangat penting." Kejahatan semacam ini merupakan aktivitas kriminal transnasional terbesar keempat setelah perdagangan narkoba dan barang palsu, serta perdagangan manusia.
Perdagangan ilegal serangga dianggap sebagai bagian kecil dari perdagangan gelap ini. Tidak ada cara untuk mengetahui seberapa besar volume perdagangan serangga global, karena tidak ada basis data terpusat yang menyimpan data penyitaan semacam ini. Namun, tidak diragukan lagi bahwa para kolektor dan penggemar bersedia membayar mahal serangga yang diimpor secara ilegal seperti semut dan laba-laba.
Semut dihargai karena keterampilan membangun
Spesies semut pemanen raksasa Afrika dicari oleh penggemar semut karena, menurut KWS, semut ini menunjukkan perilaku yang unik dan kemampuan membangun koloni yang kompleks. Para kolektor semut mengamati semut-semut ini di tempat yang disebut formikarium, sebuah peternakan seni di mana koloni semut dapat diamati.
Semut pemanen raksasa Afrika adalah yang terbesar dari spesies semut pemanen dan dapat mencapai panjang 20 milimeter, dengan ratu semut sepanjang 25 milimeter.
Hakim Kenya, Njeri Thuku, mengatakan setiap spesies harus dilindungi. "Satwa liar kami, dari semut hingga gajah, menopang ekosistem dan warisan nasional kami," katanya.
KWS juga setuju. "Para pedagang sering meremehkan nilai ekologis spesies yang lebih kecil, tetapi peran mereka dalam ekosistem kita tidak tergantikan,” kata lembaga tersebut dalam sebuah pernyataan.
Semut adalah pemain penting dalam ekosistem kita. Mereka memperbaiki kualitas tanah, mengendalikan beberapa hama dan menyebarkan benih. Jika serangga ini dipindahkan dan diperkenalkan ke lingkungan baru, konsekuensinya bisa fatal dalam situasi tertentu.
Semut api merah adalah contoh yang bagus untuk hal ini. Berasal dari Amerika Selatan, semut api merah telah ditemukan di beberapa lokasi di Eropa selama dua tahun terakhir - koloni pertama ditemukan di Sisilia, Italia, pada tahun 2023.
Jika tidak diberantas, semut agresif yang kemungkinan besar masuk melalui buah atau tanah yang diimpor ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius di Eropa. Semut pemanen raksasa dari Afrika tidak mungkin dapat bertahan hidup dengan mudah di Eropa, karena spesies serangga ini membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk berkembang.
Bahaya zoonosis
Perdagangan ilegal hewan liar juga membawa risiko lain, dalam hal kesehatan manusia. Pengangkutan hewan-hewan ini sering kali terjadi dalam kondisi yang tidak higienis, dan meningkatnya kontak tanpa pengawasan antara manusia dan hewan liar meningkatkan risiko apa yang dikenal sebagai zoonosis, yakni penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia.
Ada banyak contoh, termasuk salmonella, virus corona, cacar air, dan flu burung.
Sekitar tiga perempat dari semua penyakit menular yang muncul pada manusia berasal dari hewan, demikian ungkap Persatuan Konservasi Alam dan Keanekaragaman Hayati Jerman, NABU. NABU menyebut perdagangan satwa liar sebagai "resep pandemi.”
Para peneliti telah menemukan ada antara 540.000 hingga 850.000 virus yang belum diketahui pada mamalia dan burung yang berpotensi menginfeksi manusia. Penelitian ilmiah juga menunjukkan, lebih dari seperempat (26,5%) mamalia yang diperdagangkan dalam bisnis satwa liar "menjadi inang 75% virus zoonosis yang sudah diketahui, tingkat yang jauh lebih tinggi daripada jenis mamalia yang sudah dijinakkan dan tidak diperdagangkan.”
Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
Diadaptasi oleh Iryanda Mardanuz
Editor Agus Setiawan